56. KUNJUNGAN OM-OM GANTENG

793 82 1
                                    

"Assalamualaikum, Mama Renata." Sebuah sapaan salam bergema di ambang pintu kamar yang baru saja dibuka. "Apa khabar?"

"Waalaikumsalam" Renata memutar kepalanya. Senyumnya pun langsung terbit saat mengetahui siapa pemberi salam tersebut. "Eh, ada Om Kevin. Masuk, Vin."

Setelah dipersilakan masuk, si ganteng kalem itu pun masuk ke kamar bayi yang terlihat nyaman dan hangat itu. Disimpannya satu paper bag di meja kecil di pinggir ranjang.

"Buat debay." Katanya kemudian.

"Apaan sih lo repot-repot mulu tiap ke sini." Seru Renata tanpa menghentikan aktifitasnya mengganti baju buah hatinya yang basah oleh muntah kecil karena kekenyangan mimi ASİ. "Bikin emaknya seneng aja. Sering-sering napa. Hahaha."

"Dasar!"

"Makasih ya, Vin. Tapi beneran kok, gue gak enak lo ngasih hadiah mulu buat anak gue. Malu."

"Baru dapet bonus kemaren. Bagi-bagi rezekilah biar berkah."

"Bener ya calon mantu Pak Ustad mah moal gagal. Baiknya gak ketulungan." Kekeh Renata. "Cepetan dong halalin Maharani. Biar gantian gue yang kasih hadiah buat anak lo."
(Gak akan gagal)

"Barter dong kalo begitu sih."

"Hahaha." Renata tertawa lagi.

Ketika selesai mengaitkan kancing terakhir di baju Azarenadya, terdengar sebuah tangisan. Langsung ia pun merebahkan bayi perempuan berusia hampir tiga bulan itu di ranjang besar. Tak lupa menyimpan bantal guling di sisi kanan dan kirinya. Jaga-jaga aja. Khawatir sang bayi bergerak aktif hingga jatuh dari ranjang.

"Teteh Aren bobo di sini dulu ya." Ucap Renata pada Azarenadya. "Mama mau ke Dek Ceza dulu. Kayaknya ngompol deh adekmu itu."

Renata bisa membedakan mana tangisan haus, tangisan pipis atau pup, dan tangisan manja minta diperhatikan. İa pun selalu berbicara setiap berinteraksi dengan buah hatinya. Walaupun terdengar seperti monolog, tapi kegiatan seperti itu sangat membahagiakan baginya. Apalagi di artikel parenting yang ia baca, dianjurkan agar orangtua harus rajin berbicara dengan bayinya. Dari situ sang bayi belajar mengenal ekspresi wajah, membentuk suara dan gerakan sendiri.

Dan biasanya, bayi yang sering diajak berbicara, akan lebih cerdas, lebih cepat berbicara dibandingkan dengan bayi yang jarang diajak berbicara. Sesungguhnya memori bayi menyimpan semua kata-kata yang pernah didengarnya.

Jadi secara tidak langsung kita memberi banyak ilmu padanya. Suatu saat ia akan mengucapkan apa yang pernah didengarnya. Bukankah anak itu adalah peniru yang sangat handal?

"Tuh kan bener, Dek Ceza ngompol." Renata meraba celana basah si bungsu Cerezanata. "Pantes aja nangis. Cup, cup, cup... Yok ganti dulu celananya."

Kevin tersenyum kagum melihat interaksi ibu-anak itu. Tak disangkanya, ibu muda itu sangat cekatan dan telaten mengurus buah hatinya. Hebat. Sama sekali tak terlihat sindrom baby blues yang katanya sering menjangkiti ibu-ibu muda pasca melahirkan.

"Bentar ya, Om Kevin." Renata menoleh pada sahabat suaminya yang kini menjadi sahabatnya pula. Merasa tak enak hati. Khawatir si ganteng kalem itu berpikir diabaikan. Tak menghargai tamu kan gak baik, ya? "Anak gue ngompol nih. Gue urus dulu ya."

"Santai aja, kayak sama siapa aja." Kevin menghampiri Renata yang hampir selesai mengganti celana Dek Ceza. "Pinter banget lo ngurus anak, Ren."

"Ya musti maksain pinter." Renata menjawab. "Kalo enggak, bisa terlantar anak-anak gue. Gak amanah dong gue sebagai emak."

"Betul, top!" Kevin mengancungkan dua jempol. "Tetep aja, gue salut banget lo bisa ngurus bayi tanpa bantuan baby sitter. Mana tiga lagi."

Desirable Love ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang