38. KAMU BISA MEMPERCAYAIKU

916 108 2
                                    

    "Tau gak sih, A... Tau kenapa sejak Aa melamar, aku jadi suka insecure gitu.  Apalagi sejak menikah. Aku sering bertanya-tanya, apa sih yang Aa liat dari aku sampai mau menikahi aku. Cantik enggak, anggun enggak, kaya enggak, beken enggak. Aneh kan? Padahal Aa bisa mendapatkan perempuan yang lebih segalanya dari aku. Liat aja mantan-mantan pacar Aa yang hight quality semua."

    "Hight quality apaan..."

    "Diem dulu, aku belom beres ngomong." Semprot Renata. Kali ini ia sepakat dengan Rezanta membuka sesi buka-bukaan. Please, ya... Bukan buka-bukaan dalam artian negatif ini. Tapi buka-bukaan dalam arti mengungkapkan apa yang ada di hati kita masing-masing. Jujur-jujuran gitu dari hati ke hati. Dan kini giliran Renata yang mengeluarkan isi pikirannya. "Giliran aku yang bawel lagi sekarang!"

    "Iya, iya. Ampun, Kanjeng Ratu." Rezanta menangkupkan kedua tangannya sambil menahan senyum.

    "Selain insecure, aku juga suka jealous kalo inget mantan-mantan Aa. Apalagi Mikaila tuh. Kesel banget dia masih ngarepin Aa sampe sekarang. Padahal kan udah jadian sama Dimas." Renata memberengut. Bibirnya maju beberapa centi.

      Jujur saja, dari sekian banyak mantan Rezanta, yang paling mengganggu hatinya ya Mikaila itu. Padahal awalnya dia sempat merasa bersalah lho. Gak enak hati karena menggantikan posisi Mikaila di hati suaminya. Bahkan sempat nyuruh Rezanta balikan lagi sama Mikaila. Mengingat itu ia merasa bodoh sekali. Coba kalau suaminya itu mengiyakan permintaannya.... Gimana nasin hatinya. Dasar ya!

    "Kerjaannya kirim chat mulu. Kalo enggak nelepon atau VC. Bete!" Lanjutnya kesal.

    "Tapi kan gak pernah aku tanggapi, Yang."

      Iya sih, jangankan membalas pesan, membuka pesan chat dari Mikaila pun tak pernah Rezanta lakukan. Apalagi menerima panggilan telepon atau VC. Renata yakin itu karena Rezanta membebaskannya mengakses ponsel pribadinya. Sesekali ia sering kepo memeriksa ponsel suaminya itu.

    "Aku blok aja ya no hp-nya supaya aman."

    "Ih, gak usah," larang Renata. "Cemburuku gak selebay itu juga keles."

      Rezanta menahan tawa. Udah kentara cemburu banget, masih ngeles aja nih istri. Dasar ya gede gengsi. So, ia pun menunggu lagi uneg-uneg apa yang akan dikatakan Sang Nyonya Rezanta.

    "Aku benci punya perasaan jealous dan insecure begini. Bikin hidup gak tenang. Bete. Stres. Soalnya aku gak pernah ngalamin itu sebelumnya." Renata diam sesaat. Mengatur nafasnya agar bisa lebih lancar melanjutkan uneg-unegnya. "Heran banget deh, sejak jadi istri Aa aku jadi lebay gini.  Gak bisa cuek sama fans-fans Aa. Merasa kerdil. Tapi takut kehilangan."

    "Padahal kan dulu aku santai aja liat Aa gonta-gonti pacar sejak SMP mula. Gak peduli sama sekali. Malah sebel liat Aa sok kepedean gitu. Tapi sebel bukan jealous lho. Sebel aja liat cowok sok kecakepan, sok laku banget. Sok iyey. Kesannya gak menghargai cewek. Mana ada cinta bisa tumbuh dan hilang secepat itu. Gonta ganti pacar sesering itu, apa benar dicintai semuanya sama Aa? Pasti iseng aja kan biar famous?"

      Kali ini Rezanta tak dapat menyembunyikan tawanya. Dan ia pun membenarkan pendapat istrinya. Benar, tak semua cewek yang pernah dipacarinya otomatis dicintainya. Kebanyakan sih iseng aja. Jatuhnya sebatas suka aja, bukan cinta. Buat senang-senang aja sih. Biar kelihatan keren. Nambah gengsi. Biar famous juga.

    "Ya sih, banyaknya sih iseng. Intermezo doang. Biar hidup lebih berwarna gitu. Gak monoton karena banyak pengalaman. Hahaha," gelak Rezanta yang dibalas tonjokan dari istrinya di lengan kanannya.

    "Jahat!"

    "Salahkan ceweknya aja yang mau digombalin dan kirim kode-kode minta dipacarin gitu. Malah gak sedikit yang nyosor-nyosor." seloroh Rezanta membela diri. "Kan jadi enak di akunya. Hahaha."

Desirable Love ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang