"A Rezaaaa...." Renata berkata lemah. Baru saja ia mengejan begitu hebat demi lahirnya si jabang bayi. Peluh keringat membasahi dahi Renata, membuat hati Reza mencelos. Ya Allah... Berat sekali perjuangan wanita melahirkan itu.
"Perempuan, Yang." Reza menyebut bayi mereka yang pertama dilahirkan. Diusapnya dahi Renata yang berkeringat. Disibakannya pula beberapa helai rambutnya yang keluar dari penutup kepalanya.
"Bayinya cantik." Lanjutnya sambil mengecup kening Renata beberapa kali. Tak dipedulikannya lirikan para dokter dan suster di ruang persalinan itu. Yang jelas hatinya sangat bahagia. "Terima kasih, Sayang."
Renata tersenyum lemah. Matanya sedikit sayu. Nafasnya pun terdengar lelah. Perjuangan dia belum selesai. Masih ada dua bayi lagi yang harus dikeluarkan dari rahimnya. Lewat sudut matanya ia melihat salah satu suster sedang mengurus bayi pertama yang baru dilahirkannya. Membersihkan dan memakaikan baju sekaligus membedongnya. Sementara dokter Reina dan dokter Mia mengurus dirinya dan persiapan persalinan berikutnya.
"Kerasa lagi, Yang?" Reza melihat Renata meringis kembali.
"Hhmmm."
Kontraksi kedua pun terjadi. Renata kembali berdoa. Memohon kepada Sang Kuasa agar diberi kekuatan melahirkan dua bayinya lagi. Dia pun mengatur nafasnya kembali. Semangatnya masih full.
Suaminya, Reza, masih setia di sampingnya menemani sejak awal persalinan. Beberapa kali telinganya mendengar gumaman Reza melafalkan doa dan surat-surat pendek Al Qur'an. Lengannya ikhlas direlakan. Selalu dicengkram sangat kuat olehnya saat mengejan.
"Rileks ya, Bu jangan tegang." Kata dokter Reina. Ini adalah pengalaman pertamanya membantu persalinan normal kembar tiga. Sebelumnya paling hanya kembar dua. Itu pun seringnya lewat operasi caesar. Doa pun tak henti ia panjatkan agar persalinan ibu muda ini lancar. Sehat dan selamat ibu dan bayinya.
"Tarik nafas, hembuskan. Mengejan ya, bu. Ya....ya.... Ayo, Bu.."
"Aaaaaa....."
"Ayo, Bu...sedikit lagi. Lebih kuat lagi."
"Aaaaaa....."
"Ya, bagus, Bu... Pinter. Lagi...lagi...Lebih kuat lagi. Sedikit lagi." Instruksi dokter Reina lagi.
Reza semakin tersentuh. Perjuangan kedua Renata semakin membuatnya terenyuh. Wanitanya sedang berjuang untuk kedua kalinya. Andai ia bisa menggantikan, tentu ia ikhlas bertukar posisi. Ia sanggup menanggung untuk menggantikan kesakitan istrinya. Andai saja....
Tiba-tiba sebersit rasa bersalah menyeruak di benaknya. Merasa bersalah telah egois menginginkan bayi kembar tiga, yang membuat perjuangan melahirkan istrinya semakin berat tiga kali lipat.
"Bismillah, Yang." Bisik Reza. Berharap semoga kata-kata semangat itu memberi kekuatan buat Renata. "Mama kuat. Mama bisa. Demi anak kita."
Terlihat Renata mengangguk kecil di tengah usahanya mengatur nafas dan mengejan kuat.
"Aaaaaaaaa....." Renata mengejan sangat kuat. Dan Reza langsung terduduk lemas begitu mendengar suara bayi untuk kedua kalinya menggema di ruang persalinan ini.
"Alhamdulillah." Dokter Reina menimang bayi mungil yang baru dilahirkan Renata. "Laki-laki."
Reza tersenyum bahagia. Dalam hatinya ia mengucap syukur berkali-kali. Lengannya mengungkung tubuh Renata yang setengah terbaring lemah di ranjang persalinan. Deru nafasnya terdengar tak teratur.
"Terima kasih, Sayang." Kecup Reza lagi di dahi Renata lagi. "Bayi kedua kita laki-laki." Lanjutnya mengulang informasi yang diberikan dokter Reina. Berarti selisih kelahiran bayi pertama dan kedua sekitar lima menit. "Ganteng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Desirable Love ( End )
Chick-LitHanya karena beberapa kali didatangi malaikat maut di mimpinya, Rezanta Pramudya mendadak ingin menikah. Dia pun melelang dirinya di hadapan teman-teman sekelasnya. "Hahaha... sebeken apapun lo di luar kelas kita, gak bakalan lo dilirik cewek-c...