17. SERANGAN SENJA YANG MEMBAHAYAKAN

1K 120 6
                                    

    "Mati gue.'

    "Kok mati?"

     Eh! Kok dengar ya, padahal Renata bergumam pelan sekali.

    "Gue takut, Za. Pulang yuk?!"

    "Ini udah pulang."

    "Za... Gue serius. Gue takut." Renata benar-benar sedang malas bercanda. "Entar lagi deh ketemu Mama lo. Gue di mobil aja. Bisa juga kok pulang sendiri. Ya.. ya.. ya...?!"

      Rezanta menarik tangan Renata. Dingin. Terlihat sekali jika dia sedang sangat tegang. Rezanta bisa mengerti. Bertemu dengan orang tua dari seseorang spesial di hati kita alias camer, tentulah bukan hal yang mudah, apalagi untuk pertama kalinya. Selalu ada sensasi tak karuan. Dia pernah merasakan itu. Diulasnya sebuah senyum lembut terbaiknya sembari menggenggam satu tangan Renata, berharap bisa mengurangi ketegangan cewek itu. Namun tak berhasil.

    "Gak usah tegang. Mama gue baik kok."

    "Tapi, Za...."

    "Udah, ayo!" Rezanta menarik tangan Renata. Memaksanya supaya ke luar dari mobil. Mau tak mau Renata pun menurut. Apalagi diancam begini lagi. "Atau beneran pengen gue gendong?"

    "Gak! Gak mau!"

      Renata langsung ke luar dari mobil. Kini satu tangannya digenggam satu tangan Rezanta. Mau tak mau Renata nurut mengekor. Latihan. Katanya, sama suami musti nurut, gak boleh bantah. Nanti dosa. Eh! Sumpeh lo?! Renata tersipu malu memikirkan itu. Pikiran lo, Ren!

      Renata berjalan di belakang Rezanta. Menaiki beberapa undakan sebelum sampai teras. Makin terlihat jelas besar dan mewahnya rumah berdinding putih dengan sedikit aksen warna emas ini. Dua pilar tinggi kokoh ini menambah lux tampilannya.

      Di depan teras, ada taman dengan kolam kecil berisi ikan koki koi. Gemericik airnya menenangkan. Beberapa tanaman hias mahal tumbuh subur. Ada yang ditanam di pot, ada juga yang ditanam di area taman. Semua tertata rapi dan terawat.

      Melewati pintu utama yang dibuat tinggi berwarna coklat mengkilat itu, ada ruang tamu luas berisi sofa dan furniture mewah lainnya. Langit-langitnya tinggi, sehingga sirkulasi udara terasa bebas berputar. Menambah kesan sangat luas pula. Pun semakin cantik dengan untaian lampu kristal yang menjuntai dari atas langit-langit. Jendela dibuat lebar dan tinggi, hampir setinggi dinding. Alhasil, cahaya matahari bebas menerobos masuk melewati kaca jendela, memenuhi semua sudut rumah. Pencahayaan alami selalu memberi efek segar, sehat dan nyaman. Membuat betah siapa pun yang berkunjung, apalagi sang pemilik hunian.

      Renata takjub. Inikah rumah orang tua calon imamnya? Ups!

    "Assalamualaikum." Rezanta berteriak mengucap salam. "Ma... Mamaaaaa..."

      Renata melepaskan tangannya dari genggaman Rezanta. Rezanta pun melirik sekilas, kemudian berjalan lebih ke dalam. Mencari-cari keberadaan Mamanya. Diberikannya kantong keresek berisi bakso ke Bi Yati, asisten rumah tangganya. Kemudian berjalan ke ruang keluarga. Ada televisi berlayar besar, sofa, bantal-bantal kursi dan karpet tebal. Furniture lainnya pun masih banyak mengisi ruangan itu.

    "Waalaikumsalam," Seorang wanita cantik paruh baya keluar dari sebuah ruangan. "Nah ini datang orangnya. Lama banget sih. Tau gini mending delivery order aja. Udah dari ta...." Suara itu menggantung. Mata indahnya bergerak pada sosok Renata yang berdiri kaku dan canggung di ruang tamu. "Euleh, gening aya Desy Ratnasari."
(Aduh, ternyata ada Desy Ratnasari)

      Renata menganggukan kepalanya tanda menghormati. Senyumnya melengkung kaku. Bibirnya berkedut menahan grogi. Bertambah grogi karena dipandangi lekat-lekat oleh wanita cantik itu. Duh, beliau jalan ke sini lagi.

Desirable Love ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang