Chapter 9

418 52 4
                                    

Kata masokis sebenarnya sangat jarang Yoona dengar didalam hidupnya, mengingat ia tak pernah mengalami pelbagai hal yang berkaitan dengan kata itu. Pun setelah mengenal Kim, Yoona tak pernah tertarik lebih jauh untuk memeriksa dirinya sendiri, apakah salah--atau tidak jika berbicara tentang kesenangan yang dirasakannya bersama pria tersebut.

Semua terjadi begitu saja. Nyaris seperti air yang mengalir, tak ada alasan ataupun rumus. Ia tak pernah memiliki trauma masa lalu atau hal serupa yang dapat memicu tingkah laku berbeda dalam percintaannya, Yoona seratus persen normal. Hanya karena fantasi mengenai selera seks yang berbeda, ia berani menyerahkan diri pada Kim sepenuhnya.

Sekarang, bahkan Yoona tidak tahu, apakah dirinya atau memang Kim Namjoon yang harus menerima terapi.

Suaranya hampir habis ketika pagi menjelang, dan menggerakkan tubuh satu senti saja rasanya seperti berada diatas jajaran kawat berduri. Namun setelah mengumpulkan sisa tenaga yang dimiliki, Yoona akhirnya bangun dan menuruni ranjang. Kepalanya menoleh dan Kim masih tertidur disana.

Dengan sangat hati-hati Yoona meraih selimut tipis dan menutupi tubuhnya yang telanjang, berjalan kearah cermin besar yang berdiri didekat tiang.

Ia berbalik untuk melihat punggungnya.

Yoona bergidik sedikit. Guratan kemerahan itu tercetak terlalu jelas diatas kulit mulusnya yang seputih susu, berkumpul meruncing seperti goresan pedang.

Sisa kesenangan itu masih terasa, tetapi dasar masalah yang menjadi alasan semua ini terjadi rasanya masih sulit untuk dicerna oleh Yoona.

Yoona terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Apakah ia menyesal?

Refleks ia menggelengkan kepala. Rasanya jika sedang bercinta, rasa penyesalan itu hampir tidak ada artinya. Akalnya menghilang entah kemana, tergantikan dengan ego dan rasa ingin memuaskan satu sama lain.

Mungkin ini hanyalah kontemplasi sesaat. Yang Yoona ketahui sekarang, Kim berhasil membuatnya bertekuk lutut.

"Jadi pada akhirnya kau menjadi submissive-nya juga?"

Seharusnya pria itu marah pada Yoona karena tetap saja tak mau menurut setelah diminta menjauh, tetapi yang keluar dari mulutnya adalah pertanyaan retoris. Untuk wanita Kim yang satu ini, Namjoon menaruh simpati.

Yoona menoleh untuk mengonfirmasi, "Namjoon?"

"Ya. Ini aku."

Ada rasa kelegaan untuk sesaat, mengalir tersembunyi didalam relung hati wanita itu.

"Biar kulihat punggungmu."

Namjoon berputar dan mengamati punggungnya, menipiskan bibir. Ia pernah melihat korban Kim yang lebih parah daripada Yoona, tetapi semuanya adalah jalang.

Dan Namjoon percaya, Yoona bukanlah salah satu dari mereka.

"Aw, sakit," Yoona menoleh kebelakang, "jangan dipegang, Namjoon."

Urung membiarkan lebih lama, Namjoon menggenggam tangannya  menghampiri ranjang lagi.

Kemudian ia mengambil kotak obat yang tersimpan didalam lemari-- Yoona bahkan tak tahu kalau ada kotak obat didalam ruangan itu--lalu duduk dibelakang wanita itu.

Yoona refleks mencondongkan tubuh kedepan ketika jemari Namjoon menyentuh permukaan punggungnya, khawatir Namjoon menyakitinya.

"Jangan bergerak, ini akan sedikit perih."

Ia mengangguk. Terpejam saat krim dingin dari jemari Namjoon teroles pada punggungnya.

Tak pernah Namjoon bayangkan, akan mengobati korban Kim dengan tangannya sendiri. Terakhir ia menemukan korban alter ego-nya itu, Namjoon hanya mengantarnya kerumah sakit dan meninggalkannya begitu saja setelah membayar semua biaya rumah sakit.

Hit Me One More Time | Kim Namjoon x Im YoonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang