Yoona melihat, kedua obsidian Kim membara karena murka. Bunyi gesekan geliginya terdengar samar seiringan dengan ketukan jemarinya diatas meja nakas. Sementara lengannya satu lagi menelusuri setiap permukaan wajah Yoona dengan pistol.
"Aku kecewa kitten," matanya yang kosong menatap Yoona, "kau terdengar begitu meyakinkan ketika menandatangani perjanjian kita. Mengapa sedikit luka ditubuhmu membuat kau menjadi seorang pecundang?"
Yoona gemetar ketika lalu pinggangnya diremat kuat-kuat, "aku menyesal. Ternyata hatiku belum cukup tangguh menerima siksaan darimu."
"Hm? Menyesal?"
Yoona mengangguk, membuat Kim mendesis kesal.
"That's not the way you're dealing in business. Sekali kau ikut main, tidak ada jalan untuk keluar ditengah permainan bukan?"
Jika mungkin, menuruti Kim adalah satu-satunya jalan keluar saat ini, Yoona berpikir tak ada salahnya ia coba. Bagaimanapun dari awal dirinya telah sepakat mengenai hal ini.
"Aku tidak melarikan diri, Kim. Aku tetap disini bersamamu. Wajar bagiku melawan tiba-tiba, karena kau memperlakukanku tidak begitu baik malam ini. Aku.. minta maaf, ya?" kata Yoona mencoba merayu. Balasan dari kalimatnya hanya berupa dengusan tawa, Kim lalu meninggalkannya diatas ranjang dengan tangan yang masih terborgol.
"Mari kita lihat, apa yang kau sukai. Aku akan memberikan toleransi khusus untukmu kali ini."
"Toleransi khusus?" ulang Yoona berbalik dan mengawasinya dari jauh. Kim mengusap dagunya sambil bersenandung. Deretan kotak beludru yang berisi dildo menjadi perhatiannya saat ini.
Apakah Kim takut kehilangan Yoona? Maka dari itu ia menurunkan kadar siksaannya sekarang?
Yoona tenggelam dalam pertanyaan-pertanyaan sejenis itu. Sangat menyenangkan membayangkan Kim memang takut kehilangan dirinya, tetapi sangat diluar dugaan pada saat yang sama, kemungkinan tersebut tidak berhasil menyenangkan hati Yoona.
Andai ia memiliki mantra pemanggil jiwa, sudah pasti ia memanggil Namjoon muncul sekarang. Mungkin memakinya karena ia tak kunjung datang atau bisa jadi memeluknya erat-erat. Yoona tahu, ia sudah terjebak didalam kepribadian mereka. Tak ada gunanya melarikan diri saat ini.
"Oh, kau menyukai air bukan? Bagaimana jika kita mandi bersama?"
Mandi bersama? Yoona mengangkat alis. Itu kedengaran ide yang cukup bagus.
"Aku bersedia." katanya tanpa pikir panjang. Lagipula apa yang bisa Kim lakukan saat mereka mandi bersama? Tingkat bahayanya nyaris dibawah sepuluh persen.
"Hmm.. tapi apa kau tidak takut lukamu akan menjadi perih?"
"Tidak, Kim. Aku-aku menyukainya. Aku ingin mandi bersamamu."
Kim terlihat sangat senang. Apa yang dipikirkannya tentang Yoona beberapa saat yang lalu mungkin tidak terjadi. Yoona adalah masokis favoritnya sejauh ini. Melihatnya lebih mempercayai Namjoon daripada dirinya akan sangat menyakiti hati Kim.
Sebut saja Elena, gadis blasteran Rusia yang kabur hanya dalam beberapa hari setelah Kim menyiksanya. Atau Nayeon? Wanita polos yang berteriak tiada henti ketika Kim menorehkan seberkas luka pada punggungnya. Dibandingkan mereka semua, Yoona cukup tangguh dan komunikatif.
Kim selalu menyukai gadis yang bisa diajak bekerjasama.
"Hmm.. bath tub mungkin tidak cukup leluasa untuk membuat kita mencapai kepuasan. Bagaimana dengan kolam renang?"
Yoona meneguk saliva seketika. Lain halnya dengan kolam renang. Semua, bisa terjadi disana.
Bahkan kematian!
"Tidak, aku lebih menyukai bath tub!" sergah Yoona buru-buru. Tapi Kim tidak mendengar. Dengan senyuman yang terukir diwajahnya ia bergegas membopong Yoona keluar dari play room.
Raut wajah Kim nampak suram selagi menatapnya, "tapi aku menyukai kolam renang. Tidakkah kau ingin melihatku senang?"
Tak ada yang bisa Yoona sampaikan lagi karena bibirnya gemetar menahan takut. Penuturan Kim barusan terdengar seperti seorang anak kecil yang setengah merengek karena keinginannya tidak dikabulkan. Jadi Yoona memutuskan untuk tidak membantahnya lagi.
Padahal mata mereka bertemu, Kim tidak membiarkan pandangannya lepas selagi mereka menuju kolam renang yang dingin.
"I see a red door.. And I want it painted black. No colors anymore.. I want them turn black." Kim menggumamkan sebuah lagu dengan suaranya yang serendah lautan. Rumahnya beratap tinggi dan sangat sepi, jadi nyanyian Kim lebih mirip seperti pengantar kematian dalam keheningan.
"Aku tidak melakukan apapun, mengapa kau terlihat ketakutan didalam pelukanku?" tanya Kim kecewa. Sebelumnya Yoona tak pernah seperti ini, bahkan ketika tubuhnya dicambuk.
"Aku mungkin akan kedinginan. Apakah kau ingin melihatku sakit?"
Raut wajah Kim berubah lagi ketika mereka sudah sampai di pinggir kolam. Diletakkannya Yoona disana sebelum ia masuk begitu saja kedalam air tanpa melepas pakaian terlebih dahulu. Hanya dua kancing kemejanya yang ia buka, lalu kedua lengannya melingkari pinggang Yoona dengan lembut.
"Ah, begitukah?" tanyanya terlihat tak percaya, "hmm.. aku pikir sakit secara fisik bisa diobati. Tetapi sakit akibat dikhianati tidak dapat diampuni."
Yoona kebingungan lagi. Ia mengerutkan dahinya, "kapan aku mengkhianatimu? Kim, kalau kau berpikir aku lebih menginginkan Namjoon muncul saat kau tertidur tadi, itu karena aku sedang ketakutan. Kau membuatku ketakutan! Aku mohon, itu sangat wajar dalam suatu hubungan."
Usapan jemari di pinggangnya entah bagaimana justru membuat Yoona tidak nyaman. Ia melanjutkan bicaranya tanpa peduli.
"Pernahkah kau menjalin hubungan? Maksudku-aku bercinta denganmu dengan perasaan! Jika kau menyakiti tubuhku melebihi batas maka berarti kau menyakiti hatiku! Aku ingin kita seimbang. Aku ingin kau mengubah rasa sakitku menjadi sesuatu yang istimewa sehingga kita-"
"Katakan bagaimana definisi istimewa menurutmu?" sela Kim tanpa rasa bersalah. Usapan jemarinya yang dingin berubah menjadi rematan.
"Istimewa?" Yoona nampaknya mulai frustasi dengan kalimatnya sendiri, "istimewa menurutku adalah.. ketika aku menikmati rasa sakitku meski kau melakukannya dengan sengaja."
"Lalu kemudian?"
Bola mata Yoona bergulir kekiri dan kekanan memikirkan apa yang harus ia katakan selanjutnya, "kemudian kita akan melakukannya tanpa paksaan."
"Aku memberimu rasa sakit, dan kau menerimanya dengan senang hati. Apa yang berubah dariku?"
Yoona berpikir sejenak. Kim memang selalu menyakitinya bukan?
"Tidak ada. Kau memang selalu menyakitiku."
"Mengapa kau berubah dan menatapku penuh ketakutan?" Kim menariknya jatuh kedalam air dan menekan tubuh Yoona pada dinding kolam, "hanya ada dua kemungkinan, Yoona."
Sangat mengagumkan bagaimana wajah yang tegas itu terlihat bercahaya dibawah sinar rembulan, tetapi sorot matanya menyiratkan kekelaman sedalam batu garnet. Jantung Yoona berdebar ketika Kim menggenggam tangannya yang terborgol didalam air.
"Pertama, kau membandingkanku dengan Namjoon yang serapuh kapas. Atau kedua, harapanmu dari awal terlalu tinggi terhadapku. Kau menginginkan permainan yang menyakitkan sesuai versimu, sedangkan aku memperlakukanmu sesuai keinginanku."
Hening tercipta lagi. Kali ini Yoona bisa merasakan sesuatu mengeras dibawah sana.
"Surat perjanjian itu sudah kita sepakati bukan?" tanya Kim membuka satu-persatu kancing baju Yoona perlahan-lahan, "aku master-nya. Dan kau masokisku. Dengan kata lain, aku yang memimpin permainan, "pahanya dibuka lebar didalam air sehingga Yoona terkejut, "dan kau mengikuti permainanku."
**
*Diminta mandi bareng, ternyata nyebur ke kolam! 🤦
KAMU SEDANG MEMBACA
Hit Me One More Time | Kim Namjoon x Im Yoona
FanfictionKim Namjoon, pria tangguh yang dihormati semua rekan seperjuangannya atas jasanya menyelamatkan suatu tragedi, hanyalah orang yang berjuang untuk memperbaiki dirinya sendiri. "Dia mantan agen NIS yang kacau! Bisakah kau menjauhinya, Yoong?" Yoona me...