Yoona tak pernah mengira bahwa sebuah lilin akan bisa memberikan rasa sakit yang hampir setara rasanya dengan diiris sebilah pisau.
Ia menegang manakala lilin itu terus-menerus menumpahkan lelehan pada perutnya sementara shibari ropes meliliti seluruh tubuh dan lengannya. Kim menikmati pemandangan mengerikan tersebut, melihat Yoona menderita yang tak bisa berteriak sedikitpun karena mulut mungilnya juga dibungkam. Dalam waktu sekejap hawa panas mengelilingi Yoona tanpa bisa dicegah. Lilin itu hanya disangga dua buah tali sehingga jika ada sedikit saja guncangan, maka benda tersebut akan jatuh dan menyebabkan tubuh Yoona terbakar.
Tetapi, tak nampak kecemasan di wajah Kim sama sekali. Satu alisnya terangkat tinggi ketika Yoona menghujamnya penuh amarah dan lidahnya menyapu sudut bibir jika Yoona memberi isyarat agar Kim menolongnya.
Pria itu mendenguskan tawa seraya mengitari tubuh tak berdaya dihadapannya dan berhenti sambil melipat tangan.
"Kitten, jika saat ini kau sudah jatuh cinta padaku dan mengharapkanku untuk menolongmu, maka aku harus minta maaf untuk itu," katanya diliputi ketenangan, "aku suka melihat wanitaku menderita. Itu adalah sisi buruk yang tidak pernah bisa kukendalikan."
Ada puluhan pertanyaan memenuhi benak Yoona sekarang. Dia tak ingin percaya bahwa Kim yang dikenalnya akan begitu tega menyiksa dirinya sedemikian rupa mengingat beberapa kali Kim sangat memanjakan Yoona dengan harta dan sentuhannya.
Kim memang tak bisa diduga. Dia sakit,dan seharusnya dari awal Yoona tak menyandarkan diri pada pria itu seolah mereka adalah sepasang kekasih yang normal. Dia sedikit merutuki dirinya sendiri mengapa bisa dengan mudah menganggap dirinya bisa menangani seorang Kim.
"Keep whining.That's how you turned me on."(Teruslah merengek. Itulah bagaimana kau membuatku terangsang.)
Hanya gumpalan suara teredam yang bisa Yoona keluarkan ketika akhirnya lilin tersebut jatuh dan menyentuh permukaan perutnya yang mulus. Api sempat merebak dan menyebabkan kulit Yoona melepuh selama beberapa saat sampai ia menyadari Kim tidak bergerak untuk menolong sehingga Yoona terpaksa memiringkan tubuhnya susah-payah agar lilin jatuh keatas lantai.
Tepat ketika akan menyentuh karpet, lilin itu ditangkap oleh Kim dan diitupnya hingga mati. Yoona melihatnya penuh kengerian.
Apa yang ia coba temukan dengan membiarkan lilin kecil membakar kulit Yoona?
"That's my girl. Ayo lakukan yang lain lagi."
Apa? Yoona mengernyitkan dahi. Tubuhnya baru saja pulih dari luka cambuk dan sekarang sebuah lilin baru saja menyakitinya. Yoona tidak punya cukup tenaga jika bahkan Kim hanya memintanya berhubungan. Ia lelah secara fisik, mungkin juga mental.
"Kau tahu? Aku pernah mencoba membuat tatto dengan pisau favoritku. Sayangnya kekasihku yang dulu sudah mati kehabisan darah sebelum aku sempat menyelesaikan huruf terakhir. Bisakah kita mengulang hal yang sama?"
Penutup mulutnya dibuka dan Kim membopongnya ketas ranjang. Kedua tangannya hendak dirantai dikedua sisi ranjang karena Yoona melihat Kim bergerak kearah tiang yang menyampirkan berbagai jenis borgol serta sebilah pisau. Hidupnya mungkin akan selesai malam ini jika Yoona tidak melawan. Maka dengan itu, ia memaksa dirinya merangkak menuruni ranjang dengan luka bakar yang menyengat dan bergegas membuka laci nakas disamping. Terburu-buru Yoona mengeluarkan sebuah botol semprot darisana dan menghampiri Kim pelan-pelan.
Chlorophyll spray. Dokter Yoongi yang memberikan obat bius cair tersebut untuk berjaga-jaga jika Yoona berada dalam kondisi sulit. Ia menerimanya dengan keyakinan mutlak bahwa spray tersebut tidak akan pernah berguna. Tetapi malam ini, akhirnya dia memutuskan untuk menggunakannya.
Ketika Kim berbalik, Yoona menyemprot wajahnya dengan cepat. Pria itu menjadi sangat marah sehingga ia menarik rambut sang submisif dan menyeretnya kembali keatas ranjang.
"Tidak! Kim, aku mohon, kau menyakitiku!"
"Kapan aku tidak menyakitimu?" tanyanya masih dengan intonasi rendah. Meski wajahnya merah padam karena menahan amarah, suaranya masih stabil dan rautnya kembali terlihat dingin.
Ia tampak seperti seorang psikopat saat ini.
Lalu pertanyaan Kim barusan membuat Yoona merenung didalam kesakitannya. Ia memegangi kulit perutnya yang melepuh sambil tertampar kenyataan. Kim memang selalu menyakiti dirinya, jadi mengapa ia harus memberontak?
Mungkin karena kadar rasa sakit itu sudah mencapai batas sehingga Yoona nyaris menganggapnya sebagai suatu tindakan kriminal? Atau karena ia membandingkannya dengan Namjoon yang memperlakukannya selembut kapas?
Yang jelas Yoona tidak ingin tubuhnya terluka lagi malam ini. Jadi dia mulai memberontak kembali saat Kim sudah memborgol satu lengannya diatas ranjang.
"Siapa yang mengajarimu melawanku Yoona?!" tanya Kim akhirnya mulai terganggu. Rasa kantuk mulai menyerang dengan hebat saat Yoona mendorong tubuhnya ke pinggir ranjang.
"Aku tidak akan menyebut nama," kata Yoona susah-payah membuka borgol itu sebelum menjauh, "kau harus tidur agar tidak menyakitiku lagi."
"Apa maksudmu dengan tidur!?" kali ini Kim terdengar berang. Dia menarik kembali Yoona kedalam rengkuhannya dan memenjarakan wanita itu dengan kedua lengannya yang besar.
"Kim-"
"Apakah tidur bagimu berarti aku harus menghilang dari dunia ini? Itukah keinginanmu?"
Meskipun sepertiga kesadaran Kim sudah menghilang, dia masih bisa menekan lengan Yoona yang belum terborgol sementara lengannya yang lain menggoreskan ujung pisau pada tulang selangka wanita itu sembarangan.
Kim urung mengukir nama pada permukaan kulit yang indah itu karena Yoona sudah mengatakan hal yang membuat hatinya jengkel. Sebagai gantinya ia menggores pisau itu tanpa pola untuk menyakitinya.
Darah mulai merembes dari tulang selangka, jatuh menelusuri pundak dan menghilang dibalik sprei mewah berwarna putih. Yoona tidak berteriak kesakitan. Ia menahannya setengah mati karena tahu sebentar lagi Kim akan ambruk.
"Aku tidak akan memberimu ampun malam ini, Yoona. Kau harus membayar karena telah menyakiti hatiku."
"Aku tidak menyakiti hatimu," jawab Yoona menahan dadanya yang berat, "Kau terlalu sensitif terhadap kata-kata yang dekat hubungannya dengan definisi menghilang, Kim."
Rasa kantuk yang semakin hebat mendera, lalu kemudian Kim jatuh begitu saja diatas tubuh Yoona. Bahkan wanita itu bisa mendengar napasnya sendiri yang terengah-engah, ia berusaha mengatur emosi ketika menyingkirkan tubuh kekar Kim dari dirinya.
Mata itu telah terpejam total. Ritme napas Kim terdengar sangat teratur. Akhirnya Yoona bisa meringis kesakitan ketika luka sayatnya terbuka lebar. Dia tak punya waktu untuk mengobati luka karena obat bius itu hanya dapat bertahan selama satu jam.
Dengan kondisi yang kacau lalu Yoona mencoba bangun dari ranjang. Ia berhasil bangkit duduk ketika tiba-tiba lengannya dicengkeram dari samping.
Yoona tergelak hebat, dia menoleh kearah Kim yang terpejam.
"K-Kim?" tanyanya gemetaran. Tetapi untungnya tidak ada tanda-tanda Kim masih mampu melakukan sesuatu padanya sehingga Yoona buru-buru menjauh darinya.
Malam ini sangat mengerikan. Yoona tidak ingin mengingat kejadian ini seumur hidupnya. Ia beringsut mengenakan pakaiannya dan meraih perban antiseptik untuk menyecap luka di tulang selangka. Lalu mengambil perban basah untuk menekan luka bakar di bagian perut. Terburu-buru ia mendapatkan ponselnya dan menekan sebuah nomor.
Panggilan tersebut diangkat pada dering ketiga.
"Ya? Ada yang bisa kubantu, nona Im?"
"Dokter Yoongi. Kurasa-kurasa kau harus datang ke kediaman Kim," Yoona menoleh kearah Kim yang terlelap,"aku tidak ingin meninggalkannya karena Namjoon mungkin akan muncul ketika dia sudah bangun. Tapi Kim benar-benar sudah melampaui batas malam ini. Kupikir dia mencoba membunuhku!"
**
*Jadi gua yang deg2an anjirr
KAMU SEDANG MEMBACA
Hit Me One More Time | Kim Namjoon x Im Yoona
FanfictionKim Namjoon, pria tangguh yang dihormati semua rekan seperjuangannya atas jasanya menyelamatkan suatu tragedi, hanyalah orang yang berjuang untuk memperbaiki dirinya sendiri. "Dia mantan agen NIS yang kacau! Bisakah kau menjauhinya, Yoong?" Yoona me...