12

767 119 23
                                    

Kabar mengenai pengangkatan selir baru Yang Mulia sudah menyebar di seluruh penjuru negeri.
Hampir setiap orang dalam kerajaan membicarakan hal itu, membuat sang selir agung merasa panas.

"Bagaimana bisa dia mengangkat seorang selir tanpa meminta pendapatku?!" Katanya dengan marah.

Sai memerhatikan ibunya yang masih saja terlihat kesal sedari tadi.

"Ayah sudah memberitahu sang ratu terlebih dahulu, Ibu."

"Panggil Ibunda! Sudah berapa kali aku bilang padamu?!" Bentaknya galak.

"Maafkan, Hamba. Ibunda."
Respon pemuda itu datar, Sai terlalu malas meladeni ibunya yang haus akan tahta itu.

Ino menatap putranya itu kesal, pemuda itu terlalu cuek dan datar.

'Dasar Uchiha!'

"Bagaimana pelatihan ilmu beladirimu?"

"Aku rasa kemampuanku sudah mulai meningkat, Ibunda."

Ino tersenyum bangga,"Bagus, kalau bisa kau harus melampaui Sasuke. Apalagi jika kau berhasil merebut tahtanya, ibunda pasti akan lebih senang."

"Aku tidak akan pernah bisa naik ke tahta itu." ucap Sai kalem.

"Ibunda yang akan mengusahakan hal itu terjadi, Sai. Kau hanya harus lebih banyak berlatih dan belajar."

"Aku tidak tertarik menjadi putra mahkota. Lagipula kak Sasuke jauh lebih pantas." Balas Sai membuat Ino emosi.

Sai kemudian berdiri dan membungkuk hormat, ia enggan berlama-lama berbicara dengan ibunya yang terus-terusan membahas hal yang serupa.

"Saya permisi, Yang Mulia."

Pemuda tampan itu pergi begitu saja, Ino menatap kepergian putra semata wayangnya itu dengan raut wajah sendu.

Sai tidak pernah mengerti bagaimana dirinya ingin sekali pemuda itu menjadi calon raja selanjutnya.

Di dalam kerajaan ini ada aturan di mana hanya putra mahkotalah yang berhak tinggal di istana. Pangeran kedua dan seterusnya hanya di ijinkan sampai umurnya menginjak 17 tahun. selepas itu, sang pangeran harus mau dipaksa menikah lalu pergi meninggalkan istana untuk hidup di luar istana utama. Meski tetap mendapatkan fasilitas yang hampir sama, tapi tetap saja rasanya akan berbeda.

Ino hanya tidak ingin Sai keluar dari istana ini meninggalkannya seorang diri dengan rasa kecewa yang tidak berkesudahan.

***

Hinata berjalan mengendap-ngendap mengitari pekarangan belakang paviliun besar itu. Dirinya sedang melakukan percobaan untuk melarikan diri setelah berhasil mengelabui Nanao si pelayan pribadinya.

Gadis itu menatap dinding yang menyekat mengelilingi paviliun yang ia tempati dengan kebingungan.
Pasalnya, dindingnya itu begitu tinggi dan terdapat hiasan batu yang sengaja dibuat runcing diatasnya.

Membuatnya menghela nafas kesal,"Bagaimana bisa aku melewatinya?!” tanya Hinata.

Gadis itu memcoba meloncat-loncat untuk melihat keadaan di luar, memastikan tidak ada prajurit yang menjaga area tersebut.

"Nona Hinata!" Teriak Nanao, wanita itu segera berlari tergopoh-gopoh untuk menghampiri Hinata.

Gadis itu memandanginya dengan jengkel, lagi-lagi dia harus kepergok. Ini bukanlah kali pertama ia mencoba melarikan diri, ini adalah percobaan yang kesekian. Dan semuanya selalu gagal.

"Apa yang anda lakukan disini? Tuan Kakashi mencarimu." kata Nanao halus.

"Aku mau pergi dari sini." Hinata menjawab jujur.

Selir : The Forbidden Love (Hinata Centric) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang