04. Starting a Fake Relationship

2K 420 267
                                    

Nggak biasanya mas Damar telat menjemput. Mau kutelepon, takutnya dia lagi di jalan. Mas Damar itu orangnya panikan dan selalu berusaha menepi tiap kali ada yang telepon di tengah jalan. Bayangkan kalau pas kutelepon, dia langsung banting setir ke tepian tanpa noleh kiri kanan. Bisa-bisa ....

Woaahh! Jangan bayangin yang jelek-jelek! Lebih baik positive thinking. Toh telatnya baru lima menit.

Ting!

SMS masuk! Mungkin dari mas Damar.

RAKA
Nana-chan, kalau udah sampai rumah, miskol, ya. Raka mau telpon.


Ternyata ... si O'on.

AKU
Nana masih di gerbang, nunggu jemputan. Klo Raka mo telpon, sekarang aja.

RAKA
Oh! Klo gitu Raka samperin di gerbang, deh. Tunggu bentar ya, Nana-chan.


Nana-chan gundulmu! Meski maniak jejepangan, tetap aja aku ngerasa aneh dipanggil pakai akhiran '-chan' kayak cewek Jepang. Dasar Raka alay.

Tapi memang, sih. Sejak sering ngobrol dan nge-brunch bareng, cara kami berkomunikasi jadi makin santai dan kadang bisa dibilang ... alay. Panggilan 'aku-kamu' nggak lagi dipakai karena berubah jadi 'Nana-Raka'. Terdengar cute untuk yang lagi pacaran, tapi untuk aku dan Raka yang cuma teman nge-brunch, kesannya jadi alay.

Raka belum terlihat batang hidungnya. Kuharap dia mau memundurkan jadwal pulang dan menemaniku nunggu mas Damar. Gimana-gimana, bengong sendirian itu nggak enak. Mending bengong rame-rame.

Maksudku ... mending nggak bengong karena ada yang nemenin.

"Yuhuuu, Bananaa!"

Dan dari sekian banyak murid yang kuharap bakal nemenin, yang satu ini benar-benar di luar nominasi.

Kakak kelas sebesar gorila itu menjatuhkan bokongnya di bangku beton tempatku duduk. Posisi duduknya nempel banget ke aku. Nyaris nggak berjarak. Padahal masih banyak tempat sisa di bangku ini.

"Woi! Jaga jarak, woi!" Belum sempat kuperingatkan dia, tangannya yang segede batang pohon itu langsung mendarat di atas sandaran bangku, tepat di belakang kepalaku.

Ampun deh, bau keteknya! Benar-benar mencemari udara.

"Tumben Banana belum pulang," cengirnya.

Aku menggeser pantat menjauh, karena lama-lama bukan cuma bau ketek aja yang menyiksa hidungku. Begitu dia buka mulut, bau rokok langsung menyebar kemana-mana. Nyampur sama bau ketek, lagi.

JIJAAAY! Sumpah jijay banget!

Meski basa-basinya nggak kutanggapi, mulut baunya tetap nyablak, "Gimana kalau mas Surya aja yang nganterin kamu pulang?" Lagi-lagi dia bergeser mendekat.

Kujawab dengan memunggunginya dan memencet hidung. Sikapku ini memang nggak sopan banget. Tapi aku nggak merasa perlu sopan sama cowok yang nggak tahu sopan santun kayak Surya.

"Uluh uluuuhh, Bananaku sok malu-malu. Lucuknyaaa."

Setan satu ini benar-benar minta dirukiah. Sampai sekarang aku nggak tahu gimana caranya lepas dari godaan syaitan yang terkutuk ini. Kenapa sih, dia hobi banget menghantuiku?

Surya, kelas 12. Playboy sekaligus badboy. Termasuk siswa berprestasi, kalau gonta-ganti pacar sebulan sekali bisa disebut prestasi. Padahal tampangnya serem bin mesum, tampilannya kayak anak berandalan. Jadi gimana dia bisa menggaet banyak cewek? Itu karena ayahnya anggota dewan. Iya, anggota dewan! Yang digaji besar buat bobok siang di ruang sidang. Cewek mata duitan mana yang nggak mau dikencani pakai modal duit rakyat? Minta apa aja, bakal dituruti sama syaitan satu ini.

Me and My Dear BrunchmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang