05. The Universe Has My Back

1.9K 366 174
                                    

"Masbro, piye kabare (gimana kabarnya)?" sapa Yudhistira--sepupuku--lewat telepon semalam. "Sudah kerasan di Surabaya?"

"Sudah, dong."

"Pasti karena nemu gebetan, haha!"

Asem tenan! Kenapa dia bisa tahu, ya? Aku kan nggak pernah cerita ke siapa-siapa soal Nana-chan.

Jangan-jangan ... Yudhis memang bisa baca pikiran. Sering lho, dia mengomentari sesuatu yang nggak kuungkapkan. Tapi tiap ditanya soal kemampuan membaca pikiran, dia cuma cengengesan nggak jelas.

"Kapan-kapan main ke Surabaya, ya," tawarku.

"Boleh. Nanti sekalian kuajak Kirana."

Ajaib. Waktu Yudhis menyebut Kirana, aku merasa biasa-biasa saja. Nggak ada gejolak kekecewaan yang biasa muncul tiap kali namanya disebut. Sepertinya patah hatiku memang sudah tersembuhkan, dan semua itu berkat Nana-chan.

Nggak salah lagi. Pasti Nana-chan yang membuatku move on dari Kirana. Gimana enggak? Semua kriteria cewek idamanku ada di dia. Manis, enak diajak ngobrol, mirip cewek anime, wibu pula. Selain itu, keterampilannya sebagai istri nggak perlu diragukan, terutama soal memasak. Bekal buatan Nana-chan selalu enak, membuatku merasa jadi suami yang paling beruntung.

"Suami? Sejak kapan, Yoshizawa?"

Sejak kuputuskan secara sepihak.

Iya, iya, optimismeku memang kelewatan. Tapi orang yang sedang mengejar mimpi nggak boleh pesimis, karena semesta hanya berkonspirasi mendukung mereka yang optimis. Jadi aku harus yakin, Nana-chan bakal jadi istriku suatu hari nanti.

"Bravo, Yoshizawa!" puji akal sehatku. "Tapi optimis saja tidak cukup. Usaha juga perlu."

Karena itu, aku sudah menyusun langkah-langkah strategis untuk mencuri hati Nana-chan biar hubungan kami nggak terus-terusan sebatas teman nge-brunch.

Langkah pertama, menceraikan Miku-chan, istri virtualku. Semua koleksi foto dan posternya sudah kusingkirkan, tinggal diganti dengan foto Nana-chan.

Bye bye dunia dua dimensi. Saatnya fokus ke dunia nyata.

Langkah kedua, menyuplai Nana-chan dengan camilan kesukaannya. Dia bilang suka Pocky dan susu rasa stroberi. Karena (calon) istriku itu sudah membuatkan bekal cinta dengan sepenuh hati, sebagai (calon) suami yang baik, aku harus menafkahi dengan baik pula. Nggak berlebihan, kan, kalau tiap bulan kukasih dia sekardus Pocky dan susu stroberi? Aku rela, kok, lebih sering bantu-bantu di workshop bapakku buat tambahan modal beli Pocky.

Membayangkan reaksi gembira Nana-chan menerima berkotak-kotak Pocky, benar-benar memompa semangat. Sosok mungilnya yang langsing itu muncul begitu saja dalam pikiran, sedang menatapku dengan mata bulat yang berbinar-binar. Dua tangannya terkepal menumpu dagu. Pipi putihnya merona setengah menggembung. Bibir merahnya mencebik lucu, lalu dengan suara menggemaskan dia berkata ....

"Daisuki (suka banget)." Matanya mengerjap dua kali. Berkali-kali juga nggak apa-apa. "Raka-kun, daisyuki da yo (syuka banget sama Raka-kun)."

Kawaaaiii (imutnyaaa)! Sama seperti Sanji di komik One Piece yang selalu mimisan tiap lihat cewek seksi, lubang hidungku ini rasanya juga mau memuncratkan darah.

Langkah ketiga, aku bermaksud mendapatkan kembali komik Tsubasa Reservoir Chronicle milik Nana-chan yang disita BK. Kemarin sudah kutanyakan ke bu Astuti, tapi pihak BK sepertinya nggak berniat mengembalikan barang-barang sitaan.

Me and My Dear BrunchmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang