°Nyonyo°

7.8K 846 61
                                    


Jeno duduk di sofa depan TV sambil meregangkan tubuhnya. Agaknya ia kelelahan pas di sekolah tadi ia sparing basket ditambah pulangnya ia harus mengurus sang adik.

Untungnya sekarang ia bisa bersantai karena adiknya sudah terlelap di kamar mereka. Kini waktunya untuk Jeno merebahkan diri dan beristirahat barang sejenak. Ia sampai tak sadar kalau sudah tertidur disofa.

Sore harinya si kecil bangun, Haechan mengusap usap matanya lalu mengedarkan pandangannya kesekitar. Ia beranjak turun dari kasur dan berjalan keluar kamar.

"Nyonyo!"panggil Haechan dengan suara serak khas bangun tidur.

Sampainya di pangkal tangga ia menuruni satu persatu anak tangga itu dengan susah payah. Kaki kecilnya berusaha menapaki anak tangga yang lumayan tinggi untuk ukuran balita sepertinya. Ketika sampai di bawah, ia berkeliling ke seluruh penjuru mencari sosok sang kakak yang sedari tadi tak ia lihat.

Ruby si peliharaan pun langsung mengekor dibelakang bocah itu saat melihat langkah kecilnya menuju ke dapur. Namun nihil, sang kakak tidak berada di sana.

"Lubi? Lubi liat Nyonyo?"tanya bocah itu pada si anjing.

Ruby yang seakan mengertipun langsung mendorong pelan tubuh sang tuan mudanya dengan kepalanya. Akhirnya mereka menemukan Jeno yang masih tertidur pulas di sofa depan TV.

"Nyonyo bobok Lubi, Nyonyo pati capek"bocah itu menatap si kakak dengan pandangan sendu. Di usapnya surai Jeno dengan tangan mungilnya. Tak lupa juga Ruby yang duduk patuh tak jauh di sebelahnya.

"Uuuhh, Didat Nyonyo Panas. Nyonyo cakit yaw?"lirih Haechan saat merasakan suhu panas di wajah Jeno.

"Lubi!! Nyonyo cakit!"pekiknya namun masih tergolong pelan.

Guk! Guk!

"Sssuttt jangan belicik"bocah itu meletakan jari telunjuknya di bibirnya menghadap Ruby, memperingati anjing itu untuk tidak berisik.

Sejenak Haechan termenung, apa yang harus dia lakukan. Melihat wajah teduh namun sedikit pucat sang kakak yang sedang sakit. Hingga ide muncul di kepalanya. Ia berlari menuju dapur dan membuka lemari piring yang masih bisa di jangkau oleh tangannya.

Haechan lalu mengambil mangkuk berukuran sedang namun masih harus dipegang oleh kedua tangannya. Ia berjalan ke arah kulkas dan mengambil botol berisi air dingin. Setelah menuangkan air itu ke dalam mangkuk ia kembali ke tempat Jeno tidur.

Matanya membulat, ia lalu meletakkan mangkuk berisi air dingin itu ke atas meja lalu berlari menuju tangga. Kaki mungilnya berusaha menaiki tangga yang bahkan dengan susah payah. Karena biasanya ia akan naik atau turun dengan di gendong oleh Jeno atau sang ayah.

Haechan masuk kekamarnya dan membuka lemari pakaiannya, tak berapa lama ia akhirnya menemukan kaus dalam miliknya untuk mengompres sang kakak. Saat sempat berlari keluar kamar, bocah itu kembali lagi dan menarik selimut tebal di tempat tidurnya. Siapa sangka anak sekecil Haechan mengingat setiap perlakuan Taeyong saat ia merawatnya yang sedang sakit tempo hari.

Brugh!!

Bocah itu meringis saat tubuhnya tertelungkup karena kakinya terlilit selimut yang ia tarik. Tak menyerah ia akhirnya menarik lagi selimut itu dengan perlahan sampai ia berhasil menuruni anak tangga.

Akhirnya perjuangannya berhasil, dengan nafas tersengal sengal akibat terlalu banyak berlari ia sampai di sofa depan TV. Tempat dimana sang kakak tertidur.

Tangan mungilnya bergerak membawa selimut tebal tersebut untuk menutupi tubuh Jeno, dari kaki sampai batas dada. Dan setelah itu ia mencelupkan kaus dalam miliknya ke dalam mangkuk berisi air dingin dan memerahnya sampai menjadi lembap lalu ia tempelkan di kening sang kakak.

Baby BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang