Bagian I : Bab 7 - Berpaling dari Jerusalem ke Mekah

6 0 0
                                    


"Maka tidak pernahkah mereka bepergian menjelajahi bumi, sehingga hati mereka dapat mempelajari hikmah dan telinga mereka dapat belajar mendengar? Sesungguhnya bukan mata mereka yang buta, melainkan yang buta ialah hati mereka yang di dalam dada." - (al-Qur'an, al-Hajj, 22:46)

[Maka tidak pernahkah mereka bepergian menjelajahi bumi sehingga hati mereka yang mati dapat hidup, sehingga dengan hati dan pikiran tersebut, yang sekarang hidup dari dalam (secara internal) mereka dapat mempelajari hikmah dan telinga mereka dapat belajar mendengar dengan pendengaran internal? Sesungguhnya bukanlah mata mereka yang buta, melainkan hati mereka yang ada di dalam dada.]

Sarjana religius Yahudi mengenali hubungan umat Yahudi dengan Tanah Suci, Kota Jerusalem, dan Tempat Ibadah Sulaiman (alayhi salam), sebagai hal-hal yang berhubungan dengan hakikat "keimanan".

Sebagai akibat dari keyakinan tersebut, mereka menyimpulkan bahwa Agama Yahudi akan selalu tetap tidak lengkap tanpa dan hingga umat Yahudi kembali ke Tanah Suci yang dibebaskan, merestorasi Negara Israel dengan Jerusalem Suci sebagai ibu kota negara, dan membangun kembali Tempat Ibadah Sulaiman (alayhi salam).

Zionisme tidak memiliki kaitan sakral dengan Tanah, Kota, atau Tempat Ibadah tersebut. Kaitan Zionis hanya berlandaskan pada kepentingan politik, sejarah, sekulerisme, dan kenegaraan.

Sementara itu, al-Qur'an menyatakan bahwa inti agama terletak pada "iman" (dan perbuatan baik) - "iman" pada Allah Maha Tinggi, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul atau Nabi-nabi-Nya, Hari Akhir,
Hari Kebangkitan dan Penghakiman, surga dan neraka, dll. Allah Maha Tinggi adalah "Kebenaran‟ (al-Haqq). "Iman" berada dalam hati manusia. Saat "iman" dicapai, maka

"Kebenaran" memasuki hati! Allah Maha Tinggi lebih besar dari suatu tanah, kota, atau tempat ibadah.

"Langit-Ku dan bumi-Ku terlalu kecil untuk memuat Aku, tetapi hati hamba-Ku yang beriman cukup untuk memuat Aku." - (Hadits Qudsi)

Ketika Nabi Terakhir (shollallahu alayhi wassalam) datang ke dunia, sarjana- sarjana religius Yahudi tidak mampu secara formal mengenalinya sebagai seorang Nabi karena keterikatan mereka dengan "bentuk luaran (eksternal)" dari agama dan tidak sampai pada pengenalan "hakikat dalaman (internal)" dari agama.

Muhammad (shollallahu alayhi wassalam) adalah orang Arab, bukan orang Yahudi, dengan demikian, mereka berargumen, dia tidak mungkin seorang Nabi bagi umat Yahudi. Setelah kedatangan Nabi (shollallahu alayhi wassalam) di tengah-tengah mereka di Tanah Hijaz di Kota Yatsrib (sekarang Madinah), dia (shollallahu alayhi wassalam) berpuasa bersama umat Yahudi pada hari-hari mereka berpuasa dan sesuai dengan aturan Taurat (yakni dimulai saat matahari terbenam hingga matahari terbenam lagi). Dia (shollallahu alayhi wassalam) juga menunaikan ibadah sholat menghadap ke arah Jerusalem. Ketika tujuh belas bulan berlalu, menjadi jelas bahwa umat Yahudi tidak hanya menolak Muhammad (shollallahu alayhi wassalam) sebagai seorang Nabi Allah Maha Tinggi dan al-Qur'an sebagai Firman Allah Maha Tinggi tetapi mereka juga berkonspirasi untuk menghancurkan kesatuan dan kekuatan komunitas Muslim, Allah Maha Tinggi memerintahkan Nabi berpaling dari arah Jerusalem ke arah Mekah dalam sholatnya.

Pengubahan Kiblat (arah sholat) ini mendorong umat Yahudi membuat banyak komentar yang mengecam. Itu adalah penghinaan bagi mereka yang menolak Islam sehingga pengubahan tersebut sudah seharusnya terjadi karena mereka percaya bahwa hakikat agama terletak di Jerusalem. Al-Qur'an merespon kecaman mereka:

"Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan berkata, "Apa yang telah memalingkan mereka dari Kiblat yang biasanya?" Katakanlah, "Milik Allah-lah Timur dan Barat, Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia Kehendaki ke jalan yang lurus." - (al-Qur'an, al-Baqarah, 2:142)

Al-Qur'an menyatakan umat Yahudi menjadi begitu terikat pada kepercayaaan yang salah bahwa Jerusalem adalah inti dan pusat keimanan yang tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang dapat mengubahnya:

Jerusalem in the Qur'an [Buku Terjemahan]Where stories live. Discover now