sixteen ; winner and loser.

17K 1.7K 218
                                    

Setelah lima hari—Renjun pun akhirnya pulang. Lebih tepatnya, dirinya dipaksa untuk pulang oleh Jeno dan Jaemin.

Jungwoo sempat berdebat setengah jam dengan keduanya dengan bentakan yang cukup tak enak didengar oleh Renjun, makian - makian meluncur dengan bebasnya disertai dengan atmosfer yang mencekam. Keputusan akhir yang mereka dapat adalah—Renjun diijinkan pulang, tetapi dengan syarat Jungwoo harus selalu menjenguknya setiap hari.

Mau tak mau Jeno dan Jaemin juga memperbolehkannya saja. Pihak rumah sakit juga tak mungkin mengosongkan paksa lorong tempat Renjun sakit selama dua minggu lamanya—akhirnya Pemuda Huang itu diperbolehkan pulang selama Jungwoo ada untuk menjaganya.

Jungwoo menatap limosin yang melaju—perlahan - lahan meninggalkan rumah sakit setelah selesai membereskan barang - barang milik Renjun. Sebenarnya dokter itu cukup khawatir dengan keadaan pemuda itu—Renjun memiliki imun yang lemah, proses penyembuhannya tidak bisa secepat orang - orang pada umumnya dan cenderung bisa memiliki infeksi jikalau salah memberikan penanganan sedikit saja.

Tapi setidaknya—melihat lelaki itu bisa bertahan hidup dari segala hal yang sudah ia alami selama ini. Renjun yang terlalu naif bagi dunia ini—Renjun yang sama seperti beberapa tahun yang lalu. Pemuda malang yang harus terjebak di keadaannya sekarang karena orangtuanya yang tak pernah puas dengan hartanya.

-----

"Tuan Na, Renjun sejak kemarin tidak bisa menelan apapun. Ia terus memuntahkan makanannya."

Arseno bangkit dari duduknya yang membuat maid itu sedikit berjengit. Atmosfer terasa mencekik kerongkongan walau ia tak melakukan kesalahan apapun, aura milik si Na memang kentara sekali dominan; begitu menakutkan dan bagai sembilu yang menusuk hati.

"Kau sudah berikan obat yang dokter berikan padanya?" Tanya Arseno sembari membuka pintu, "Sudah, Tuan. Sesuai dosis dan tepat waktu,"

Lelaki itu pun pergi menuju kamar si Huang, entah apa yang terjadi dengannya sehingga terus memuntahkan makanannya. Sengaja atau tidak, Jaemin ingin tahu.

Cklek!

Pintu ia buka, pandangannya langsung tertuju pada Renjun yang masih bergelung selimut—pandangan sayu pemuda itu tertuju pada televisi besar yang sengaja Jeno belikan padanya kemarin. Iya, tidak salah baca—Jeno Lee membelikannya televisi raksasa untuk Renjun. Pemuda itu mampu membuat seorang Lee Jeno memberikan segalanya baginya.

"Angel?" Suara berat si Na mengalun yang membuat kelopak itu mengerjap sebentar lalu mengarahkan atensinya padanya. "Kudengar kau memuntahkan makananmu lagi, ada apa?" Tanya Jaemin sembari mendudukkan dirinya pada sisi ranjang, menyentuh kening pemuda itu yang cukup hangat. "Ini biasa. Imunku memang lemah dan jikalau minum obat efek sampingnya akan muntah," Suara serak Renjun mengalun sembari kembali menonton siaran kartun pada televisi, "Aku takkan mati dengan cepat jika kau masih membutuhkanku, tenang saja."

Perkataan itu sedikit menusuk bagian kecil di dalam Jaemin, perasaan bersalah itu muncul kembali—ia tak tahu harus melakukan apa untuk mengembalikan segalanya yang telah ia perbuat. Ia bahkan tak peduli lagi dengan alasan utama ia menyekap Renjun disini... ia cuma ingin pemuda itu selalu bersamanya, itu saja.

"Aku akan panggil Jungwoo kemari lagi. Kau bisa bercerita kalau ada keluhan lagi, Angel." Kata Jaemin sembari merapikan rambut lepek lelaki itu. Rasa takut memang masih menjalari hatinya kala dekat dengan kedua mafia itu, tetapi ia berusaha menahannya walau kadang imbasnya kadang ia suka tak sadar menahan nafasnya sendiri atau tubuhnya mendadak bergetar dan lemas. Ia harus selalu bersikap defensif didepan keduanya walau keadaan tubuhnya memang tak memungkinkan. Karena... tak mungkin bukan mereka tak memiliki alasan khusus karena tiba - tiba berbaik hati padanya seperti ini? Kedua iblis gila itu penuh kejutan apalagi di keadaan tubuhnya yang memang lemah seperti ini.

interfectorem | norenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang