nine ; mercy.

29.7K 2.4K 409
                                    

"Wow, sialan. Kalian menggarapnya sampai seperti ini?" Jungwoo menatap tubuh Renjun yang benar - benar diluar dugaan. Bibir terluka, pipi lebam, hickey dimana - mana, punggung penuh cambukan. Ia melirik kearah Jeno dan Jaemin yang hanya menatapnya datar, biasanya mereka tak pernah sampai seperti ini dengan partnernya-ya kecuali memang Renjun membawa pengaruh kepada mereka dan membuat mereka marah. Biasanya, jikalau mereka marah mereka akan langsung mengeksekusi begundal - begundal itu dengan sekali tembakan telak pada dahi.

"Menurutmu? Cepat obati dia!" Jawab Jeno kesal sembari menyalakan pemantik api, rasanya si Dokter Kim ingin menyalakan pemantik itu dan melempar ke muka dua bajingan yang menatapnya dengan tatapan datar itu. "Wow sabar Tuan Lee, semua harus dilakukan perlahan dan hati - hati. Dimulai dengan suhu-," Perkataan Jungwoo terputus kala jemari tangannya sampai di dahi Pemuda Huang yang berkeringat dingin. Sialan, panas sekali! Bahkan, demamnya lebih tinggi dari kala kemarin Jeno mencambuknya.

"Ambilkan termometerku," Perintah Jungwoo, Jaemin mengambilkannya dari tas putih milik si dokter. Si Kim itupun mengukur suhu tubuh si Huang yang menggigil-angka tiga puluh sembilan muncul setelahnya. Pantas saja panas sekali.

"Demamnya cukup tinggi-ambilkan kompres untuknya," Perintah Jungwoo, Jaemin pun mendorong Jeno untuk melakukannya sementara si surai pirang hanya menatapnya dengan tatapan protes-ya, tetapi ia tetap berjalan keluar mengambilkan kompres.

"Aku akan memberikan dua salep untuk luka - lukanya. Ia perlu dirawat dengan baik dan kalian tak boleh melakukan apapun padanya sebelum ia sembuh total! Aku akan mengecek keadaannya lagi besok." Seloroh Jungwoo sembari mengambil perlengkapannya, ia harus datang kembali besok karena kedua anak nakal itu tidak bisa diberi kepercayaan soal Renjun. Ia menatap Pemuda Manis itu dengan senyum kecut, sebenarnya ia tak tega juga pemuda polos itu harus terjebak disini.

Bagaimanapun juga, Renjun hanyalah seorang lugu nan manis yang terperangkap dalam jerat dua belenggu iblis yang memiliki kuasa penuh atas dirinya.

Dokter pribadi Jeno dan Jaemin itupun menyelimuti Renjun sebelum pergi. Jaemin menunggunya didepan pintu karena ia ingin mengawasi malaikat kecilnya itu-samar - samar mereka dapat mendengar suara lirih Renjun dalam tidurnya,

"Ayah...Ibu...bawa aku pulang.."

----

Jaemin tak mengerti.

Ia benar - benar tak mengerti soal perasaan ini.

Anomali.

Ia menatap wajah manis berbasuh peluh itu. Ada sedikit perasaan menyesal dihatinya-tapi ia baru saja menyadari pendirianya sendiri, no mercy. Cih, apa yang kau harap dari dunia? Belas kasih yang cuma - cuma?

Belas kasih?

Berbicara soal belas kasih-Jaemin muak mendengarnya. Sebagai seorang anak, ia tak pernah merasakan belas kasih. Afeksi? Jangan pernah tanyakan hal itu-itu hanyalah fiksi belaka bagi dirinya. Ia malas untuk mengakui memiliki orangtua yang membesarkannya-karena justru mereka tidak membesarkannya, tetapi menghancurkannya. Mereka cumalah orang - orang haus nafsu tanpa memikirkan apa yang telah mereka perbuat-yah, boleh dibilang Jaemin sebenarnya adalah seorang anak yang tidak diinginkan.

Oleh karena itu-dirinya benci setengah mati dengan kata belas kasih. Tapi melihat Renjun dengan keadaan seperti ini-lihat, betapa menyedihkannya dirinya. Ia membutuhkannya-sekali ini saja, there's mercy in here.

Just a mercy.

Cuma Huang Renjun yang bisa memberikan belas kasih di rumah berdarah ini. Dan apa katanya tadi-ia ingin pulang? Setelah dengan menebar belas kasih disini? Jaemin mengelus surai ash grey itu, sebenarnya ia kurang suka warna seperti ini-ia lebih suka warna gelap. Asal Renjun yang mempunyainya-semua terasa lebih indah, bukan? Jemarinya mengelus lebam yang sudah diberi kompres beberapa saat yang lalu-ia tertawa, berlawanan dengan suasana canggung yang mencekam relung hati.

interfectorem | norenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang