extra one ; hugs.

10.2K 766 52
                                    

Sudah berapa lama hujan turun?

Renjun tidak ingat benar, gerutuannya bertambah setiap ia mendengar suara guntur yang semakin keras. Jeno ada di sampingnya, dengan satu tangan merangkul pundaknya—dan tangan satunya sibuk mengetik di laptop. Lagi-lagi Renjun berdecak, kenapa pacarnya yang ini sibuk sekali, sih?!

"Jeno!" Renjun bersungut. Ia menempelkan dahinya pada lengan si Lee, tetapi Jeno tidak bergeming—justru hanya membalas panggilannya dengan gumaman halus yang membuat Renjun semakin kesal. "Sudahlah, aku akan ke tempat Jaemin saja!" Ancamnya sembari bangkit dari duduk, lelaki yang sedari-tadi sibuk dengan laptopnya pun tertawa, ia menatap pemuda yang menatapnya dengan kesal itu.

"Aku mendengarmu, Angel. Sabarlah sedikit, lagipula sekarang masih hujan, kan?" Jeno mengusap-usap pergelangan tangan kekasihnya itu. Sementara si Huang hanya jengah dengan segala mulut manisnya. Berapa lama lagi hujan turun dan ia harus menunggu?!

"Aku benci hujan!" Katanya sembari menghentakkan kaki. Jeno tertawa lagi, lelaki itu benar-benar gampang sekali merajuk akhir-akhir ini. Apalagi, semenjak mengunjungi makam orangtuanya seminggu yang lalu.

Jeno dan Jaemin membuatnya, makam kosong yang sengaja mereka buat untuk Renjun. Kedua lelaki itu sudah memikirkan skenario terburuk ketika mengajak Renjun ke sana minggu lalu—tetapi pemuda itu justru tidak bereaksi  seperti apa yang mereka pikirkan. Renjun hanya diam, menunduk, mengusap nisannya, lalu setelahnya mengucapkan terimakasih dengan pelan.

Pemuda Huang itu tahu, jelas tahu benar kenyataannya bahwa tempat itu kosong. Tetapi seperti yang ia bilang sebelumnya, ia sudah merelakan. Semuanya sudah terjadi dan tidak bisa berubah. Walaupun ia tak bisa melupakannya, tetapi setidaknya—ia harus berusaha agar tidak terlalu terbayang-bayang masa lalunya.

"Peluk aku." Kata Renjun dengan manja, tetapi melihat Jeno kembali sibuk dengan laptopnya—ia kembali berdecak. Semenjak keluar dari rumah sakit, Jeno lebih memilih untuk melanjutkan perusahaan Ayahnya, sementara Jaemin, masih dengan organisasi gelapnya  yang ia bangun sejak dulu. Tidak apa, sebenarnya. Yang Renjun sayangkan cuma satu, keduanya sangat sibuk!

Karena atensinya terlalu berpusat pada Jeno, ia tidak menyadari ada sepasang tangan yang melingkupi pinggangnya—dan mengecup pipinya dengan lembut. "Kenapa kau tidak memintaku saja untuk memelukmu?"

"Sialan!" Renjun berdecak kaget, sembari menyandarkan kepalanya pada dada bidang lelaki yang merengkuhnya itu—Jaemin. "Sejak kapan kau pulang?"

"Wah, kekasihku bahkan tidak sadar aku membuka pintu tadi?" Katanya sembari menggosokkan wajahnya pada ceruk leher si Huang. Sementara Renjun hanya menghela nafasnya, "Maaf."

Tetapi Jaemin mengindahkannya, ia terus menggosokkan wajahnya pada leher yang wanginya lembut itu. Jeno nampak sama sekali tidak terganggu, ia justru tetap melanjutkan pekerjaannya.

"Lihatlah dia." Renjun mencibir, menunjuk Jeno dengan dagunya karena tubuhnya dipeluk oleh si Na. "Sangat sibuk sampai diajak bicara pun susah!"

Si Na terkekeh, menatap Jeno yang masih sibuk dengan dokumen-dokumennya. Semenjak ia memutuskan untuk lebih mengurusi perusahaan, lelaki itu benar-benar sibuk sampai notasi tiga malam tidak menghentikannya untuk bekerja. "Tinggalkan dulu laptopmu, Jeno."

"Ya, ya, baiklah!"  Si Lee mematikan laptopnya dengan segera, menatap dua kekasihnya yang sibuk berpelukan di depannya. "Jadi kalian menyuruhku menutup laptop hanya karena ini?" Katanya sebal sembari berkacak pinggang. Renjun tertawa puas melihatnya.

"Lantas, apa yang kau tunggu?" Pemuda manis itu mengerling menggoda, "Tidakkah kau ingin bergabung sekarang?"

Jeno tersenyum, ia pun maju—merentangkan tangannya menabrak keduanya.

"Aw, sialan!" Jaemin sempat oleng dari tempatnya karena si Lee. Sementara Renjun tentu saja tidak terpengaruh, ada lelaki itu yang menahan di belakangnya. Mereka bertiga tertawa. Di tengah rumah yang luas itu, hangatnya tetap terasa—menaungi tiap-tiap kepala dengan afeksi yang berlebih di dalamnya.

Mereka bertiga mencari-cari kehangatan itu selama ini, kini—semua kehangatan itu selalu tercurah di setiap kepalan tangan mereka tiap harinya.

mari kita awali dengan yang pendek-pendek dan manis dulu hehehehehe :)

anyways, sebenernya, aku gak jago bikin extra chapter 😅jadi, aku pengen tampung ide-ide kalian yang mungkin bakal membantu buat merealisasikan extra-extra selanjutnya.

tolong tulis di sini, ya.

terimakasih, besok senin <33

interfectorem | norenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang