seven ; stopped.

22.8K 2.6K 94
                                    

[warning : vv long chapter. 2k++ word, jgn sampe gumoh ya, xixi.]

"Hey Renjun, kau pikir apa kesayangan mu itu akan menyelamatkanmu?"

Pertanyaan wanita itu menyentaknya dari kenyataan, jujur saja, rencana kaburnya gagal total. Ia mendesis kesal. Gara - gara wanita itu-semuanya hancur lebur. Kejadian entah beberapa waktu yang lalu benar - benar membuatnya gagal untuk pergi.

Huang Renjun hanya bisa berlari, entahlah seberapa lama lagi ia harus mampu berlari. Ia tak memilih langsung melewati jalan setapak karena itu akan mudah terlihat. Ia tak ingin menjadi santapan lezat Jaemin dan Jeno lagi. Setelah menempuh waktu sekitar dua setengah jam-ia sampai pada ujung hutan itu, perkotaan. Namun, ia berada di ujungnya.

Renjun terus berlari-menembus perkotaan sepi itu. Entah dimana, entah harus lewat mana. Dia tidak tahu. Setidaknya, ia sudah tau jikalau letak markas ini di dalam hutan yang ada di ujung perkotaan. Hebat sekali tidak ada penjagaan sama sekali didalam-Tuhan memang berpihak kepadanya, atau bagaimana?

Belum sempat Renjun memikirkan jalan untuk 'pulang', tiba - tiba ada seorang perempuan yang menghampirinya. Tatapannya mematikan, ia melihat penampilannya-memang tidak ada yang menarik dari Renjun, sebenarnya. Lantas, mengapa ia begitu memperhatikannya?

"Sepertinya aku pernah melihatmu," Bisik perempuan berambut hitam legam sedikit ikal. Dandanan menornya membuat Renjun merasa jijik-sebenarnya dia siapa?

"Hei, tolong bawa dia!" Perintahnya pada angin semu-si Huang terheran, ia bicara dengan siapa? Belum sempat ia menertawakan tiba - tiba ada yang menjatuhkan tubuh ringkihnya dengan sekali sentak.

"Akh! Lepaskan-!" Lirih Renjun, lelaki berbadan super besar itu mengambil sebuah sapu tangan yang berlumur chloroform, mulanya si Huang itu meronta-namun lama kelamaan fungsi dari obat bius itu bekerja. Meluluhlantakkan kesadarannya.

Dan disinilah ia berada. Dalam sebuah ruangan, diikat pada kursi dengan keadaan lemah. Wanita itu menatapnya dengan tatapan remeh yang benar - benar Renjun tak sukai-kenapa semua manusia suka sekali meremehkan manusia lainnya? Mereka sama - sama hidup dan makan dari makanan yang sama, lantas, apa yang membuat satu dan lainnya nampak lemah?

"Julia Kim." Katanya sembari menjulurkan tangan, beberapa saat Renjun hanya menatap tangan mulus milik wanita itu bingung-meski sebenarnya ia tak tahu berapa banyak nyawa terenggut dari tangan itu. Wajahnya mengkerut bingung. Dengan segera si Julia menarik tangannya kembali, tertawa mencemoh sembari mengusak surai milik yang lebih muda dengan anggun. "Ups. Aku lupa jika tanganmu tak bisa bergerak sekarang,"

Bedebah sialan. Kemana fungsi otakmu huh?! Pikir Renjun kesal. Yang lebih muda menatap sengit wanita yang umurnya hampir menginjak angka tiga itu-meski wajahnya nampak seperti gadis muda berusia belasan. Tidak peduli, dandanannya begitu menor dan menggelikan, Renjun jijik sekali menatapnya.

"Ah, ya! Malam ini sedang ada pameran! Kau tahu, kau ini sangat manis untuk ukuran lelaki-kau pasti akan membuat banyak orang tertarik!" Julia berdiri dari kursinya, berlari keluar dengan gaya seperti anak kecil yang baru saja mendapat permen. Sementara Renjun mencebik sebal menatapnya. Tetapi, tunggu dulu. Apa katanya tadi? Pameran?

Pameran seperti apa?

Otak si Maret tidak bisa mencerna dengan baik. Ada beberapa presepsi yang ditimbulkan oleh otaknya. Berada dalam keadaan terpuruk seperti ini memaksanya memikirkan hal yang berlawanan dengan akal sehatnya. Dan yang paling buruk adalah-pameran organ tubuh manusia. Ya, Renjun serius langsung memikirkan itu mendengar kata pameran. Sial, apa yang kau harap dari mafia seperti Julia?

interfectorem | norenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang