four ; like a hell.

24.9K 2.9K 369
                                    

Renjun kembali terjaga, entah pukul berapa maupun hari apa sekarang. Renjun tidak tahu. Matanya yang sembab dan memerah menelisik pintu kamar yang jelas terkunci rapat, ia mendesah pelan, aksesnya untuk keluar benar - benar nol besar disini. Apa yang bisa ia harapkan? Berlari keluar untuk mencari orang waras yang bersedia dimintai tolong? Atau memohon hingga mati di tangan Arseno dan Carl? Cuih, memikirkannya saja seorang Huang Renjun sudah tidak sudi.

Haus.

Batinnya meraung - raung meminta kerongkongannya diisi. Tubuhnya ia paksa duduk, rasa sakit menjalar sepersekian detik setelah gerakan tiba - tiba itu terjadi. Pening melanda kepalanya hingga ke tulang leher, seluruh tubuhnya bergetar dengan air mata yang perlahan turun dari kedua belah mata sayunya. Manifestasi dari kelakuan bejat dua iblis itu.

"Shh-s-sialan." Desisnya lirih, ia bahkan tak sanggup hanya untuk sekadar menggerakkan tangannya. Seluruh tubuhnya bergetar karena rasa sakit yang menjalar di tubuhnya. Ia tak makan dan tak menerima asupan apapun yang masuk ke tubuhnya sejak kemarin.

Cklak!

Pintu terbuka, seseorang berjas dokter muncul dibaliknya. "Ya Tuhan!" Pekik orang itu, ia segera menghampiri Renjun yang terlihat mengenaskan. "Kau ingin makan? Atau sesuatu?"

"Ha-haus," Lirihnya kepada orang itu. Ia pun segera mengambilkan air yang ada di nakas, Renjun menenggaknya dengan rakus setelah pemuda itu memberikannya gelas itu. Dia baik, dan wow-itu sangat ajaib, seperti kau menemukan harta karun di tanah lapisan ketujuh. Karena tidak ada orang yang benar - benar waras disini (pengecualian mungkin untuk si dokter itu)

"Te-terimakasih." Bisik si Huang sembari tersenyum lemah, ia akui dengan adanya orang yang berjas putih itu membuatnya sedikit tenang. "Apakah kau merasa tidak enak badan?" Tanyanya, "Eum..sedikit." Sedikit parah bahkan aku berpikir akan mati saja. Rutuknya dalam hati.

"Aku Kim Jungwoo, jika kau ingin tahu. Seorang dokter pribadi markas Arseno dan Carl." Renjun menggumam dalam hati, pantas ia nampak waras, dia seorang dokter. "Aku akan memberimu vitamin dan makanan, untuk sementara kau hanya bisa memakan bubur karena-yah, keadaanmu masih jauh dari kata sehat." Dokter yang mengaku bernama Jungwoo itu mengambil sebuah mangkuk yang berisi bubur. Renjun menatapnya tak begitu berselera, tapi
perutnya berbunyi tanpa tahu rasa malu. Ia pun membuka mulutnya, membiarkan sesuap demi sesuap bubur mengisi perut kosongnya.

"Nah, sudah habis. Kau ingin minum lagi?" Tanya Jungwoo sembari mengambilkan gelas yang sudah ia isikan air dari teko bening di sebelahnya, "Eum-tidak perlu, t-terimakasih." Cicit Renjun parau sembari memijat pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut. Demamnya sudah turun, memang, tetapi rasa peningnya tetap menjalar hingga tulang leher.

"Maaf."

Pemuda Huang itu menatap Dokter Kim yang menunduk-hei, ia meminta maaf soal apa?

"Soal...apa?" Tanya Renjun bingung, menurutnya mereka hanya pernah bertatap muka sekali dan tidak ada kesalahan yang Dokter Kim itu perbuat. "Jeno, Jaemin."

Renjun mengernyitkan dahi, ada guratan halus tercipta di dahinya. Jeno, Jaemin-siapa?

"Maksud anda, Dokter Kim?" Tanya Renjun, ia sangat tidak suka orang yang berbelit - belit saat berbicara. "Arseno adalah Jaemin, Carl adalah Jeno. Mereka teman lama yang sulit terpisahkan-dan aku meminta maaf soal Carl, ia memang tempramen seperti anak yang sedang tantrum." Bisik Jungwoo sembari mengelus tangan mungil milik Renjun, belum sempat Renjun bertanya lebih lanjut tiba - tiba pintu terbuka dan-

Carl Lee ada disana.

"Cukup, Pak Tua. Mau cerita sampai mana, huh?"

Sial, sial! Batin Renjun semakin bergemuruh saat Dokter Kim melengos, "Sialan kau," Umpat dokter itu sembari membereskan alat kerjanya, "Jangan habisi dia, kondisi fisiknya masih lemah." Bisik Dokter Kim di telinga Carl sebelum keluar dari kamar itu. Celaka betul nasibnya hari ini, bisa - bisa Carl si bajingan tempramen itu akan menguliti dirinya.

interfectorem | norenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang