Chapter 7

23.2K 3.3K 857
                                    

Haloo... ada yang masih nunggu Luka Cantik? Happy Satnitee yaa 💃💃

Another long chapter. Hampir 5000 kata. Termasuk yang luar biasa, untuk edisi part-part awal. Sebelumnya aku nggak pernah nulis sepanjang ini kalo baru memasuk part seginian 😂

Mohon koreksi kalau ada kalimat rancu atau typo 🙏🏻




Happy Reading


***
"Rencana sampai kapan kalian di sini? Gue harus mandi dan istirahat." Rafel duduk di sofa, diikuti Kayla yang duduk tepat di sebelahnya—bersiap untuk bantu mengobati banyak goresan luka di tangan. "Mau gue pesankan makanan nggak?"

"Gue sih udah kenyang." Kenny menatap arloji mahalnya, lalu memijit kening. "Gue kayaknya agak sedikit mabuk. Pinjemin sopir ya? Takut Princess Xander kita ini dalam bahaya kalau gue nyetir dalam keadaan ini. Bisa dibunuh gue sama keluarganya."

"Sudah aku bilang jangan terlalu banyak minum, sayang." Kayla memprotes, sambil mengoleskan obat di buku jemari Rafel. "Kurangi sifat temperamen kamu juga, Fel. Melukai diri sendiri kayak gini adalah hal bodoh!"

Keduanya dimarahi, tetapi mereka tidak melawan, seolah mendengarkan dengan tenang. Siapa yang bisa melawan ucapan dari bibir Kayla? Dia terlalu cantik untuk dikonfrontasi.

Kayla masih secara sukarela mengobati sebab ia paham betul jika tidak ada yang mau turun tangan, Rafel akan membiarkan sampai luka itu sembuh sendiri. Dia tidak berpikir jika luka ini bisa saja menyebabkan infeksi. Heran, apa dia tidak merasa perih? Seumur hidup, bahkan bisa dihitung pakai jari berapa kali ia terluka. Tentu, karena keluarganya tidak akan pernah membiarkan dirinya terlibat masalah. Ayahnya teramat protektif. Apalagi terlahir menjadi satu-satunya anak perempuan di keluarganya.

"Fel, dulu lo pernah babak belur sama keponakan kamu ya, bie? Sekarang, ini kenapa lagi?" tanya Kenny, penasaran. "Gue sampe bingung saat baca berita hari itu. Nggak ngerti aja gimana bisa. Aneh."

Kayla tersenyum meledek, "Seorang Rafel kalah oleh bocah ingusan."

Dave mendesis, tidak percaya. "Gue yakin si Rafel emang doyan aja mempermainkan hati keponakan lo yang barbar itu. Mana mungkin lah berantem beneran bisa bikin babak belur Rafel semudah itu. Sabuk hitam taekwondo, yakali dilumpuhkan sama anak kecil. Dia palingan cuma ajang nyari hiburan aja. Kayaknya dia punya ketergantungan untuk melukai diri sendiri."

"Bocah sialan itu sangat kekanakan dan cepet banget tersulut amarah. Lucu, setiap kali dia marah ketika istrinya disentuh sedikit aja."

Kayla memukul pelan bahu Rafel. "Tapi, kamu membahayakan nyawamu sendiri. Lebih baik berhenti bermain-main dengan Rigel. Di keluargaku, dia terkenal paling gila sendiri."

Rafel cuma tersenyum tipis, ketika ingatan tertuju pada bocah tengil itu. Paling tidak, sekarang ia sudah tenang Sea bersama dengan seseorang yang mampu melindunginya. Meskipun agak tidak waras, tapi ia tahu Rigel begitu mencintai Sea, dan pasti mampu menjaganya dari siapa pun yang akan menyakiti dia di masa depan. Hubungan mereka juga tampaknya semakin kuat melihat bagaimana Rigel merawat Sea selama koma beberapa bulan. Bahkan dia dengan sabar menerima, saat ingatan Sea terganggu dan balik ke masa remaja.

"By the way ganti topik, itu ... gue takjub sama abs perut lo, kok bisa sampe delapan bagian gitu? Lo ada minum vitamin yang buat gedein badan nggak sih? Definisi roti sobek yang terbentuk sempurna." Puji Dave, sambil memerhatikan otot perut Rafel—lalu menyentuh perutnya sendiri dengan nelangsa. "Kepala gue dipenuhi iri dengki. Ini lemak perut gue malah betah banget ngontrak di badan."

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang