Chapter 9

21.2K 3.7K 954
                                    

Halooo... siapa yang masih menunggu? 🙈 Luka Cantik balik lagee 💃💃




Happy Reading

***
Mobil sedan hitam itu berbelok ke arah tanah kosong dan berhenti di sana. Gelap dan tanpa penerangan, ketiga orang yang berada di dalam mobil itu sedang merokok dipenuhi pikiran liar atas rencana kotor yang sudah dirangkai sejak kemarin malam. Cuma beberapa meter jaraknya dari rumah keluarga Disan, mereka mengamati sekitar. Cukup beruntung, malam ini suasana di sekitar mobil sudah sepi. Rumah kecil dan sudah tampak rapuh itu pun memang jauh dari tetangga lain. Terpencil, berada di atas dekat dengan perbukitan. Hanya saja, mereka tetap harus berhati-hati sebab kadang ada saja warga yang baru pulang dari ladang atau hutan untuk mencari kayu bakar. Mereka biasanya mengambil jalan pintas ke arah sini.

"Kapan kita keluar? Udah nggak ada siapa pun sekarang." Salah satu preman bayaran Ervan mulai tidak sabaran. "Bos udah memastikan si bule itu cuma sendirian di rumah, kan? Ibu dan pacar bos udah keluar daerah?"

"Iyalah gue udah pastiin. Ini kesempatan terbaik untuk gue garap si bule sombong itu!" Ervan merapikan rambutnya di kaca spion, seraya mengusap-usap kejantanan di balik celana jins. "Bawa lakban dan talinya jangan lupa. Biar nggak berisik dan ngelawan nanti saat gue genjot."

"Udah sepi, bos. Mana mungkin ada yang denger."

"Buat jaga-jaga, goblok. Gue pengin penculikan ini bersih dan nggak ada siapa pun yang mendengar." Ervan membuka kaca jendela mobil, mengeluarkan kepala dan tersenyum mesum teramat lebar. "Kalian udah siapin tempat belum untuk menyekap tamu gue nanti?"

"Udah, bos, tenang aja. Semuanya aman."

"Gue akan bawa dia setelah puas main di rumah itu."

Mereka tertawa, lalu menatap arloji yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sekali lagi mengamati keadaan sekitar, barulah mereka turun dari mobil dan membuang puntung rokok ke tanah secara sembarang lalu menginjaknya.

"Dia pikir dia siapa sok jual mahal sama gue?! Malam ini juga, gue hantam sampe lemas itu kepunyaan dia!"

"Kalau bos udah bosen, boleh dong kami ikut nyoba juga produk luar?" pinta dua preman itu penuh harap, terkekeh menjijikkan.

Cuma menyeringai bak iblis, Ervan dan dua preman kampung bayaran itu pun menghela langkah secara tak sabaran ke arah rumah Disan dengan kepercayaan diri penuh dan tampang slengean. Mereka tahu rencana ini bukanlah hal sulit untuk dirampungkan. Aiyana sedang sendirian di dalam. Ervan sudah tahu dari Seira perihal kepergian dia bersama ibunya untuk acara lamaran saudara mereka dan menginap selama dua malam.

Sudah sejak lama, Ervan menginginkan Aiyana dan menyukainya. Ia bertahan dengan Seira pun karena ingin mengambil kesempatan untuk bisa dekat dengannya. Tetapi, Aiyana tidak pernah merespons dan cuma jawab sebagai formalitas jikapun dirinya tanya. Apalagi gadis berparas Kaukasia itu ke mana-mana nyaris tidak pernah sendirian dan selalu ditemani Disan. Hampir setiap saat atau saat ia main ke rumah mereka, Bapaknya ada di sampingnya. Dia selalu dipantau ketat, sebab tahu betul banyak juga lelaki lain di kampung ini yang mengincar Aiyana.

Bagaimana tidak banyak digilai? Meski dia terlihat seperti tidak pernah berdandan dan cuma dilapisi pakaian murahan serta sederhana, tetapi wajahnya teramat cantik. Ditambah Aiyana memiliki tubuh mulus nan langsing. Sering kali juga jika ada orang berduit dari luar kota yang berlibur ke Puncak untuk mencari hiburan, pasti akan menawar Aiyana dengan harga tinggi—yang sudah pasti mendapat penolakan keras dari Disan.

Bersiul-siul, ketiganya hanya kurang dari lima meter lagi sampai ke depan pintu. Bibir menyunggingkan senyum merekah, excited sekali. Namun, tak berselang lama, dari arah belakang ada lengan-lengan kekar yang mencekik leher mereka hingga kesulitan bernapas dan menyeret tubuh mereka ke belakang lagi begitu mudah.

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang