Chapter 25

19.5K 3.4K 1.2K
                                    

Haloo... adakah yang masih setia nunggu Luka Cantik update? 🙌🏻 Terima kasih banyakk yaa... mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu.

Btw, update umur dong, rata-rata pembaca cerita ini umur berapa sih? Aku jadi penasaran 🤭😂




Happy Reading



Sepanjang perjalanan pulang, Aiyana tidak hentinya berceloteh—ngelantur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sepanjang perjalanan pulang, Aiyana tidak hentinya berceloteh—ngelantur. Gadis itu dalam keadaan sadar saja tabiatnya tidak jelas dan tak masuk diakal, apalagi ketika mabuk seperti ini. Layaknya burung beo, Aiyana terus bercicit tentang hal-hal yang tidak Rafel pahami. Dia sangat gaduh, berulang kali mengubah posisi duduk. Baru di detik ini tubuhnya mulai sedikit tenang, kecuali bibirnya yang terus bersenandung pelan saat mobil akhirnya keluar dari area tol dan memasuki jalanan gelap dimana jajaran pepohonan tinggi nan lebat menjadi pemandangan utama mereka. Waktu telah menyentuh tengah malam, tak banyak kendaraan yang berlalu-lalang di sekitar. Keadaan di luar sangat tenang disertai kabut cukup pekat.

Tiba-tiba, Aiyana membuka kaca jendela, mengeluarkan tangannya dan merentangkan di udara. "Dingin sekali di luar. Seperti terbang."

"Aiyana, tutup." Rafel mendesis tajam, saat angin di luar ikut menerpa kulitnya. "Dingin."

"Coba kamu rentangkan tanganmu seperti ini, dan rasakan sensasinya. Ini sangat menyenangkan."

Aiyana tampak tidak terganggu sama sekali akan udara dingin yang amat menusuk kulit di luar, barangkali karena dia sudah terbiasa dengan cuaca seperti ini. Bagaimanapun juga dia anak Puncak. Rumahnya saja berada paling atas di dekat jajaran perbukitan.

"Bahaya, Ai. Berhenti bermain-main!" omel Rafel, sesekali melirik ke arahnya, sambil fokus menyetir mobil. "Jika ada mobil lain yang menyalip kita tiba-tiba, tanganmu bisa patah. Cepat masukkan dan tutup jendelanya!"

"Nggak mau. Ini seru."

"Seru apa? Jangan ngeyel!"

"Lihat, apa itu setan?" tunjuk Aiyana tanpa menggubris omelan Rafel, kepalanya bersandar lemah pada tepian jendela. "Di dahan sebelah sana, seperti gerak-gerak. Pasti itu setan sedang bermain flying fox dari satu dahan ke dahan lain. Lucu banget."

"Bagaimana bisa kamu mengatakan hal menyeramkan itu dengan santai?" Rafel mendecak, lantas menutup kaca jendela itu tanpa persetujuan darinya.  "Jangan mengatakan hal konyol seperti itu di tengah hutan."

"Kamu takut setan?"

"Tidak mungkin aku membuat rumah di tempat seperti ini jika takut setan!" Rafel tak terima. "Jangan mengatakan omong kosong."

"Bohong. Pasti takut, kan?"

"Tidak, Aiyana, setan itu omong kosong!" hardiknya jengkel.

"Tapi, kamu bilang menyeramkan. Jika tidak percaya setan, biasanya mereka tidak peduli juga akan bentuknya."

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang