Chapter 28

17.7K 3.8K 1.7K
                                    

Haloo... siapa yang nunggu Luka Cantik update? 🙌🏻

Mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu


Happy Reading




***
Jalanan hari Minggu pagi ini lengang, tidak sepadat biasa. Rafel mengendarai sendiri mobilnya, sedang ajudan pribadinya mengikuti dari belakang. Pukul sepuluh, jajaran gedung pencakar langit di kawasan Sentra Bisnis Jakarta sudah mulai terlihat. Apartemen Pacific Place Residences yang terletak di Jakarta Selatan—adalah tujuan utama mereka. Rafel harus mengantarkan Kayla pulang terlebih dulu sebelum datang ke tempat Disan untuk meminta izin menikahi Aiyana.

Obrolan masih mengudara antara Rafel dan Kayla, sementara Aiyana tertinggal jauh di belakang—tidak terdengar sepatah kata pun suara yang keluar dari bibirnya. Gadis itu menjadi begitu tenang, padahal sesekali Rafel akan mencetuskan sesuatu yang di luar konteks dan lebih mudah dipahami agar Aiyana bisa bergabung pada pembicaraan mereka. Biasanya walaupun dia tidak tahu apa-apa, mulutnya sering asal ceplos saja. Berbeda dengan kali ini. Pendiam dan kalem sekali, dengan kepala yang sepanjang perjalanan menatap ke luar jendela tanpa terlihat peduli.

"Keluargaku berencana membeli gedung itu dan membangunnya menjadi apartemen elite." Kayla menunjuk salah satu gedung tinggi di antara deretan gedung lain. "Bisnis Properti di zaman sekarang sangat menguntungkan. Nilainya terus naik setiap tahunnya, apalagi di daerah Segitiga Emas ini. Mereka ingin aku ikut mengelola setelah pembicaraan selesai."

"Lokasinya sangat strategis. Aku rasa itu pilihan tepat. Untuk urusan ini, aku yakin keluargamu yang paling tahu di mana harus berinvestasi. Xanders Group selalu yang terdepan dalam dunia bisnis. Aku kagum."

"Aku ingin mendiskusikan lebih banyak denganmu. Jika kamu memiliki waktu luang, bisakah besok kita bertemu lagi di jam makan siang?" Kayla menoleh ke arah belakang. "Aiyana, apa kamu keberatan jika kami bertemu lagi besok?"

Aiyana yang sejak tadi tidak mengerti arah pembicaraan mereka dan lebih fokus menatap jajaran gedung di luar mobil, lantas menoleh ke depan menatap Kayla.

"Ya?"

"Aku ingin bertemu Rafel lagi besok siang. Is it okay?" ulangnya.

"Untuk apa kamu bertanya padanya? Diizinkan atau tidak, sama sekali tidak penting, Kay." Rafel yang menyahuti, saat Aiyana hendak menjawab. "Jika waktuku memungkinkan, sebutkan saja mau bertemu di mana."

"Rafel, jangan bilang begitu. Kamu menyakiti hati Aiyana sejak tadi. Mulutmu itu dari dulu, jarang ngomong, sekalinya ngomong nyelekit!" Kayla meninju bisep lengannya yang keras, terkekeh kecil—tidak menganggap serius. "Aku mengenal Rafel dengan sangat baik. Mulutnya memang seperti ini, Aiyana, jadi jangan terlalu dimasukan ke hati."

"Sebenarnya aku juga tidak terlalu peduli, Nona Kayla. Aku tidak punya hak untuk melarang tuan Rafel untuk pergi ke mana pun. Seperti yang Nona dengar di rumah, anggap saja aku tidak ada—seperti yang kalian lakukan sejak tadi. Tidak perlu sungkan. Aku tidak sepenting itu." Aiyana tersenyum tipis, dan tanpa membalas ucapan ketus Rafel, kepalanya kembali ditolehkan ke arah luar jendela sesaat jawaban itu dilontarkan.

Rafel berdeham, tidak siap mendengar jawaban Aiyana yang sangat penurut tanpa kalimat bantahan sedikit pun. "Lihat kan, Aiyana cukup sadar diri dengan posisinya di sini. Sebaiknya kamu terapkan sikap ini lebih sering, jangan terus membuatku jengkel."

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang