Chapter 40

25.3K 4K 2.2K
                                    

Haloo... sesuai janji, Luka Cantik update setelah 3 hari 💃💃 Siapa yang malmingannya di rumah aja? Sama kok, aku juga 🤭 Happy Satnite yaa ❤️

Note: kalau belum menemukan kata TBC di akhir bab, artinya punya kalian terpotong. Coba direfresh.

Mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu 🙏🏻




Happy Reading


***
Kekalapan Rafel masih berlangsung, dia tidak sama sekali mengatakan apa pun, benar-benar diam seribu bahasa, tetapi tonjokkannya masih dilayangkan tanpa jeda. Sesekali Kenny menghindar, melawan semampunya. Tetapi ia tidak cukup hebat jika dibandingkan dengan lelaki yang sudah hilang kewarasan ini. Rahangnya keras, auranya terlihat berkali-lipat menakutkan seperti pria berdarah dingin yang tak peduli jika malam ini juga dirinya harus meregang nyawa di tangan sahabatnya sendiri. Sekian tahun berteman, ini adalah pertama kalinya mereka terlibat perkelahian sehebat ini. Darah mengotori lantai marmer apartemen mewah Kayla, didominasi oleh milik Kenny yang wajahnya mulai terasa mati rasa saking menyakitkan dia menghantam tulang rahang dan hidungnya.

Kenny tahu untuk urusan beladiri Rafel bukan lawan sepadan, sehingga dari dulu, ia tidak pernah berniat adu fisik dengannya. Meski begitu, separah apa pun Rafel babak belur di tangannya, hatinya tidak akan pernah merasakan sakit yang sama seperti apa yang dialaminya saat tahu mereka berdua berkhianat. Dia tidak pernah peduli pada hal-hal seperti ini, sebelum malam ini. Dia murka, merah padam wajahnya, bahkan tak dirasa ketika kaus putih polo yang dikenakan telah berubah warna menjadi merah darah ketika luka bekas tembakan itu lagi-lagi kembali terbuka. Tenaganya teramat kuat, sampai Kenny harus bersusah-payah membalik keadaan, dan ia masih tidak sanggup untuk menyerang sama banyak.

"Rafel, kamu bisa membunuhnya. Tolong hentikan!" Kayla berusaha mendekat dan menahan tubuhnya, berteriak histeris, tetapi tidak sama sekali digubris. "Rafel, kumohon ... hentikan. Jangan seperti ini!"

Rafel tidak pernah segila ini terhadap siapa pun, bahkan saat bertengkar dengan Rigel di kafe dulu dan dijadikan samsak hidup, ia tetap membiarkan, tidak banyak melawan. Sebab ia tidak sungguh-sungguh ingin berkelahi dengannya. Ia hanya ingin sedikit bermain-main. Dan sekarang, seperti terkena karma, ia yang dibakar oleh gelenggak asing yang tidak pernah diketahui asalnya dari mana. Ia hanya marah. Benar-benar marah.

Kenny meraih bisep lengan Rafel bekas tembakan, meremasnya sekuat tenaga dan berhasil membuat kekuatannya sedikit melemah, segera ia ambil-alih dan balik menghajarnya. Walau tidak lama, seperti iblis terkuat, dia hanya bisa dilumpuhkan sesaat, kembali berusaha meraih kerah Kenny, memiting lehernya dan mengentakkan ke lantai hingga debamnya terdengar amat mengerikan.

Kenny kesulitan bernapas, ia mencengkeram lengan Rafel, mereka berguling-guling hingga menabrak banyak barang pajangan yang telah hancur berkeping-keping di lantai.

"BRENGSEK! RAFEL, GUA BISA MATI, ANJING!" umpat Kenny kian kehabisan tenaga, saat amarahnya masih tidak juga melemah. "GUE AKAN MEMBALAS LO JAUH LEBIH PARAH. SIALAN!"

"Lakukan sekarang, jika lo bisa." Rafel menyeringai, nadanya rendah, tidak gentar akan ancaman yang dilontarkannya. "Karena beberapa menit ke depan, lo mungkin sudah kehilangan nyawa. Seharusnya lo mengatakan kata-kata terakhir, bukan melontarkan ancaman tak berguna!"

Bukannya ketakutan, Kenny malah terkekeh renyah, masih tidak juga mengalah.

"Bagaimana rasanya, Fel? Sakit kah hatimu saat milikmu disentuh oleh orang lain?" Kenny meludah ke samping yang isinya hanya cairan darah segar. "Bukankah lo yang bilang nggak ada cinta di antara kalian, kenapa sekarang harus merasa kebakaran?"

Rafel mengernyit, membangunkan paksa tubuh Kenny dan menyeretnya ke dinding, menekan lehernya menggunakan lengannya yang keras. "Gue udah bilang jangan coba-coba sentuh milik gue!"

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang