Chapter 41

23.6K 3.9K 1.5K
                                    

Halooo... Luka Cantik update 🙌🏻 Siapa yang masih nunggu? 💃

Mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu ya ❤️


Happy Reading



***
Napas Rafel bergemuruh kasar, keringat membanjiri tubuh hingga setiap tetesnya jatuh ke perut dan dada Aiyana yang masih bergerak seirama dengan hujaman Rafel di atasnya. Erangan dan desahan panjang mengudara, merampungkan gejolak panas tubuh keduanya yang sudah melemah, pompaan memelan—setelah pelepasan kesekian didapatkan. Rafel tidak tahu pukul berapa percintaan ini dimulai, dan sampai sekarang mereka masih terjaga dengan mata sayu dan napas tersengal-sengal. Mereka hanya beristirahat sekitar dua jam, sebelum memulai lagi hasrat yang kesulitan dipadamkan. Telanjang, kulit dengan kulit, ranjang itu berantakan layaknya kapal pecah dengan banyak noda darah pada sprei putih yang tersebar di mana-mana. Perban Rafel sudah tak berbentuk, tetapi sakitnya seolah tak ia rasakan.

Sama panas, sama kuat, dan sama hebat—Rafel takjub pada stamina Aiyana yang tidak mudah kewalahan menangani nafsu binatangnya selama berjam-jam. Dia adalah perempuan pertama yang bisa mengimbangi permainan ranjangnya, dari puluhan perempuan yang pernah ditidurinya. Luar biasa, padahal Aiyana hanya gadis kemarin sore yang terlalu polos untuk mampu memberinya kepuasaan sepanas ini seharusnya. Jika bukan dirinya yang mengambil keperawanan Aiyana, mungkin ia bisa berpikir jam terbangnya sudah sangat tinggi.

Dia berbeda. Hanya seorang Aiyana Rashelia yang bisa membuatnya kelelahan separah ini. Hanya dia yang sanggup membuatnya kesulitan meraup oksigen dan bertekuk lutut serendah ini. Ia sangat berantakan, sekaligus ... terpuaskan.

Satu malam yang jauh lebih gila dari malam pertama mereka kemarin. Dari kasar, lembut, kasar lagi, semuanya dipraktikan. Amarah Rafel yang semula menggebu-gebu dan menjadi awal dari kegiatan liar ini, menguap entah ke mana. Ia hanya merasa utuh, penuh, dan bahagia, saat desah suara kepuasaan Aiyana berulang kali menggema menyerukan namanya. Sebuah kepemilikan yang ingin diperdengarkan pada Kenny, bukan lagi tujuan utama. Rasanya gila, kepalanya hanya tertuju pada Aiyana dan Aiyana saja. Ia ingin dia merasa nyaman, puas, dan sama mendambakan.

Dengan tubuh keduanya yang masih menyatu, Rafel membenamkan kepala di bahu Aiyana sementara Aiyana memeluk punggungnya, dan perlahan, terlepas, terkulai lemas ke atas ranjang. Sudah tidak ada tenaga lagi yang tersisa, semuanya terkuras habis oleh berjam-jam percintaan mereka. Hampir seluruh bagian tubuh Aiyana terasa ngilu, miliknya berdenyut pedih, walau tidak dapat dipungkiri setiap sentuhan Rafel mengalirkan candu yang sulit digambarkan. Dia terlalu lihai, dan Aiyana pasrah mengikuti permainan. Jika tidak bisa menghindari, maka ia memilih menikmati. Tidak perlu ada adegan menye-menye yang akan membuatnya terlihat jauh lebih menyedihkan dari ini. Penolakan dan perlawanan tidak akan membuat Rafel berhenti. Maka demikian, biar dia tenggelam jauh lebih dalam hingga tidak lagi menemukan jalan keluar.

Rafel menjatuhkan diri ke sisi Aiyana, dia tidak mengatakan apa pun, satu lengannya diangkat dan diletakkan di atas wajah—hanya tak lama, aliran air mata jatuh tanpa suara, dadanya terasa sesak, dan tenggorokannya terasa sakit untuk sekadar mengucapkan apa yang tertahan di sana. Tersisa napas yang memberat, satu tangannya terkepal kuat, sedang bibirnya masih terbungkam. Sisi melankolis yang tidak banyak orang tahu, kini ditampilkan di hadapan Aiyana tanpa malu. Persetan, Rafel sudah tidak peduli akan harga diri yang biasa bertengger di atas langit.

Sementara Aiyana sesekali menoleh ke arah Rafel, dalam diam ia lantas kembali menatap langit-langit kamar sambil mengatur napas. Tidak ada yang bersuara duluan selama beberapa menit, Aiyana hendak berbalik ke arah berlawanan, sebelum tubuhnya ditahan olehnya—tidak dibiarkan memunggungi.

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang