Chapter 17

24.2K 3.9K 1.1K
                                    

Haloo... ada yang masih setia nunggu? 🥺🥺

Chapter ini panjang, hampir 5000 kata 🙈 Jadi kalau ada kalimat rancu atau typo, mohon koreksinya yaa 🙏🏻




Happy Reading



***
Perlahan, Aiyana membuka mata setelah terlelap sepanjang malam. Matahari pagi sudah menyingsing cukup tinggi, dilihat dari gorden kamar yang dibuka dan menghadap langsung ke arah pepohonan di luar jendela.

"Pagi, nona Aiyana. Kamu sudah bangun ternyata," sapa si kepala pelayan sambil memasuki kamar membawakan nampan makanan. "Bagaimana keadaanmu? Sudah merasa lebih baik?"

"Pagi, bibi..." sahut Aiyana. "Ya, tentu, aku merasa sangat sehat."

Belum selesai mengumpulkan kesadaran secara penuh, Aiyana terusik dengan handuk kecil yang menempel di dahinya.

Apa semalaman dirinya dikompres?

Aiyana mengernyit sambil mengambil handuk itu dari dahi dan melarikan pandangan ke arah baskom kecil yang ada di nakas lalu meletakkannya di sana.

Siapa yang melakukan ini? Seingatnya semalam Rafel keluar dari kamar setelah ia usir.

"Bi, siapa yang mengompresku? Apa semalam aku demam?" tanya Aiyana bingung seraya berusaha duduk dan bersandar pada kepala ranjang. "Sebelum tidur, sepertinya aku masih baik-baik saja, cuma sedikit kelelahan."

Bibi yang sedang menata makanan di meja, memutar tubuh menghadap Aiyana. "Tuan Rafel yang melakukannya sejak pukul dua pagi. Semalam tubuh nona Aiya panas tinggi dan menggigil hebat. Kebetulan saya tidak bisa tidur juga, jadi saya tahu beliau sibuk di dapur untuk membuatkan nona teh hangat dan perlengkapan untuk mengompres. Dia bahkan sempat menghubungi Dokter untuk mengecek keadaan nona."

"Iya kah?" Aiyana menyentuh dahinya, sudah tidak terasa panas dan ia merasa jauh lebih fresh. "Apa separah itu sampai aku nggak sadar? Aku benar-benar nggak ingat apa pun."

"Nona terus mengigau, menggigil, dan panasnya sangat tinggi. Nona akan sesekali bangun, seperti sedang berhalusinasi dan berteriak-teriak memanggil Bapak dengan mata tertutup. Sehingga agar tidak terus menggigil dan mengigau, tuan Rafel memeluk nona sepanjang malam sampai akhirnya tubuhmu tenang. Panas Nona baru sedikit turun menjelang pukul lima pagi."

Aiyana membulatkan mata, benar-benar terkejut atas informasinya karena ia tidak pernah seperti itu sebelumnya. "Serius?! Dia ... melakukannya?"

Bibi mengangguk pasti, "Iya, saya serius. Nona sepertinya terlalu kelelahan dan stres. Mungkin itu kenapa nona tidak ingat apa pun sekarang." Tukasnya. "Tuan Rafel bahkan tidak tidur semalamam penuh untuk menemani nona di sini. Dia terlihat sangat khawatir. Jam tujuh tadi pagi dia baru keluar dari kamar setelah memastikan suhu tubuh nona sudah benar-benar stabil."

Aiyana diam mencerna, heran juga. Manusia kaku itu benar-benar seperti memiliki kepribadian ganda. Dalam satu waktu bisa sangat kejam dan tak berperasaan. Tetapi di waktu yang lain, sangat manusiawi dan perhatian. Sifatnya sangat sulit ditebak.

"Sekarang, orangnya ke mana? Udah berangkat ke kantor?"

"Tuan masih di bawah. Sepertinya beliau masuk kerja siang. Dia ingin memastikan nona makan dulu dengan baik dan minum obat." Bibi tersenyum hangat, memelankan nada suaranya saat dia berkata, "padahal biasanya dia tipe orang yang nggak pernah mengesampingkan pekerjaan. Kerja dan kerja, saya sampai bingung ada orang yang bisa segila itu dalam hal pekerjaan. Dia berangkat pagi, baru pulang pada larut malam setiap harinya. Jarang sekali di rumah kecuali hari Minggu. Itu pun jarang juga karena beliau selalu memiliki banyak undangan pesta di luar."

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang