Chapter ini dibuat spesial untuk my beloved Davina yang empat hari lalu ultah ke 19 tahun. Dia request secara khusus agar dipercepat update-nya dan dikhusukan untuk semua readers di sini yang baca. Katanya tidak ingin kado apa-apa kecuali ini aja, karena dia tahu rasanya jadi reader yang harus nunggu lama si author untuk update 😂❤️🙏🏻 ternyata aku nggak bisa memenuhi, karena minggu ini sibuk kalee di kerjaan 🤧🤧
Once again, Happy Birthday sweety, wish you all the best! Stay cool 💃💃
So...
Happy Reading
Rafel keluar dari lift setelah menguncikan Aiyana di kamar bawah tanah. Ekspresinya dingin, pandangan kosong—diliputi berbagai kemelut yang mengelilingi otaknya. Di satu sisi, ia sangat berat meninggalkan Aiyana sendirian di tempat pengap itu. Tapi, di sisi lain, ia harus menegaskan padanya bahwa di sini dia tidak lebih dari seorang pembunuh. Meski ... Rafel juga tidak mengerti mengapa harus semarah itu dipergoki sedang bercinta olehnya. Dari dulu, kehidupannya memang sudah sekotor ini. Untuk apa ia susah payah menutupi?
Di sana, Kayla menunggu dengan cemas dan sudah dibalut dress lengkap yang telah kembali dikenakan. Malam ini keduanya benar-benar ditimpa kesialan yang tidak pernah diduga. Malu sekaligus sedikit takut, kalau hubungan gelap ini akan dibocorkan oleh gadis itu pada pihak luar.
Kayla menghampiri Rafel cepat, ia juga khawatir pada keadaan Aiyana yang telah ditarik paksa olehnya sekasar itu. "Fel, kamu membawa gadis itu ke mana? Dia baik-baik saja, kan? Kamu terlihat sangat menyeramkan tadi, demi Tuhan!"
"Ke tempat yang memang layak untuk dia tinggali."
"Maksud kamu?" Kayla mengernyit, dia masih terlihat sama menakutkan. "Menurutku ... kita yang salah. Tidak seharusnya kita bercinta di sini. Apalagi ketika semua pekerjamu masih berlalu-lalang seperti itu di rumah utama."
"Ini rumahku. Terserahku kita akan melakukan seks di mana!" hardiknya kesal. "Dan ini juga bukan pertama kalinya, Kay. Gadis itu saja yang kurang ajar dengan memasuki kamar tamu. Hanya orang tidak waras yang tiba-tiba muncul di dalam lemari!"
"Iya, iya, aku mengerti. Tapi, tolong, jangan melakukan hal buruk padanya. Pastikan saja pekerjamu tidak banyak omong tentang kita ke orang lain. Aku tidak mau siapa pun mengetahui ini."
Rafel mengembuskan napas kasar, lantas mengangguk kecil. "Aku pastikan ini tidak akan bocor keluar." Tangannya terangkat, membelai kepala Kayla. "Jangan khawatir, dia tidak akan pernah menjadi ancaman. Aku akan melakukan apa pun untuk membuat kamu tetap aman, termasuk menghilangkannya dari mata umum jika diperlukan."
Kayla segera meraih tangan Rafel, menggeleng. "Tidak, tidak. Jangan melakukan hal buruk padanya. Bukan itu yang aku mau."
"Selama mulutnya dijaga, maka dia akan baik-baik saja. Aku tidak janji."
Kayla menatap raut keras Rafel lekat-lekat, membelai wajahnya—berharap bisa melunakan. "Terima kasih, sudah selalu ada untukku kapan pun aku memerlukan sosok yang bisa menemani. Aku tahu kita berdua salah, tapi aku bahagia menghabiskan waktuku bersama kamu, Fel."
Rafel balas menatap, menurunkan tangan Kayla dari wajahnya. "Tidak ada ruginya untukku. Kita sama-sama membutuhkan." Sahutnya singkat.
"Kalau begitu, aku sebaiknya pulang." Kayla mengecup kedua pipi Rafel, dengan senyum cantik yang tetap terpasang. "Thanks for tonight. Meski tidak sampai puncak, aku tetap menikmatinya. You're still one of the best untuk urusan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Pain
RomanceKematian ibunya menyisakan luka yang teramat dalam bagi Rafel. Keluarganya yang dulu begitu hangat, berubah menjadi dingin dan luluh lantak dalam sekejap mata. Setelah tahun-tahun kelam yang dilewati, pembunuh asli dari kebakaran yang menewaskan ib...