Bab 12

1.3K 207 19
                                    

Vote





Comment





Follow





Happy reading💕

Karina point of view
     Aku winter dan giselle berlari menuju ruangan dimana wony dirawat. Winter berlari lebih kencang dari kami ia terlihat sangat cemas bahkan dia tidak memperdulikan para perawat dan dokter yang menunduk hormat padanya. Aku dan giselle berlari menyesuaikan kaki dengan winter tapi dia terlalu cepat. Nafas ku sudah berderu karena ruangan winter sangat jauh dari ruang rawat wony. Melihat winter yang berlari tidak kenal lelah membuatku tersentuh. Sebegitu pentingkah anak itu bagi winter?

      Bahkan saat kami menaiki lift winter hanya diam dan mengumpat agar lift bisa dengan cepat membawanya kepada wony. Giselle bilang kalau anak itu mengalami kejang-kejang dan sudah memuntahkan isi perutnya sebanyak 3 kali. Padahal kemarin dia terlihat baik-baik saja. Anak itu sangat baik dan menggemaskan mungkin itu yang membuat winter menyayanginya. Tapi satu yang aku sayangkan dari anak itu kenapa dia harus menderita penyakit mematikan itu diumurnya yang masih muda itu.

      Saat sampai didepan ruangan wony aku dan giselle berhenti membiarkan winter yang tergesa-gesa membuka pintu itu. Saat sampainya didalam ruangan aku terkejut saat melihat winter yang terdiam dipinggir brankar jang wonyoung dengan airmata yang menetes. Aku mendekat dan melihat wony tertidur lelap dengan alat bantu nafas dan banyak sekali kabel yang menempel ditubuhnya. Aku tau kalau anak itu pasti disuntik penenang. Melihat winter yang sampai meneteskan airmatanya membuat ku tertegun sekhawatir itu dia kepada anak ini.

"Perawat yoon sudah menyuntikkan obat penenang. Dia kejang-kejang lagi tadi, dan terus memanggil nama dokter kim". Kata nayeon menatap winter.

      Im nayeon dia adalah senior dirumah sakit ini dia sudah menjadi dokter kepercayaan appa kim sebelum aku datang. Dia sudah 8 tahun mengabdi pada rumah sakit ini dan dia mengenal baik winter walau winter selalu bersikap dingin dengan orang lain.

"Terima kasih selalu memantaunya sunbaenim". Kata ku lalu membungkukkan tubuhku sedikit memberinya hormat. Dia menganggukan kepalanya lalu menujuk winter yanh sedang memegang sebelah tangan wony yang terpasang selang infus lalu mengelusnya pelan.

"Kenapa dia menangis? Apa winter mengenal gadis itu?". Tanyanya menatapku heran dan aku menganggukan kepala lalu menghela nafas.

"Winter mengenalnya kami bertemu dengan gadis itu kemarin. Tapi aku tidak tau winter mengenal gadis itu sejak kapan. Yang ku tau kalau gadis itu adalah anak yang manis dan baik". Kataku dan dia menganggukan kepalanya lalu menepuk bahuku pelan lalu berlalu meninggalkan ku dengan winter dan giselle dengan wony yang terlelap.

      Aku mendekat dan mengelus bahu winter lembut membuat ia menatapku sebentar dan mengalihkan pandangannya lagi kewony. Dia sudah tidak menangis lagi mungkin karena sudah melihat wony baik-baik saja.
"Apa dia akan sembuh?". Tanyanya pelan dan menatapku memohon. Aku tidak tau menjawab apa aku juga bingung mengingat kondisi wonyoung yang begitu lemah.

      Aku terdiam ingin menggelengkan kepala aku tidak mau membuat winter bersedih. Dan menganggukan kepala aku juga tidak mau dia merasa tertipu dengan harapan palsu itu. Penyakit seperti ini hanya bisa berpasrah dan berusaha dengan kenyataan yang ada. Kemotrapi dan berobat itu hanya mencoba memperlambat penyebaran bukan berarti menyembuhkan. Apalagi kanker darah yang jang wonyoung derita ini sudah stadium akhir.

Great DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang