dia.

113 8 10
                                    

Hai semua ! Makasih yang sudah support dengan vote, comment dan share! Selamat membaca! Semoga suka ya, take care and stay safe yaa.

TRIGGER WARNING! Untuk chapter ini mohon diketahui mengandung unsur-unsur kekerasan dan kalau tidak kuat, mohon jangan dibaca.

-------------

Langkah kakiku mulai kupercepat, sambil sesekali melihat ke belakang apakah dia masih mengikutiku atau tidak. Bulir-bulir keringat mulai jatuh dari pelipis kepalaku.

"DONNIA CUNSONS!!!" terdengar sebuah teriakan dari lorong-lorong toko yang memiliki penerangan yang minim. Karena ini sudah waktunya tutup toko, suasana di sekitar sangat sepi.

Aku kembali mempercepat langkahku tanpa membunyikan sedikit suara. Aku takut. Aku sangat takut. Oh Tuhan, jangan biarkan dia menemukanku. Akhirnya aku memutuskan untuk menyembunyikan diri di antara kumpulan kardus yang berada di pojok salah satu toko.

Tuhan, jangan biarkan dia menemukanku.

"DONNIA CUNSONS!!" teriakan itu kembali terdengar. 

Tubuhku merunduk lebih dalam berharap dia tidak akan menemukanku. Tubuhku gemetar setiap mendengar teriakannya.

"Sudah kubilang, jangan pernah berani kabur dari sisiku!"

Suara teriakannya terdengar lebih keras kali ini. Apakah dia berjalan mendekat ke arahku?

Terdengar beberapa derap langkah di sekitarku. Suara derap langkahnya semakin terdengar lebih jelas. Aku cuma bisa berharap dia pergi ke arah lain dan tidak menemukanku.

Perlahan-lahan suara derap langkahnya menghilang. Aku mengintip melalui celah antar kardus untuk melihat situasi.

Apakah dia sudah pergi? Apakah aku sudah aman?

Tiba-tiba, aku merasa perih di bagian betisku. Sebuah sayatan merah yang mengeluarkan darah. Aku merintih sekilas. Kakiku sudah cukup sakit karena memar-memar sebelumnya, sekarang ditambah dengan sayatan yang mencucurkan darah.

"Bukankah sudah pernah kuperingatkan, kalau berani kabur akan kuberi hukuman?" ucap dia dengan nada tinggi sambil menghempaskan kardus-kardus yang menutupiku ke sisi samping.

Seorang cowok yang berambut berwarna coklat dengan potongan cukup pendek berdiri di depanku dengan senyuman. Senyuman yang menyeramkan. Dia lalu menarik kuat rambutku yang membuatku terpaksa berdiri walaupun kakiku terasa sangat sakit.

"Lo gak akan bisa kabur, Donnia." ucapnya sambil mencekik leherku.

Tolong.. Rasanya sesak.. Aku tidak bisa bernafas.

Aku bergerak sekuat mungkin untuk menyingkirkan tangannya dari leherku. Cengkraman tangannya sangat kuat. Cowok ini hanya tersenyum sinis sambil mencekikku tanpa belas kasihan.

"Le..pas..kan." ucapku sambil memegang tangannya yang mencekikku.

Walaupun dia hanya mencekikku dengan satu tangan tapi tenaganya sangat kuat. Badan dia bahkan hampir 2 kali lipat dari badanku. Untungnya setelah aku bilang lepaskan, dia akhirnya berhenti mencekikku. Aku reflek batuk-batuk karena pernafasanku tadi terhambat.

Dia mengayunkan pisau yang berada di tangan kirinya ke arah tiang listrik yang ada di jalanan toko. Suara denting besi antar besi itu mengisi kekosongan toko yang tadinya sunyi. Pisau itu cukup panjang, ada lengkukan di bagian salah satu sisi yang membuat pisau itu terlihat tajam. Ada beberapa bercak darah di pisau itu, yang kutebak darah dari betisku yang tadi dia hunuskan melalui kardus.

"Udah dibilang, lo itu sampah. LO GA PERLU SOK-SOKAN KABUR!" ucap dia yang meninggikan suaranya di kalimat terakhir.

"Sorry...Aku.. ga bakal.. kabur lagi.. Please maafin aku." ucapku sambil meneteskan air mata.

Dia memegang rahangku, membuatku terpaksa harus bertatap mata dengannya. Matanya terlihat sangat tajam, seolah ingin membunuhku.

"DASAR CEWEK KEGATELAN!" ucapnya sambil menampar pipi kiriku.

"Lo pasti kabur karna lo mau godain cowok lain kan? hah?" ucap dia dengan tamparannya yang kedua.

Sakit..pipiku terasa sangat perih dan nyut-nyutan. Tuhan.. Tolong aku..

Aku cuma bisa meringkuk untuk melindungi diriku.

"Aku ga bakal kabur lagi.. please.. berhenti nyakitin aku.." ucapku dengan air mata menetes.

Aku mencoba sekuat mungkin untuk tidak menangis. Tapi ga bisa. Aku lemah, terutama di depan dia.

"Sekarang lebih baik lo ikut pulang, jangan berani-berani lo ngambil kesempatan untuk kabur! PAHAM?" ucap dia sambil menjambak rambutku lalu membenturkannya ke dinding.

Aku merintih sekilas. Kepalaku terasa sangat sakit.. Tapi aku tetap berdiri dan mengikuti langkah dia. Sepertinya, mau gimana pun, aku tidak bisa kabur darinya.

Jalanku terpincang-pincang akibat memar dan sayatan yang dia buat. Tangan kananku memegangi kepalaku yang baru saja dibenturkan. Ada darah. Aku cuma bisa pasrah.

Ini bukan pertama kalinya ini terjadi. Bagaimanapun aku kabur, dia tetap bisa menemukanku.

Langkah kami berhenti di sebuah mobil sedan hitam.

"MASUK!!" ucap dia sambil menendang kakiku.

Aku tidak punya pilihan selain menuruti perkataannya. Saat kami berdua sudah berada di dalam mobil, dia mengambil sesuatu seperti tali tambang yang tipis dan mengikat kedua tanganku.

"Jalan." ucapnya pada supir.

"Baik, tuan muda."

Selama perjalanan di mobil itu, aku cuma bisa menangis dan berharap ada yang bisa menolongku. Sakit. Terasa sakit sekali.


----------------------


"Hah." aku terbangun dari mimpiku. Kupegang pipiku yang ternyata ada bekas tangisan air mata.

"Tuhan.. aku takut." ucapku lalu kembali menangis.

Ada kenangan yang indah dan kenangan yang pahit. Semua orang pasti punya keinginan untuk menghapus kenangan tertentu. Bahkan kata 'kenangan' terlalu bagus untuk sesuatu yang buruk itu. Itu seperti mimpi buruk yang terjadi di dunia nyata.

"Maafin.. aku, Emily.." ucapku sambil terisak.

Kenapa sih aku harus kembali teringat dengan kejadian itu? Kenapa?

Sejujurnya, aku masih belum bisa sepenuhnya pulih dari dia dan kejadian-kejadian itu.

Aku menatapi betisku yang masih ada bekas luka akibat perbuatan dia. Sebuah bekas sayatan yang cukup panjang terukir di betis kananku.

"Sudah dua tahun juga ya." ucapku mengelus bekas luka tersebut.

Setelah beberapa menit melamun, aku mengusap mataku. Untungnya hari ini hari Minggu, aku tidak perlu ke sekolah dengan mata sembab. Sepertinya seharian ini aku cuma ingin tidur-tiduran.

Aku kembali membaringkan badanku ke kasurku. Menyembunyikan tubuh dan mukaku dalam selimut. Mau ga mau, tetesan air mata kembali mengalir. Aku masih sangat takut.

Sosoknya yang muncul dalam mimpiku kemarin malam kembali terbayang. Bahkan menyebutkan namanya masih membuatku takut hingga sekarang. Sosok seorang laki-laki dengan potongan rambut pendek yang berwarna coklat, dengan sebuah tindik di telinga sebelah kiri. Sosok yang pernah menyulutkan rokoknya di tangan sebelah kiriku. Dia yang berulang kali memukul, meninju dan menendangku. Yang terus menghinaku dengan segala makian. Tapi juga sosok yang pernah kusayangi. Sosok yang juga pernah membawakanku bunga dan membuatku tersenyum. Juga sosok yang membuatku seperti hidup di dalam mimpi buruk. Dialah Roy Johnson.


------------------------


Hai hai! Sekian untuk chapter ini, maaf agak berat untuk chapter ini karena menyangkut domestic violence. Tapi semoga suka ya! Jangan lupa vote dan comment. Makasih banyak udah support. See you in next chapter!






Being NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang