BAB 4.2

131 27 0
                                    

Setelah kematian istrinya, Ayah Tiri Su YuanHeng nampak menua cukup cepat. Semasa hidupnya dia menghabiskan waktu mendidik Su YuanHeng dengan benar, mengirimnya ke sekolah terbaik dan mewariskan semua pengetahuan tentang dunia medis pada Su YuanHeng.

Su YuanHeng juga bekerja keras. Saat berusia 17 tahun, dia telah dinobatkan sebagai seorang "jenius" di bidang medis, serta menerima gelar doktor pada usia 19 tahun. Sesuai rekomendasi Ayah Tirinya, dia bergabung di Rumah Sakit Umum tempatnya bekerja saat ini setelah kembali ke Cina. Tahun berikutnya, dia bertemu untuk pertama kali dengan BeiTang MinQian.

Kini tujuh tahun sudah Ayah Tirinya telah tiada. Di dunia ini, selain BeiTang MinQian, dia tidak punya siapa-siapa lagi. Namun dia juga sadar bahwa BeiTang MinQian tidak pernah menjadi miliknya sejak awal.



"Ou..... KeKe...."

Su YuanHeng menyiram wajahnya dengan air untuk membilas mulutnya dari rasa mual. Belakangan ini, dia sering mual-mual dan kejiwaannya sendiri juga belum begitu stabil. Awalnya dia mengira bahwa liburan panjang ini dapat membuatnya rileks namun siapa yang mengira bahwa dirinya tidak lebih baik dari sebelumnya.

Su YuanHeng tertawa pahit di depan cermin.

Apakah mungkin kalau dia meninggalkan BeiTang MinQian, dia malah ingin mati?

Walaupun kehidupan di Panti Asuhan sangat sederhana, namun tetap saja tidak mudah. Karena banyaknya jumlah anak-anak dan kurangnya donasi dan relawan, sehingga satu orang harus mengerjakan banyak tugas sekali waktu. Kehadiran Su YuanHeng merupakan bantuan terbesar di Panti Asuhan ini.

Anak-anak sangat menyukainya, terutama anak laki-laki 17 tahun yang berbagi kamar dengannya. Namanya adalah Qin Su. Dia sangat mengagumi Su YuanHeng. Apalagi setelah dia mendengar bahwa Su YuanHeng adalah ahli bedah syaraf, matanya seakan bercahaya saat mendengar hal tersebut, dan dia bertekad menggunakan Su YuanHeng sebagai panutannya.

Namun, ketika Qin Su sadar dengan situasinya yang besar di Panti Asuhan, dia pun berbisik sedih, "Sayangnya, aku tidak punya uang cukup untuk sekolah kedokteran. Aku tidak ingin membebani Ibu Kepala Dekan lagi. Setelah lulus dari SMA, aku berencana mencari kerja."

Su YuanHeng telah melihat nilai sekolah Qin Su sebelumnya dan mengenalnya cukup dekat selama ini, dia tahu bahwa anak ini memiliki bakat dan potensi yang besar. Su YuanHeng tersenyum tanpa dia sadari, "Jangan khawatir. Aku bisa mendanaimu untuk kuliah."

"Benarkah?" Qin Su menatapnya sampai membelalakkan mata.

"Aku sudah bertanya pada Bu Kepala Dekan. Nilai-nilai sekolahmu sangat bagus dan dia juga berharap tinggi padamu. Harusnya kamu jangan mengabaikan bakat terpendammu itu."

"Tapi, tapi....." sahut Qin Su ragu, "Sangat mahal sekali untuk bisa masuk ke sekolah kedokteran."

Su YuanHeng menepuk kepalanya lembut sambil tertawa, "Aku sanggup membayarnya. Aku juga sudah diskusi dengan Ibu Dekan. Kamu nggak perlu khawatir dengan biaya kuliahmu. Aku tahu kamu bekerja sampingan dimana-mana tapi hal itu akan mempengaruhi waktu belajarmu, belum lagi kesehatanmu. Kamu harus ikut ujian tahun depan jadi persiapkan diri sebaik mungkin. Jangan kecewakan kami."

Qin Su sangat gembira sekali, terlalu gembira hingga membuatnya tidak bisa bicara apa-apa dalam waktu lama. Dia memandang kosong kearah Su YuanHeng. Lalu tiba-tiba melompat, salto ke belakang di dalam kamar dan memeluknya kemudian berteriak, "Su Ge, kamu baik sekali! Baik sekali! Kamu bagaikan sosok Budha hidup bagiku! Aku sayang kamu! Aku sangat menyayangimu! Ha ha ha....."

Su YuanHeng juga tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum setelah melihat betapa bahagianya dia.

Dia suka akan ketulusan dan kebaikan hati anak ini dan berharap suatu hari dia bisa menjadi dokter hebat yang membantu orang-orang susah.

Hari-hari di Panti Asuhan berlalu dengan cepat.

Saat tiba waktunya kembali, Su YuanHeng mengemas barang-barangnya, mengambil koper dan bersiap untuk pulang ke apartemennya.

Sang Kepala Dekan dan anak-anak Panti Asuhan berdiri di ambang pintu untuk mengantar kepergiannya. Melihat betapa polos dan imutnya anak-anak ini, dia jadi ragu untuk berpisah dengan mereka. Tingkah mereka membuat hati Su YuanHeng terasa hangat.

"Ibu Dekan, semuanya, aku akan kembali lagi kesini menemui kalian semua."

Su YuanHeng memeluk anak-anak satu persatu dan akhirnya memeluk Kepala Dekan kemudian berkata lembut, "Ibu Dekan, jaga diri baik-baik. Anda punya tekanan darah tinggi jadi harus rajin minum obat. Kalau merasa tidak enak badan, cepatlah ke rumah sakit. Juga...."

"Baiklah, baiklah. Kamu.....kamu sudah mengingatkannya berulang kali." Kepala Dekan menepuk kepalanya penuh cinta dan berkata ragu-ragu, "Kamu juga. Jangan sampai kecapekan saat kembali. Jangan kerja terlalu keras dan jaga kesehatanmu, ya?"

"Iya."

Qin Su berdiri di pinggir mereka dengan matanya yang berkaca-kaca lalu menggumamkan sesuatu dengan ragu, "Su Ge, tunggu kabar baik dariku! Ketika aku diterima di Universitas, aku akan datang menemuimu!"

"Bagus! Aku akan menunggumu! Kamu pasti bisa!"

Su YuanHeng menepuk bahunya pelan.

Melihat bocah laki-laki di depannya ini, seakan melihat dirinya sendiri mengejar karir dalam dunia medis, sepuluh tahun yang lalu.

Dia akhirnya masuk ke dalam mobil. Ketika mobil mulai jalan, anak-anak di belakangnya menangis terisak penuh kesedihan.

Su YuanHeng akhirnya menoleh ke belakang kearah halaman tua usang yang tidak rata dan penuh nuansa suram itu, lalu kearah Kepala Dekan yang sudah tua dan anak-anak Panti Asuhan, wajahnya jadi berlinang air mata. Kemudian, dia tersenyum kecil dan melambaikan tangan.

Dia tahu bahwa tempat ini adalah rumahnya. Tempat dimana dia bisa kembali kapanpun juga.

----



Selama perjalanan kembali ke kota, Su YuanHeng tidak bisa beristirahat dengan jenak.

Dia tidak tahu apakah BeiTang MinQian masih ada di dalam apartemen. Pekerjaannya sangat sibuk jadi mungkin dia sudah pergi ke suatu tempat untuk shooting diluar.

Selama sebulan penuh, mereka berdua tidak saling berkomunikasi sama sekali. Dulu, ketika BeiTang MinQian pergi, Su YuanHeng akan selalu menunggu. Ini pertama kalinya Su YuanHeng pergi meninggalkannya dan tidak menoleh kembali.

Hati Su YuanHeng jadi merasa terpuruk.

BeiTang MinQian tidak datang mencarinya, dimana memang sudah diduga sebelumnya namun juga tidak diduga sebelumnya.

Berdasarkan sifat BeiTang MinQian, dia tahu dia tidak akan datang menemuinya namun dia tetap tidak bisa menahan diri untuk sedikit berharap. Sekarang harapan itu telah hancur berkeping-keping. Hatinya tidak jenak sama sekali. Malahan, perasaan tertekan yang semakin lama semakin terasa ini membuatnya jadi sesak napas.

Su YuanHeng gugup. Dia tidak tahu harus berkata apa saat dia dan BeiTang MinQian bertemu kembali. Bahkan, jika dia berpikir matang-matang akan semua hal yang terjadi hari itu, menurutnya reaksinya dulu terjadi karena dia terlalu emosional. BeiTang MinQian masih belum mau memutuskan hubungan mereka namun Su YuanHeng sendiri tidak punya keinginan untuk melanjutkan hubungan mereka lagi.

Dia tidak ingin putus!

Hanya ini satu-satunya kesimpulan yang diperoleh Su YuanHeng selama sebulan ini. Rindunya akan BeiTang MinQian tidak menghilang seiring berjalannya waktu, namun justru semakin bertambah.

Doa dalam TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang