Petra sibuk mengelap kusen jendela yang cukup berdebu. Ia hanya menuruti perkataan Farlan yang. Levi sedang pergi untuk mengurus sebuah hal, sementara Farlan diperintahkan untuk menjaga dan memberikan Petra pekerjaan.
"Ah...setelah itu, kau harus menyapu atap, dan setelah itu...apakah kau bisa masak?", Tanya Farlan. Petra mengangguk. "Jangan khawatir", jawab Petra.
"Baguslah. Dengan begini, Levi akan memberimu cukup respek. Kau ternyata berguna juga", ucap Farlan.
Petra pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Di tengah-tengah kesibukannya, ia masih berpikir kenapa ia mau menetap dengan dua lelaki yang bahkan belum ia kenal dan keduanya juga bukan orang yang baik-baik. Ia juga heran kenapa dirinya tak merasa takut sama sekali. Ia juga berpikir apakah hidupnya akan berjalan dengan normal jika ia tinggal dengan kedua pria tersebut?
Aneh saja jika melihat seorang wanita yang berani tinggal dengan dua pria asing. Biasanya, itu akan menjadi masalah. Tapi Petra malah merasa aman berada diantara mereka. Ia juga masih berharap kalau pilihan nya ini benar-benar pilihan yang terbaik.
"Oi"
Petra tersentak. Ia menjatuhkan sapunya sehingga menyebabkan suara yang cukup besar.
Petra berbalik, "Levi-san? Ada apa?", Tanya Petra.
"Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan. Tapi bekerja lah dengan baik. Terlalu banyak melamun akan menghabiskan waktu dan aku tidak suka dengan orang seperti itu", ujar Levi.
"Aku sudah menyelesaikannya. Aku hanya ingin bersantai sebentar", jawab Petra.
"Aku tidak menerima babi pemalas yang suka bersantai dirumah ku"
JLEB!
Benar-benar kalimat yang tajam. Tapi Petra tidak mau memasukkan ke hati, karena Farlan memang sudah memberitahu nya sejak awal. Petra juga tidak mau diusir dari rumah ini, karena ia tidak tahu lagi harus kemana.
"B-baik...kalau begitu, aku akan turun dan memasakkan makanan", ucap Petra.
Seraya Petra berjalan turun, Levi memerhatikan Petra sampai Petra benar-benar hilang dari pandangannya.
"Dia beban yang berguna", gumam Levi. Ia menengadah keatas yang mana ia hanya bisa melihat langit-langit berupa bebatuan.
Levi sangat merindukan langit biru yang luas. Terakhir kali ia melihat langit saat ia berumur 10 tahun. Itupun ia lihat dari lubang besar yang mengarah langsung ke permukaan. Ia juga melihat banyak orang berlalu lalang dari bawah. Tampak menyedihkan memang, tapi begitulah nasib.
Selain merindukan langit biru, ia juga memimpikan sebuah rumah sederhana di permukaan yang bersih dan disinari oleh cahaya matahari. Mimpi yang sederhana, namun sekali lagi, keberuntungan tidak berpihak padanya. Jujur saja, ia sedikit iri melihat Petra. Pendatang baru dari permukaan.
Ditengah lamunannya, sebuah telapak tangan menepuk pundak kecilnya—itu Farlan.
"Oi"
Levi hanya menjawab sahutan Farlan dengan "Hm".
"Kau tau Yan? Dia saat ini sedang sakit. Ia tidak bisa berjalan. Mungkin kekurangan cahaya matahari. Jadi, aku membagi upah yang lebih kepadanya. Pikirku, supaya dia bisa dirawat di ahli medis di permukaan", ujar Farlan.
"Itu bagus. Mungkin sebentar lagi, aku juga akan lumpuh karena kekurangan cahaya matahari", ucap Levi. Ia masih betah menatap langit-langit kota tersebut.
"Kau terlalu pasrah. Sialnya, orang-orang penjaga selalu menaikkan harga untuk naik ke permukaan sesuka mereka. Benar-benar memuakkan"
"Ya. Orang-orang itu memang memuakkan di matamu. Tapi kita juga tak kalah memuakkan nya di mata orang lain"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond the Surface [ON PROGRESS]
FanfictionPetra mengira kehidupannya akan berakhir saat ia menginjakkan kaki di. salah satu rumah bordil di Kota Bawah Tanah Distrik Stohess. Namun, secercah harapan meneranginya. "Saat pertama kali melihat mu, entah kenapa, hatiku menyuruh ku untuk menghamp...