Hai apa kabar? Kuharap kalian sehat semuanya. Aku benar-benar mengucapkan terima kasih atas dukungan kalian. Jujur saja setelah lama vakum karena kesibukan lain aku tak tahu harus memulai menulis dari mana lagi. Ada banyak Yang terbengkalai. Kuharap kedepannya aku bisa konsisten dan membagi waktu dengan tepat. Kuharap kalian tetap mau menantikan kelanjutannya. Sekali lagi terima kasih atas dukungannya 🙏
Jangan lupa untuk selalu jaga kesehatan.
Kalian tahu apa yang paling menyebalkan dalam hidup. Saat kamu masih diikuti oleh kisah masa lalu. Ada masa dimana kamu ingin beranjak tapi esoknya malah kakimu tidak mampu untuk bergerak bahkan selangkah. Seperti sekarang. Alih-alih merasa bahagia karena jauh dari Kafka yang ada malah sebaliknya. Aku merasa gelisah.
Sudah sepekan ini Kafka tidak masuk. Aku bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Kadang kala aku ingin menghubunginya. Namun, urung kulakukan. Aku hanya bisa menatap ruangannya yang terlihat hening.
Andi bilang, Kafka sedang ke Jakarta. Kalina memintanya untuk mengambil cuti. Jangan heran dari mana Andi tahu, ucapkan terima kasih pada Sari, kekasihnya dibagian HR.
Harusnya aku merasa bahagia, tidak ada boss artinya aku bisa bersantai. Sayangnya apa yang kurasakan tidak seperti itu. Membayangkan dia di sana bersama keluarga kecilnya membuat merasa marah sekaligus sedih.
"Ini...!" Sekaleng Latte terasa dingin menyentuh pipiku mengagetkanku. Kulihat Disty berdiri di depanku. Ia tersenyum tipis, kucoba mencari raut wajah sedihnya. Namun, tak ada yang kutemukan. Entahlah, mungkin ia pandai menyembunyikannya. Disty lalu menyodorkan sekaleng Latte tersebut kearah ku.
Tanganku bergerak meraihnya, "Terima kasih." Yang dibalas anggukan oleh Disty seraya duduk tepat dihadapanku. "Bagaimana kabarmu?" Aku tahu pertanyaan ini mungkin tidak tepat, melihat secara fisik Disty saat ini ada dihadapanku dalam keadaan utuh.
Disty mengangkat kedua bahunya, lalu tersenyum tipis. "Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja."
"Syukurlah." Hanya itu yang kuucapkan. Aku memilih diam, sesekali kutatap layar komputer di depan ku. Yang hanya menampikan layar Microsoft word kosong.
"Ada masalah?" Tanya Disty, kedua matanya menatapku dalam.
Aku menggeleng. Tanpa sadar tanganku bergerak memainkan kaleng latte pemberian Disty yang sama sekali belum aku sentuh.
"Kamu bisa cerita padaku." Disty bahkan tidak mengalihkan wajahnya dariku.
"Jangan menatapku seperti itu. Aku baik-baik saja." Aku tersenyum tipis kearah Disty. "Justru aku ingin bertanya bagaimana kabarmu?"
"Seperti yang kamu lihat, aku baik. Semuanya masih utuh." Entah itu candaan atau menguatkan diri, hanya saja saat Disty mengatakannya terasa garing. Orang bilang mulut bisa berbohong. Tetapi, mata tidak bisa menutupi semuanya.
Kutatap Disty lekat, jujur saja aku penasaran bagaimana hubungannya dengan Pram setelah kejadian hari itu. "Kamu tahu maksudku Dis?"
Kulihat Disty menghela nafas. Ia diam sejenak, lalu kedua matanya terlihat berkaca-kaca. Sesaat aku merasa bersalah, harusnya aku tidak usah menanyakannya.
"Semuanya berakhir." Lemah Disty saat mengatakannya. Sementara aku yang mendengarnya cukup terkejut, mengingat hubungan mereka bukan sehari, dua hari. Mereka sudah cukup lama bersama. Menghabiskan banyak waktu bersama. Semudah itukah mereka mengakhirinya?
"Kenapa?" Ragu aku mengatakannya. Kutatap Disty lekat mencari jawaban dari pertanyaan yang tersimpan di benakku. "Kenapa, kalian berpisah?"
"Karena memang sudah saatnya diakhiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Salah
RomanceAku tahu semuanya menjadi begitu sulit sejak aku putuskan kembali masuk ke dalam hidupnya. Kadang aku bertanya apa aku masih mencintainya. Atau hanya sebuah kepuraan-puraan rasa. Hatiku sendiri merasa ragu. Akan tetapi yag kutahu aku ingin melakukan...