Malam itu, hujan deras. Aku sendirian di rumah. Ini rumah orang tuaku. Disinilah aku menghabiskan masa kecilku yang singkat. Malam ini kematian Faris. Aku menyesali banyak hal akan perbuatanku dulu. Terlebih aku adalah penyebab kakakku tiada, kembali ke sisi Tuhan.
Ini adalah hari kematiannya. Sejak siang mereka menghubungiku. Dan kukatakan aku ingin sendiri saat ini. Tapi, ada harapan membuncah menemukan Kafka berdiri di depan pintu rumahku. Dia tersenyum, senyuman yang sudah lama tidak kulihat darinya. Senyumnya seperti dulu saat pertama kali kami bertemu.
Aku mengizinkannya masuk. Kami saling bercerita dan saling memaafkan. Aku meletakkan kepalaku dibahunya. Bercerita bagaimana hatiku terluka saat ia mengabaikanku. Bercerita bagaimana aku masih menyukainya sementara dia sudah beranjak. Mengganti namaku di hatinya menjadi nama wanita lain. Kafka meminta maaf untuk semua. Dan kumaklumi. Aku juga sudah lelah. Mungkin kami memang tidak ditakdirkan bersama.
Suara petir di luar membuatku merasa ketakutan. Terlebih lampu mati. Kafka tahu aku takut gelap. Aku memeluknya erat. Dan semua terjadi begitu saja. Orang bilang pihak ketiga adalah setan. Sepertinya itu benar. Aku tak tahu siapa yang memulai. Kami mulai berciuman. Ciuman yang memabukkan. Aku menangis kala kusadari ini mungkin ciuman perpisahan. Kami berdua larut dalam gairah dan rasa rinduku yang membuncah. Entah Kafka sendiri bagaimana tak kuhiraukan. Aku merasakan caramya sama seperti dulu ketika pertama kali ia menyentuhku. Mengizinkan dia memasuki tubuhku berulang kali hingga aku tak tahu kapan hujan berhenti. Yang kutahu pagi harinya aku terbangun dalam pelukannya dan kurasakan itu adalah pagi terindah.
Seminggu setelah kejadian itu sikap Kafka tidak berubah. Dia masih tetap perhatian. Kami berdua tidak pernah menyinggung kejadian hari itu. Aku menguburnya. Karena sejak Kafka keluar dari rumahku hari itu, kuanggap semuanya selesai.
Namun takdir siapa yang tahu, hari itu aku mendapat undangan pesta salah satu kenalan di clubku. Aku meminta Gita menemaniku tapi dia tidak bisa. Lalu kumeminta Kafka dan dia menyanggupi. Sesampainya disana, kami berbaur dengan yang lainnya. Dan saat pesta di mulai aku tidak melihatnya. Kafka menghilang. Aku merasakan dia tidak disini. Biasanya dia menjagaku. Dan mengingat hal itu membuatku sedih. Rasanya aku ingin menangis.
Disana aku bertemu Fajar. Kami berdua tertawa dan bercerita. Lalu kepalaku terasa sakit. Tubuhku terasa panas, tiba-tiba saja Fajar membawaku pergi dan aku tak tahu kemana dia akan membawaku. Saat tubuhku dibaringkan di atas tempat tidur, aku mendengar suara pintu dibuka. Mereka terlihat berkelahi. Dan entah dimenangkan oleh siapa. Hening yang kutemui hingga aku mulai tidak tahan lagi. Aku hendak melukai diri berusaha menghilangkan gairah yang kurasakan. Aku sadar jika ada yang salah dengan tubuhku. Aku terangsang, aku menginginkan sentuhan.
"Kau tidak apa-apa?" Itu yang dia tanyakan. Saat tangannya menyentuh tanganku aku mulai kehilangan kendali. Kugigit lidahku agar bisa menahan nyeri yang kurasakan. Keringat dingin mulai mengalir. Aku memohon padanya untuk meninggalkan ku. Tapi yang terjadi sebaliknya, dia menciumku. Ciumannya yang terasa memabukkan. Dan semuanya terjadi. Hal terakhir yang kurasakan setelah dia menghujamku berkali-kali. Memasuki tubuhku berkali-kali. Tubuh kami bergetar saat merasakan pelepasan. Samar kudengar dia berkata maaf. Dan aku pingsan.
Dini hari aku tidak ingat pukul berapa, aku terbangun dalam keadaan mengerikan. Tubuhku dipenuhi jejak-jejak biru hasil ciuman membabi buta. Aku menangis dan merasa seperti gadis bodoh. Aku sendirian tak ada Kafka di sini. Dengan tangan bergetar kuhubungi Gita agar datang ke sini. Saat Gita datang ia terkejut melihatku yang duduk ketakutan tanpa pakaian diatas tempat tidur. Gita lalu menghubungi Tobby, dan membawaku ke rumah sakit.
Aku tertidur panjang, dan saat terbangun aku melihat wajah penyesalan Kafka. Aku benci tatapan matanya yang mengasihi ku. Aku mencoba kuat mendengar perkataan dokter jika seseorang baru saja melecehkanku dengan ditemukannya banyak jejak sperma disekitar organ intimku. Dan kandungan obat perangsang dalam darahku.
Aku menangis dan merasa ingin mati. Tapi Kafka menguatkanku. Begitupun yang lainnya. Puncaknya aku hamil. Aku bingung apakah harus bahagia atau tidak. Aku ketakutan, lubuk hatiku berharap ini adalah anak Kafka. Bukan anak orang lain. Mengingat sebelum kejadian itu, kami sempat melakukannya.
Gerry dan Eza bersedia menikahiku. Begitupun Kafka. Tapi, aku menolak. Aku bisa hidup berdua dengan anakku. Terlepas siapa ayahnya. Aku tidak akan pernah melakukan tes DNA. Biarlah begini, hidup dengan kepercayaan ini anak Kafka. Aku tidak bisa membayangkan jika anak ini adalah anak hasil pelecehan. Aku mencoba menyakinkan dan menguatkan diri jika aku pasti bisa mandiri.
Tapi, Kafka bersikeras membujukku. Puncaknya saat tante Karisma datang dan memelukku. Aku menangis pertama kalinya dalam pelukannya. Kerinduanku pada sosok mama seakan muncul darinya. Tante Karisma, mama Kafka memintaku menerima lamaran Kafka. Awalnya aku menolaknya, tapi melihat sosoknya membuatku berubah fikiran. Aku menerimanya. Alasan aku menerima Kafka bukan hanya karena aku masih mencintainya. Tapi, aku ingin menjadi putri mamanya. Dan kami menikah. Semuanya terjadi begitu cepat. Walau akadnya berlangsung sederhana. Tapi, pestanya berlangsung meriah. Hanya saja sesaat aku lupa ada sosok gadis yang tinggal di hati Kafka.
Malam itu, malam pertama kami sebagai suami istri, aku terbangun dari tidur. Kulihat Kafka mengigau menyebut nama Tari. Dan dari sana aku sadar, kalau pernikahan kami tidak sesederhana yang terlihat. Aku tak tahu bagaimana akhirnya. Jika esok Kafka ingin pergi bisakah aku melepaskannya? Sementara beberapa tahun ini, aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Ada suami, anak dan orang tua. Hal yang dulu tidak pernah kurasakan.
Saat Kafka memutuskan ke Makassar, aku awalnya biasa saja. Tapi, begitu tahu ada gadis itu di sana. Aku yakin rumah tanggaku tidak akan sama lagi. Entah siapa yang akan bahagia di akhir? Atau kami bertiga akan hancur bersama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Salah
RomanceAku tahu semuanya menjadi begitu sulit sejak aku putuskan kembali masuk ke dalam hidupnya. Kadang aku bertanya apa aku masih mencintainya. Atau hanya sebuah kepuraan-puraan rasa. Hatiku sendiri merasa ragu. Akan tetapi yag kutahu aku ingin melakukan...