part 19

2K 335 45
                                    

Kafka tak bisa memejamkan mata. Bayangan Tari menangis, menghantuinya. Sekali lagi ia menyakitinya. Berulang kali ia menarik nafas dan menghembuskannya. Mengusap wajahnya, dan mengacak rambutnya, tidak tahu harus berbuat apa.

Sebagai laki-laki sudah begitu lama ia menahan diri pada Tari. Ia tidak munafik. Dari dulu ia menginginkan Tari lebih dari sekedar ciuman sejak dulu. Tapi, berpacaran dengan Tari membuatnya mengerti kalau tidak semua wanita bisa diperlakukan sama seperti wanita lain. Mereka berciuman tapi tidak sejauh meraba.

Ia merasa munafik. Saat di mana ia tidak bisa mengendalikan diri. Ia selalu bermain dengan beberapa wanita di luar. Ia mencintai Tari, ingin menikahi gadis itu. Hanya saja saat itu bersama Tari, ia merasa ruang geraknya dibatasi. Tari cenderung posesif, sementara ia suka kebebasan. Tapi, bukan berarti ia hanya bermain dengannya. Karena ia tahu, apa yang dirasakannya pada gadis itu. Lalu, saat Tari pergi darinya ia merasa tersesat. Bahagia tak kunjung ia rasakan lagi. Ia menjadi diam. Semuanya pun berubah.

Awalnya Kafka tidak berminat menerima ajakan Fajar, salah satu temannya saat ia kuliah dulu. Tadi siang tanpa sengaja Fajar bertemu dengannya usai meeting dengan klien di salah satu restoran. Lalu, mereka pun saling menyapa dan bertukar nomor. Karena sempat lost contact. Malamnya Fajar mengajaknya menikmati hiburan malam di kota Makassar. Karena penat ia pun menerimanya.

Kafka merasa bersalah mengacuhkan Tari seharian tadi. Hanya saja posisinya serba salah. Kehadiran Kalina di kantor dan selalu merecokinya membuat ia tidak punya ruang gerak. Ia tidak ingin Tari mengalami masalah. Kafka tidak ingin kejadian Disty tempo hari, terjadi pada Tari. Kafka mengenal istrinya dengan baik. Dahulu kala tiap kali ada gadis yang mendekatinya, Kalina akan maju. Entah apa yang dilakukannya pada gadis-gadis itu. Bahkan hubungannya dengan Tari pun awalnya ia sembunyikan dari sahabatnya. Sebelum akhirnya ia ketahuan. Salah satu alasan Kafka tidak mengajak Tari tiap kali bersama sahabatnya adakah Kalina.

Kalina cenderung manja. Setiap keinginannya harus terpenuhi. Bahkan tidak segan ia akan marah dan memarahi siapapun jika ada hal-hal yang menurutnya tidak sesuai dengan keinginannya. Mereka bersama sejak SD hingga kuliah. Kalina selalu mengikutinya kemanapun ia pergi.

Kafka memejamkan matanya, andai saja ia bisa melindungi Kalina dan Tari. Hal ini pasti tidak akan terjadi. Semua adalah ketidak becusannya melindungi sahabat dan kekasihnya.

Kafka menikmati dentuman suara musik yang terdengar kerasa dan menggema diseluruh ruangan. Di bawah lantai dance, muda mudi tengah bergoyang meliukkan badan mengikuti musik yang dimainkan sang DJ.

"Kusut amat bro?" Fajar mengatakannya sembari memberikannya segelas minuman beralkohol.

Kafka tak menjawab, ia perlahan meneguk minuman tersebut. Kafka dan Fajar saling membahas kenangan saat mereka kuliah dan kegiatan saat ini. Lalu ditengah percakapan tangkapan matanya tertuju pada seorang gadis yang tengah duduk di depan meja bar. Gadis itu sepertinya tidak menyadarinya. Karena tatapannya hanya tertuju pada manusia yang tengah bergoyang dibawah sana.

"Cantik." Fajar menyadari arah pandangan Kafka. Namun, pujian Fajar membuatnya merasa tidak nyaman. "Haruskah aku ke sana berkenalan dengannya?" Lanjutnya lagi.

Namun alih-alih menjawab Kafka berdiri. "Dia wanitaku." Jawabnya dingin. Tatapan matanya tajam ke arah Fajar. Lalu tidak menunggu jawaban dari Fajar Kafka berjalan menghampiri Tari.

Tanpa kata ia langsung menariknya. Membawanya keluar dari tempat itu. Ia merasa marah. Dulu kala, mereka sering bertengkar karena Ia tidak pernah mengizinkan Tari ikut dengannya. Ia hanya melindungi wanitanya. Tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Karena walau tidak selalu demikian, banyak hal yang tidak bisa ditebak saat memasuki tempat seperti ini.

Cinta Yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang