. • the fourth

723 114 59
                                    

"Papa pulang!"

"Yah, pulang kan si papa."

"Hush, Junghwanie. Gak boleh gitu."

"Iya ma, iya."

Namja bernama Junghwan itu menekuk wajahnya dan menaruh kepalanya di atas meja makan. Menunggu mamanya selesai menyiapkan makanan.

"Eh, Junghwan."

Karena dipanggil, mau tidak mau, Junghwan menoleh. Ia tersenyum menatap papanya. Senyum palsu yang penuh kesedihan tepatnya.

"Eh, papa Jiun. Hehe."

"Selamat karena kamu lagi beruntung," ujar Jihoon yang membuat si bungsu bingung.

"Guru les kamu yang papa hubungi kemarin ternyata udah ada jadwal. Jadi gak bisa," lanjut Jihoon yang kini membuat Junghwan bersorak senang. Di dalam hati.

Baru setelah Jihoon pergi dari ruang makan, Junghwan bersorak senang secara terang-terangan. Membuatnya kembali ditegur mamanya.

Jihoon sendiri mendengarnya padahal. Namun, ia tak acuh dan lebih memilih melanjutkan langkahnya menuju kamar untuk membersihkan diri sebelum makan malam mulai.

Langkahnya lalu sampai di kamar si sulung, Doyoung, sebelum benar-benar sampai ke kamarnya. Ia penasaran dengan yang dilakukan si sulung karena pintu kamarnya tumben tidak tertutup rapat.

Kriet

Si pemilik kamar tersentak mendengar suara pintu kamarnya di buka. Ia menoleh dan mendapati Jihoon di ambang pintu yang tengah mengamatinya.

"Eh, papa? Ada perlu?"

Jihoon menggeleng tersenyum.

"Nothing. Hanya ingin melihat anak sulung papa sedang apa."

Doyoung tertawa kecil dan kemudian mengangguk paham.

"Sedang mengisi beberapa angket dari jurusan psikolog." terangnya.

"Ohya,Guru les Junghwan gimana pa? Kalau belum nemu, Doyoung bisa kenalin kakak tingkat Doyoung dulu. Dia juga beberapa kali jadi guru les kok dan sempet ngajarin Doyoung. Enak kok cara penyampaiannya."

Jihoon nampak berpikir. Sepertinya tidak masalah. Daripada Junghwan tidak segera dapat guru les kan ya.

"Bagaimana?" tanya Doyoung yang kemudian diangguki Jihoon.

"Jangan yang galak lho. Kasian big babynya papa."

Doyoung tertawa mendengarnya. Debay dong si Junghwan. Ya oke, gak salah.

"Chill, pa. Janji yang ini penyayang banget dan lembut, apalagi sama anak modelan Junghwanie."

Perkataan Doyoung membuat Jihoon terkekeh dan mengangguk sebelum akhirnya beranjak dari kamar si sulung.

◃───────────▹

Hari sudah cukup malam. Jam makan malam juga sudah lewat. Yedam masih duduk di depan meja desknya, menghadap laptop miliknya dan beberapa lembar kertas. Ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikannya sebelum ia beranjak tidur.

Apalagi, sekarang ia adalah ketua departemennya. Haruto benar-benar mempromosikan Yedam ke jabatan yang lebih tinggi. Dan namja Jepang itu benar-benar menyesal sekarang.

Ia tengkurap di kasur Yedam dengan kedua kaki ia tekuk ke udara dan menatap bosan pada Yedam yang masih sibuk. Sedari tadi dirinya hanya berguling-guling di kasur Yedam dan membuat piyamanya jadi agak lecek.

"Hyungiee... Apa masih lama?" tanya Haruto sembari kembali mengubah posisinya jadi telentang dan menghadap ke langit-langit kamar Yedam.

"Masih," jawab Yedam. "Makanya, sudah ku bilang kamu tidur sama Jeongwoo saja." lanjutnya.

•Anprotagonist• [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang