Puk
Merasa seseorang menepuk pundaknya, Yedam mengalihkan tatapannya dari sebuah pigura berukuran besar yang terpajang di dinding dengan beberapa pigura kecil di samping-sampingnya, pada orang yang menepuknya.
Ia lalu melempar senyum saat mengetahui okaasan tersayang Haruto ada di sampingnya.
"Mereka lucu ya." ujarnya seraya menatap pigura yang tadi Yedam tatap.
Yedam mengangguk setuju dan kembali menatap pigura itu. Pigura di mana ada sosok Haruto dan Jeongwoo yang sedang narsis dengan kamera yang menangkap gambar mereka. Keduanya tampak begitu lucu dan tampan sekaligus bersebelahan dengan tubuh yang terbalut tuxedo berwarna navy.
Tak ingin menebak sih. Karena foto itu terlihat jelas diambil di hari pernikahan dua orang dengan tahun lahir yang sama itu.
Dapat Yedam dengar okaasan Haruto meng'hum' beberapa saat sebelum kembali berbicara. "Ah, kapan ne Haruto memperbolehkan orang tuanya sendiri memajang foto pernikahan anaknya dengan sosok yang benar-benar dicintanya?"
Yedam berkedip beberapa kali. "Ne?"
Okaasan Haruto menoleh pada Yedam. "Suami mu itu tidak mengizinkan kami memajang foto pernikahannya dengan mu di rumah ini. Katanya, dia menunggu hanya ada 'kalian'."
Mendengarnya membuat Yedam memutar memori. Ia teringat betapa inginnya Haruto menjalani hidup hanya dengannya seorang. Sering membawa kata 'kita' hingga membuatnya terlihat memiliki obsesi pada kata berhuruf empat itu.
"Okasan masih tidak habis pikir dengan jalan pikiran kakek dan nenek Haruto yang primitif. Padahal mereka sukses besar di era mereka tinggal." kata okaasan Haruto setelah membiarkan keheningan menjeda sejenak percakapan mereka.
"Perjodohan dini. Kuno sekali. Terlebih, ini bisa dibilang 'kurang normal'. Menolak pun apa guna. Mereka tetap bersikukuh dengan keputusan mereka." lanjut beliau.
"Lalu turun ke cucu mereka." sahut Yedam dengan suara kecil.
Okaasan Haruto yang masih bisa mendengarnya hanya terkekeh. "Exactly. Tapi dia tidak menuntut banyak hal dari mu kan?"
Yedam menoleh dan menggeleng. "Haruto benar-benar memberi ruang agar saya bisa menyesuaikan diri. Dia begitu sabar dan secara tidak langsung, saya justru jadi melukai hatinya."
Senyum manis kembali terukir di wajah okaasan Haruto. Beliau mengangguk mengerti.
"Dia rela menyimpan sakitnya jika itu membuat mu merasa lebih nyaman dan bebas." beliau terkekeh. "Ah, jadi ingat saat-saat ia mengatakan pada okasan bahwa seseorang berhasil membuatnya jatuh cinta."
Yedam menyimak.
"Seorang laki-laki yang tampan dan manis sekaligus yang berlari mengejar lift yang pintunya nyaris tertutup di hari wawancaranya. Lucu sekali membayangkannya. Kkk."
Semburat merah di wajah Yedam kini memperlihatkan betapa malunya dia. Ah, kenapa juga Haruto menceritakan hal seperti itu pada okaasan nya?
"Dia sering menceritakan mu saat itu." lanjut okaasan dengan Yedam yang tentu saja masih menyimak.
"Haruto justru seperti anak gadis yang hobi memata-matai gerak gerik orang yang disukanya. Dia cerita kalau kamu bisa bermain gitar. Sesekali menyanyi dengan iringan gitar dari teman sekantor mu. Lalu, dia juga cerita kalau wajah mu yang sedang kesal itu lucu sekali. Senyum mu begitu manis. Hmm. Okasan setuju sih. Dan okasan yakin setiap menceritakan tentangmu, dia sedang senyum-senyum seperti orang gila."
Beliau tertawa renyah dan Yedam hanya mengikuti. Sungguh, malu sekali rasanya.
"Dan kau tau, dia hanya menceritakan nya pada okasan . Dia tidak ingin Jeongwoo tau karena tak ingin melukai perasaan anak itu." tambah beliau.
KAMU SEDANG MEMBACA
•Anprotagonist• [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔
FanfictionSiapa yang antagonis dan siapa yang protagonis? Haruto yang mengundang orang lain masuk dalam pernikahannya? Jeongwoo yang tidak suka dengan kehadiran orang yang Haruto bawa? Atau Yedam si orang asing yang tidak tau kenapa takdir membuatnya hidup di...