Obsidian Jeongwoo bergerak mengamati pergerakan Haruto yang sedang menelpon seseorang dan kemudian mematikannya. Ia mengambil tas kerjanya dan beranjak dari kursinya.
"Ada yang ingin ku bicarakan dengan mu." ujarnya.
Tentu saja Haruto, satu-satunya orang yang tersisa di dalam ruang sidang selain Jeongwoo, menoleh.
Hari ini adalah sidang perceraian mereka. Dan itu selesai lebih cepat dari yang Haruto atau pun Jeongwoo tebak.
Yah, pada akhirnya, Jeongwoo kembali menggunakan marga dari Jihoon, marga yang sama dengan kedua saudaranya yang enggan datang ke sidang Jeongwoo. Hanya orang tuanya tadi. Tapi, mereka sudah pergi lebih dulu karena ada urusan mendesak.
"Ada apa?"
Jeongwoo ikutan beranjak dari duduknya. Ia lalu berjalan keluar ruang sidang diikuti Haruto.
"Soal Yedam hyung sih. Sudah seminggu dan dia belum menemui mu?"
Helaan napas dari Haruto dapat Jeongwoo dengar. Lawan bicaranya itu menggeleng lesu.
"Kalian masih saling menghubungi tidak?"
Lagi-lagi pertanyaan Jeongwoo dijawab dengan gelengan dari Haruto. Membuat Jeongwoo gantian yang menghela napas.
"Ada apa dengan mu? Coba lah mendekatinya dan pelan-pelan berikan dia penjelasan. Kau ingin orang lain yang lebih dulu menjelaskannya pada Yedam hyung?" tanya Jeongwoo lagi dengan nada kesal. Beribu-ribu kesal.
"Dia meminta waktu dan menyuruhku tidak menghubungi atau menemuinya." jawab Haruto sedih bercampur kesal. "Aku tidak ingin membuatnya lebih marah dengan tidak mengikuti apa yang ia katakan."
Jeongwoo berhenti berjalan. Menarik napas dalam dan menggelengkan kepala karena sikap Haruto. Gini amat orang yang baru pertama kali jatuh cinta.
Laki-laki yang telah resmi berpisah dari Jeongwoo juga jadi ikutan berhenti. Sejujurnya, ia bingung juga harus bagaimana. Eum- mungkin Jeongwoo punya saran?
"Haruto baka Watanabe, dengarkan aku," Jeongwoo menatap Haruto lekat. "Bukan begitu cara meladeni Yedam hyung. Tidak kah kau berpikir, Yedam hyung ingin melihat effort mu untuk membuktikan kau tidak salah? Tidak ada hubungan dengan perempuan sok itu, ha?"
Haruto mengacak surai belakangnya.
"Aih, kau jadi selemah ini ya kalau sudah menyangkut orang yang kau cintai? Aigoo, Tuan muda Watanabe." Jeongwoo memijat pelipisnya pelan.
"Temui dia. Jelaskan semuanya. It's already late, you know. Tapi, masih sempat. Jangan membuat waktu menghancurkan semuanya." tambah Jeongwoo mengakhiri percakapan mereka.
Namja itu lalu menepuk pundak Haruto dan kemudian berjalan menuju motornya. Ia harus pergi kuliah. Meninggalkan Haruto yang hanya menatap kepergian Jeongwoo.
Agaknya, Haruto memang harus pergi menemui Yedam. Ia harus minta maaf nanti karena tidak mematuhi apa yang Yedam katakan.
◃───────────▹
"Yedam-ssi!"
Merasa terpanggil, Yedam yang baru saja duduk di salah satu bangku di cafetaria tempat bekerjanya, menoleh pada sumber suara. Ia terdiam dengan sosok yang baru saja memanggil namanya.
Yedam lalu berdiri saat orang yang memanggilnya berjalan angkuh dengan raut wajah tak bersahabat, berjalan mendekatinya.
Plak
Jaehyuk dan Yoshi yang sedang memesan makan siang terkejut dengan yang mereka lihat. Amarah langsung menggebu. Keduanya segera berjalan mendekati Yedam yang baru saja ditampar oleh orang yang dengan tanpa rasa malu kembali menginjakkan kaki di gedung tempat mereka bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
•Anprotagonist• [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔
FanficSiapa yang antagonis dan siapa yang protagonis? Haruto yang mengundang orang lain masuk dalam pernikahannya? Jeongwoo yang tidak suka dengan kehadiran orang yang Haruto bawa? Atau Yedam si orang asing yang tidak tau kenapa takdir membuatnya hidup di...