. • the tenth

629 106 33
                                    

Ting

Lift yang Yedam naiki telah sampai di lantai tujuannya. Ia keluar dari lift sembari memeriksa ulang dokumen yang dibawanya.

"Oh, Yedam-ssi."

Spontan, Yedam mengalihkan tatapannya. Dari menatap kata per kata di dokumen yang dibawanya, pada seorang perempuan yang sudah berkepala dua di hadapannya.

Keduanya saling membungkuk hormat.

"Maaf ne karena membuat mu harus kemari." ujarnya pada Yedam.

Dengan segera, Yedam menggeleng. "Ah, tidak masalah. Lagi pula kau harus mengantar putramu ke rumah sakit. Itu lebih penting dari mengantar dokumen ku ke ruang CEO-nim."

Wanita itu tersenyum lembut. Berujar terimakasih dan kemudian pamit memasuki lift. Yedam pun kembali melanjutkan langkahnya ke ruangan CEO perusahaan tempatnya bekerja. Yah, sebut saja Haruto.

Wanita barusan adalah sekretaris Haruto. Selama ini, dialah yang menjadi perantara penyerahan dokumen-dokumen dari setiap departemen atau direktur untuk ditandatangani Haruto. Namun, saat ini sekretaris Haruto ada perlu dengan anaknya. Jadi, Yedam harus datang sendiri ke ruang Haruto.

Sebenarnya, bisa sih Yedam menyuruh bawahannya. Tapi, ia kenal orang-orang di departemennya. Mereka sangat anti bertemu CEO yang dikenal dingin dan cuek itu.

Aigoo. Tidak tau saja mereka jika CEO mereka itu jauh terlihat seperti anak usia lima tahun saat berada di rumahnya sendiri.

Drrt drrt

Langkah Yedam terpaksa dihentikannya saat ponsel di saku celananya bergetar. Menandakan ada panggilan masuk.

Ibu negara is calling..

Yedam mengernyit bingung. Tumben mamanya menelpon saat jam kerja Yedam. Biasanya hanya bicara lewat chat atau menelponnya di luar jam kerja.

Well, tak ingin kena omel karena mengangkat telepon lama, Yedam segera saja menggeser icon warna hijau untuk mengangkat panggilan dari mamanya.

"Yeobeoseyo. Ada apa ma?" tanyanya to the point. Yah, mengingat ia harus segera mendapatkan tanda tangan Haruto di dokumen yang dibawanya.

"Halo sayang. Maaf ya menelpon mu saat jam kerja."

"Gwaenchana. Jja, wae?"

"Sepupu mu datang hari ini. Dia dan suaminya ingin makan malam dengan keluarga kita di restoran mama."

Yedam berkedip beberapa kali. "Okay... So?"

"Bisa kau datang juga nanti dengan suami mu?"

Nah, benar juga tebakan Yedam. Aigoo.

"Ah, ne nanti kutanyakan Haruto dulu ya. Takutnya dia sedang sibuk. Kalau dia tidak bisa, tidak apa kan Yedam sendiri yang datang? Yedam akan usahakan tidak lembur kok."

"Sure. You can ask him first. Thanks dear."

"Your welcome, ma. Aku tutup ya?"

"Of course. Bye~"

Dan setelahnya, Yedam mematikan sambungan telepon. Memasukkan kembali benda persegi panjang pipih itu ke dalam saku celananya. Menatap pintu ruangan Haruto di depannya sebentar dan kemudian ia menggeleng pelan.

•Anprotagonist• [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang