Chapter 7 : I am dissapointed

18.4K 2.6K 180
                                    

Hendery menghela nafas panjang lalu membuka pintu unit apartemen di hadapannya. Ia langsung disambut dengan seisi apartemen yang cukup kosong walau ada beberapa barang perabotan seperti televisi, meja nakas, sofa, dan meja kecil. Barang-barang mereka yang tersisa di apartemen lama akan dikirimkan besok pagi kemungkinan akan sampai seminggu ke depan. Apartemennya cukup nyaman dan cukup luas untuk ditinggali dua orang saja.

Pemuda berusia 19 tahun itu berjalan menuju sebuah kamar yang akan menjadi miliknya. Ia meletakkan kopernya di lantai lalu duduk di kasur yang sudah tersedia. Ia memandangi sekitar, memikirkan tentang barang-barangnya yang akan ia letakkan di sini seperti seperangkat komputernya, buku-buku, pajangan dinding, dan lain-lain.

BRAK!

Hendery terkejut.
Ia langsung berjalan keluar dari kamarnya lalu ia langsung disuguhkan oleh Ten yang tampak kesal, wajahnya memerah dan rahangnya bergemeletuk. Pria mungil itu menopang tubuhnya di counter dapur sambil menoleh ke arah Hendery.

"Ada apa?" Tanya Hendery penasaran karena baru saja mendengar suara seperti barang yang dibanting ke lantai. Dan benar saja, Ten telah menendang kopernya sendiri hingga tersungkur ke sudut ruangan.

"Aku akan memindahkanmu ke kampus di Thailand secepatnya, dan kita akan pergi dari sini besok pagi." Ujar Ten.

Sontak Hendery menaikkan kedua alisnya bingung, "apa-apaan? Aku ingin berkuliah di kampus impianku dan papa membatalkan segalanya begitu saja?"

"Itu bukan kampus impianmu, Hendery. Kamu memaksakan diri untuk belajar di negeri orang supaya kamu bisa berhubungan kembali dengan mereka, bukankah begitu? Aku sudah bilang jika kamu tidak akan pernah bisa berhubungan lagi dengan mereka sampai kapanpun!"

"Haechan adalah adikku dan Johnny adalah ayahku! Kau tidak bisa berbicara sembarang seperti ini apalagi melarangku bertemu dengan mereka!"

"Mereka bukanlah siapa-siapa! Diam dan turuti perintahku, ini semua untuk kebaikanmu sendiri."

"Kau tidak pernah berubah...." Hendery mengepalkan kedua tangannya erat sambil menatap nyalang ke arah ibunya, "kau tetap egois seperti dulu, apakah ini alasan sebenarnya kenapa kalian berpisah? Apa semua ini karena keegoisanmu?"

"Hendery!"

Plak!

Ten menampar wajah putra sulungnya dengan kuat hingga Hendery menoleh ke kanan. Nafasnya memburu karena mendengar pernyataan kurang ajar dari anaknya sendiri. Ia meneteskan air matanya tanpa isakan, berjalan menuju dinding sebelum menyender sambil mendongakkan kepalanya ke atas. Kepalanya benar-benar terasa sakit. Ia tidak pernah menyangka bahwa ia akan bertemu dengan anak bungsu yang ia tinggalkan saat masih berusia 4 tahun.

Haechan tumbuh menjadi anak yang manis dan sehat. Johnny pasti merawatnya dengan baik. Wajahnya yang gembil itu mengingatkan Ten dengan suaminya, begitu juga dengan senyuman Haechan yang antusias. Tapi entah mengapa Ten belum bisa menerima keberadaan anak berusia 18 tahun itu di hadapannya, bahkan Ten dengan kasarnya menyuruh Haechan pergi karena Ten merasa dirinya begitu jahat telah meninggalkan si bungsu begitu saja.

Ten benar-benar marah.
Ia marah karena Hendery tidak mengatakan pernyataan yang jujur mengenai Haechan. Kekhawatiran Ten selama Hendery pergi turnamen ke Seoul 2 tahun lalu kini menjadi kenyataan. Hendery pasti akan bertemu keluarga lamanya sehingga membuat Hendery dan Haechan berhubungan kembali.

Ten mengaku bahwa dirinya benar-benar egois selama ini. Tetapi semuanya sudah terlanjur terjadi dan ia akan melakukan apapun untuk tetap seperti ini. Ia tidak ingin berhubungan lagi dengan Johnny maupun Haechan.

Meski ia benar-benar merindukan si bungsu dan ingin membalas pelukannya yang terasa begitu tulus. Ten ingin memeluk erat tubuh Haechan, mengusap kepalanya, mengecup keningnya, dan mengatakan bahwa Ten benar-benar mencintainya. Ten juga ingin berkata bahwa ia menyesal telah meninggalkan Haechan sehingga Haechan tidak bisa merasakan kasih sayang dari seorang ibu.

"Kupikir kau akan merasa senang jika bertemu dengan Haechan, adikku. Tapi ekspektasiku terlalu jauh. Aku mengerti kenapa kau tidak ingin bertemu dengannya karena kau takut jika kau dan ayahku akan bertemu." Hendery mengusap hidungnya lalu memandangi Ten yang masih menyender pada dinding, "jika kau ingin kembali ke Thailand, kembalilah. Aku bisa hidup mandiri di sini, jangan khawatir."

"Hendery..." Ten memanggil Hendery yang kini tidak mempedulikannya dan lebih memilih masuk ke dalam kamar untuk membereskan barang-barangnya.

Dan tak lama saat dirinya sibuk mengeluarkan seluruh pakaiannya dari koper dan tas, ponselnya berdenting. Hendery menaikkan salah satu alisnya sebelum meraih ponselnya tersebut.

Haechan Seo 🐻

10.21
Aku sudah sampai di rumah.
Hyung dan eomma jangan lupa makan dan beristirahat ya :)



.
.
.
.
.
.





Ten menyibukkan diri dengan cara menggerakkan pena digital tersebut hingga membentuk desain unik untuk mencapai targetnya minggu ini. Ia harus segera menyelesaikan desain-desain baru yang lebih unik supaya para kliennya mendapatkan hasil yang memuaskan. Desain-desain yang Ten ciptakan akan dijadikan hiasan untuk baju, celana, jaket, bahkan aksesoris.

Pria itu meringis kecil sambil meremas rambutnya. Kepalanya semakin sakit tetapi ia tetap memaksakan diri untuk bekerja di kamar walau hari sudah larut. Pandangannya mendadak buram saat melihat layar tablet di hadapannya serta pena digital di tangannya terjatuh begitu saja.

"Sshhh.. sial!" Ten meringis kuat. Ia segera berdiri kemudian berjalan pelan menuju kasurnya. Ia terduduk di sana lalu menunduk dalam mencoba menurunkan rasa sakit di kepalanya.

Ten selalu saja memikirkan Haechan sejak mereka bertemu tadi pagi. Karena Ten tidak ingin terlarut dalam masa lalunya, ia pun memaksakan diri untuk bekerja hingga larut malam menyebabkan kepalanya semakin sakit dan terasa berat. Wajahnya pun berubah menjadi merah padam karena suhu tubuhnya meningkat walau ia sudah menyalakan pendingin ruangan.

Sepertinya sakit akan menyandera tubuhnya besok pagi. Mungkin beristirahat adalah jalan satu-satunya untuk saat ini. Ia tidak bisa pergi keluar untuk membeli obat, hari sudah terlalu larut lagipula kedua kakinya juga terasa lemas.

Pria itu membaringkan tubuhnya perlahan lalu menarik selimut hingga ke dada. Sebisa mungkin ia mematikan lampu kamar kemudian mencoba memejamkan matanya.

Lantas Ten pun akhirnya bisa tertidur juga walau tidak lelap. Nafasnya mulai teratur seiring sakit di kepalanya berkurang sedikit demi sedikit. Tiba-tiba wajahnya berubah gusar, ada sesuatu yang menghampiri pikirannya lagi hingga mengganggu tidurnya.

"Haechan...." Lirihnya pelan, "bayiku...."




.
.
.
.
.
.

To be continue

.
.
.
.
.
.











- navypearl -

Home | SeoFamily✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang