Chapter 18 : Yes, just two of us

19.1K 2.4K 216
                                    

Setelah menghabiskan waktu bersama di gedung pameran karya seni, akhirnya Johnny membawa keluarga kecilnya untuk pulang. Mobilnya berhenti di depan gedung apartemen yang istri dan anak sulungnya tinggali, membiarkan mereka keluar dari mobil. Johnny juga ikut turun tetapi tidak dengan Haechan karena anak itu sudah tertidur pulas di kursi penumpang belakang.

"Aku masuk duluan, air kencingku sudah diujung." Ujar Hendery setelah menerima kartu kunci apartemen dari ibunya, pemuda itu berlari kecil ke dalam gedung sambil menenteng jasnya. Tersisalah Johnny dan Ten di samping mobil. Hanya mereka berdua, tidak ada orang lain karena hari juga sudah terlalu larut.

"Terima kasih untuk malam ini." Ujar Ten mengawali topik pembicaraan mereka.

Johnny mengangguk kecil, "apa kamu yakin kamu baik-baik saja?" Tanyanya merujuk kepada kejadian tadi. Ten mengangguk kecil, ia yakin dirinya baik-baik saja. Hal itu mampu membuat Johnny menghela nafas lega.

"Masuklah, suhu udara di sini mulai menurun tidak baik untuk kesehatan."

Pria mungil itu mengangguk lalu menyampirkan tasnya ke bahu, "kamu juga pulanglah."

"Aku akan pulang jika kamu sudah masuk ke dalam."

Ten menunduk lalu tersenyum kecil. Lantas ia pun berbalik dan berjalan menjauh dari Johnny, tetapi suara berat itu membuat langkahnya terhenti seiring tubuhnya berputar ke belakang. Johnny memanggilnya lagi.

"Apakah kamu tidak keberatan jika pergi untuk minum kopi bersamaku di lain hari?" Tanyanya di tengah kesunyian malam.

Ten tampak berpikir sejenak, "sepertinya tidak, kamu bisa menghubungiku jika ingin."

"Baiklah." Johnny tersenyum simpul, melambaikan tangannya selama beberapa kali ayunan, "selamat malam."

Malam itu keduanya tidak bisa tidur dengan lelap karena saling memikirkan satu sama lain. Rasa cinta yang terkubur jauh di dalam benak kini mulai muncul ke permukaan secara perlahan. Ten yang tidur menyamping sambil tersenyum malu sedangkan Johnny yang memejamkan mata membayangkan istri cantiknya.



.
.
.
.
.
.





"Bagaimana dengan yang ini?"

"Sepertinya ini karena kualitasnya lebih baik, bukankah begitu?"

"Ah, benar juga."

Ten mengidikkan bahunya singkat lalu memasukkan kotak berisi mesin kopi mini ke dalam keranjang dorong yang ia bawa, setelah itu sepasang kakinya kembali melangkah menuju barang elektronik lain. Bersama suaminya yang setia berjalan di belakang sambil memandangi sekitar.

Hari ini mereka pergi keluar untuk membeli perlengkapan apartemen milik Ten karena keduanya sedang dalam masa cuti kerja. Ya, benar hanya berdua tanpa anak-anak.

Kenapa?
Terkejut mendengarnya?

Johnny menemani Ten berbelanja barang-barang kebutuhan bahkan ia juga membantu Ten memilih barang yang cocok seperti mesin kopi mini contohnya. Pria tinggi bersurai hitam itu melihat istrinya sedikit kesulitan mendorong troli belanjaan karena sudah diisi oleh banyak barang, alhasil Johnny pun mengambil alih troli tersebut.

"Biar aku saja yang membawanya, kamu carilah barang yang dibutuhkan." Ujarnya sambil tersenyum kecil, Ten segera menunduk untuk menghindari kontak mata. Ia segera meraih kemasan gunting, pisau empat ukuran, dan beberapa alat makan seperti sendok, garpu, pisau makan, dan tentunya sumpit karena pihak apartemen hanya menyediakan sedikit saja. Semua barang itu ia letakkan di dalam troli.

Home | SeoFamily✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang