Chapter 9 : Sunflower

20K 2.7K 133
                                    

Ten memandangi tangan kanannya yang digenggam erat oleh Haechan. Anak itu berjalan di atas trotoar dengan senyuman secerah mataharinya. Pria manis bersurai hitam itu hanya bisa mengikuti langkah anak bungsunya menuju sebuah restoran yang terletak tak jauh dari posisi mereka saat ini.

Mereka masuk ke dalam restoran cepat saji tersebut. Haechan membawa Ten menuju kursi yang berada di dekat jendela. Lantas mereka langsung mendudukkan diri. Awalnya Haechan duduk di seberang Ten tetapi ia langsung berpindah ke samping ibunya, ia merasa nyaman jika berada di samping Ten.

"Eomma tunggu di sini, aku akan memesan makanannya." Ujar Haechan hendak berdiri setelah melepas tas gendongnya, namun Ten menahan pergerakan anak itu.

"Biar aku saja." Ujarnya sebelum bangkit dan berjalan menuju counter dimana para pengunjung bisa langsung memesan makanan cepat saji.

Tanpa menunggu lama, Ten kembali dengan nampan berisi ayam goreng, kentang goreng, burger, serta minuman bersoda. Ia meletakkan nampan tersebut di atas meja dan mendudukkan dirinya di samping Haechan. Haechan tampak bersorak kecil, ia menyatukan kedua tangan di depan dagunya untuk merapalkan doa sebelum makan. Melihat itu Ten tersenyum samar, Johnny benar-benar membesarkan Haechan dengan baik.

"Ayo kita makan." Ujar Haechan. Mulutnya kini dipenuhi oleh ayam goreng varian madu kesukaannya.

Ten mengangguk kecil. Ia meraih burger yang sudah ia beli dan melahapnya pelan-pelan. Sepasang matanya masih memandangi setiap gerak-gerik Haechan. Tidak percaya dengan kondisi Haechan yang tumbuh berkembang dengan sangat baik, tubuh gempal anak itu membuat Ten merasa gemas belum lagi kedua pipi bulatnya. Selain itu, Haechan juga banyak bicara sama seperti dirinya. Ya, benar. Ten memang banyak bicara sebenarnya.

"Aku baru mengetahui kalau eomma memiliki banyak tato." Ujar Haechan memandangi tato abstrak di tangan kanan Ten. Tato tersebut Ten desain sendiri setahun yang lalu.

Ten menggeleng kecil, "tidak banyak tapi ada beberapa."

"Dimana saja?"

Ten menunjuk dua titik di lengan kanannya, di dada sebelah kirinya, dan di tangan sebelah kirinya pula. Haechan dapat melihat tato berbentuk bunga matahari yang dilingkari oleh mahkota. Terlihat sangat amat cantik, bahkan Haechan mengulurkan tangannya untuk menyentuh permukaan tato tersebut.

"Bunga matahari dan mahkota, apa maksudnya?" Tanya anak itu penasaran.

Ten mengerjap berulang kali. Lidahnya sulit untuk sekedar mengucapkan beberapa kalimat. Alhasil ia menurunkan lengan pakaiannya lalu menyodorkan kentang goreng untuk Haechan santap.




.
.
.
.
.
.





"Eomma, aku mau itu!"

"Eomma, ayo kita main di taman!"

"Apakah eomma suka melukis?"

"Eomma, anak itu mengejekku karena aku gendut.... Huhuhu~"

"Cintaku untuk eomma sebesar alam semesta ini."

Hari sudah mulai gelap. Haechan tidak pernah berhenti membicarakan sesuatu yang berada di kepalanya. Namun, Ten tidak terganggu akan hal itu. Hari ini ia banyak tertawa melihat tingkah laku Haechan yang konyol. Mereka pergi ke taman kota, membeli camilan, membeli permen kapas, dan pergi mengunjungi pusat perbelanjaan juga. Ten membelikan sebuah boneka berbentuk beruang untuk Haechan, kelak boneka itu akan menjadi teman tidur anak bungsunya.

Kini mereka sedang duduk di pinggir sungai Han. Di tangan mereka terdapat gelas berbahan karton berisi cokelat panas dan marsmelow.

Home | SeoFamily✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang