Bonus #3 : Maaf

14.4K 1.8K 54
                                    

- 1 minggu kemudian,

"Ma, aku harus pergi sekarang."

Hendery meraih tasnya dari lantai. Ia baru saja selesai sarapan dan ia akan pergi keluar pagi ini. Ten yang sedang berdiri sambil mengumpulkan piring-piring kotor mengangguk kecil sambil tersenyum, "hati-hati. Pulanglah sebelum jam tiga sore karena kakek dan nenek akan tiba sore ini."

"Baiklah." Sebelum pergi Hendery menyempatkan diri untuk mengecup pipi ibunya dan melambai kecil kepada ayahnya. Pemuda berusia 22 tahun itu sempat melirik ke arah sang adik yang sedang menuruni anak tangga tanpa ada niatan untuk menyapa atau bahkan tersenyum. Hendery sedang tidak ingin berbicara dengan anak itu karena Haechan sudah berani menghiraukan ibunya sendiri.

Selama seminggu belakangan, Haechan selalu berangkat ke kampus dengan keadaan perut kosong. Ia akan pergi ke kantin bersama Jaemin dan makan di sana. Selama seminggu itu pula ia tidak pernah menampakkan wajahnya di depan kedua orang tuanya, ia hanya akan berbicara jika ada keperluan.

Bohong jika Haechan mengatakan ia tidak merindukan ibunya. Haechan ingin sekali memeluk Ten, atau meminta Ten tidur bersamanya seperti biasa. Tetapi seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam benaknya, hatinya terus mengatakan "sebentar lagi kau akan menjadi seorang kakak, kau harus bersikap dewasa!".

Merasa ada seseorang yang berjalan menuruni tangga, Ten segera meraih sebuah kotak makan berisi makanan untuk sarapan lalu berlari kecil menemui si bungsu yang sedang mematut diri di cermin dekat pintu utama.

"Haechan-ah," Ten meraih lengan anak bungsunya kemudian menyodorkan kotak makan berwarna biru muda itu, kotak makan kesukaan Haechan yang Ten beli 2 tahun lalu, "bawa ini untuk sarapan di kampus. Oh sebentar."

Haechan meremas kuat kotak bekal di tangannya begitu melihat Ten berlari kecil menuju dapur untuk mengambil sesuatu. Tak lama Ten pun datang lagi membawa satu botol minum berisi air mineral, "bawa ini juga."

Ten memperlakukan Haechan seperti anak kecil. Haechan sudah tidak begitu menyukainya tetapi mau tidak mau ia menerima semua ini. Ia ingin menghargai pemberian Ten. Ah sial, Haechan rasanya ingin menangis melihat Ten begitu peduli padanya padahal selama ini Haechan selalu berpikiran bahwa Ten hanya peduli pada calon adiknya di dalam perut.

"Pulanglah sebelum jam tiga sore, kakek dan nenek akan tiba sore ini. Belajar yang benar, jangan main-main karena bulan depan kamu harus berfokus pada ujian dan skripsimu." Ten berceloteh sambil membenarkan posisi jaket denim yang Haechan kenakan. Tidak lupa merapikan surai anak itu.

"Jangan lupakan sarapanmu. Pergilah sekarang atau kamu akan terlambat."

Dan akhirnya Haechan berbalik lalu berjalan menuju mobilnya. Ia segera masuk ke dalam, meletakkan tas di kursi penumpang depan beserta kotak makan dan botol minum. Ia menyilangkan ketiga barang itu dengan sabuk pengaman agar tidak jatuh.

Sebenarnya ia takut jika kotak makan dan botol minumnya jatuh. Itu saja.

Sepanjang perjalanan Haechan terus melirik ke arah kotak makan tersebut. Ia merasa perutnya berderu ingin segera diberi santapan lezat mengingat tadi malam ia hanya memakan cemilan saja. Lantas pemuda berusia 21 tahun itu menepikan mobilnya bersama mobil-mobil lain. Helaan nafas keluar dari hidung kecilnya lalu tangannya meraih kotak makan.

Ia sempat minum dulu sebelum membuka tutup kotak berwarna biru muda itu. Tiba-tiba matanya membulat dan berkaca-kaca.

Di dalam kotak makan itu terdapat sekitar enam gumpal nasi yang dicetak berbentuk kepala beruang dan dibalut oleh helaian rumput laut. Terdapat telur yang sudah dipotong-potong, sayuran yang ditumis, potongan ayam goreng dan juga ikan goreng, serta mentimun.
Selain itu, di bawah kotak makan utama terdapat dua helai roti panggang berselai cokelat dan satu kotak susu. Juga terdapat sebuah kertas berisi catatan kecil dari Ten.

Home | SeoFamily✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang