Chapter 8 : Meet

19.9K 2.6K 102
                                    

Keesokan paginya sekitar jam enam, Ten terbangun. Kepalanya masih terasa sedikit sakit begitu juga dengan beberapa bagian di tubuhnya yang pegal. Pria manis berambut hitam itu melemaskan kedua otot di tangannya sebelum menguap kecil. Ia beranjak dari kasurnya, berjalan untuk membuka jendela kamar. Langit di luar masih lumayan gelap seperti biasa ia bangun terlalu pagi. Yah, kebiasaan Ten adalah bangun lebih pagi.

Sepasang kakinya yang dibalut celana pendek di atas lutut itu melangkah menuju kamar mandi. Ia harus segera membersihkan dirinya lalu pergi untuk membeli beberapa sarapan. Tapi sepertinya masih terlalu pagi, lantas Ten pun memutuskan untuk memesan makanan secara online saja. Mungkin nanti siang ia akan pergi keluar untuk membeli barang-barang di swalayan.

Setelah membersihkan diri dan memesan makanan, Ten berjalan pelan menuju ruang tengah. Ia melihat kopernya masih tergeletak di sudut ruangan mengingat dirinya sempat menendang benda berat tersebut. Ten menghela nafas panjang sebelum memasukkan kopernya ke dalam kamar.

Tiba-tiba ia mengingat putra sulungnya. Pria itu langsung melangkahkan kaki menuju kamar Hendery, sepasang mata bulatnya langsung disambut oleh sang putra yang terlelap nyaman di atas ranjang. Koper putihnya terbuka lebar dengan pakaian-pakaian serta beberapa barang pribadi berserakan di sisi koper tersebut.

Ten menghela nafas panjang lalu tersenyum kecil. Seperti biasa, Hendery belum bisa merapikan barangnya sendiri dengan baik.

Ia segera membereskan semuanya. Memasukkan pakaian Hendery ke dalam lemari yang sudah tersedia, meletakkan barang-barang pribadi anak itu di atas meja karena perabotan di apartemen mereka masih kosong. Ten akan segera memesan perabotan untuk memenuhi seisi apartemennya ini, sekaligus untuk menempatkan barang-barang yang masih dalam perjalanan dari Bangkok ke Seoul.

Mungkin ia juga akan membeli beberapa pasang sprei kasur lengkap dengan selimut. Ia akan menata seluruh isi apartemennya menjadi lebih baik dan lebih berisi dari sebelumnya.

Setelah membereskan semua barang-barang Hendery, ia melangkah mendekat ke kasur lalu duduk di samping putra sulungnya. Ia mengusap pipi Hendery lembut, memandangi memar yang mulai pudar. Ten menghela nafas panjang, menopang keningnya dengan perasaan bersalah. Seharusnya ia tidak pernah ringan tangan kepada anaknya yang satu ini.

"Sorry.." bibirnya mengecup kening Hendery lalu membenarkan posisi selimut di tubuh anaknya. Ia tak sengaja melihat buku harian milik Hendery yang terletak di samping bantal.

Tangannya meraih buku tersebut. Membukanya dan ia langsung disambut dengan lembaran-lembaran berisi foto serta tulisan keterangan di bawahnya. Ada foto tim basket pertama Hendery saat dirinya duduk di bangku SMP, foto-foto dimana timnya meraih kemenangan, foto masa kecil, bahkan foto-foto Ten juga. Buku harian yang Ten berikan ini banyak menyimpan kenangan kecil, Hendery sangat menyayangi buku hariannya seperti anak sendiri.

Ten terkekeh geli melihat kalimat yang tertulis di bawah fotonya. Foto yang Hendery ambil saat mereka sedang berlibur ke Perancis satu tahun lalu untuk merayakan kelulusan Hendery dari SMA.


Kemudian Ten membalik ke halaman selanjutnya. Ia mengerutkan kening melihat beberapa rentetan kalimat berupa alamat rumah, nomor telepon, akun sosial media, dan juga nama sekolah. Ten langsung mengerti, ini adalah data kecil milik Haechan. Ten yakini itu.

"Seoul Senior High School." Ujarnya perlahan, tangannya mengusap kalimat tersebut sebelum melirik ke arah Hendery.

Tiba-tiba anak itu bergerak pelan dalam tidurnya. Ten segera meletakkan kembali buku harian Hendery ke tempat semula lalu berdiri dari posisinya. Pria manis itu memutuskan untuk berjalan keluar, ia akan membangunkan Hendery saat sarapannya sudah tiba.

Seoul Senior High School ya..


.
.
.
.
.
.



"Jadi, hanya itu yang ingin kami sampaikan kepada kalian karena kalian adalah anggota baru di klub pramuka sekolah. Semoga kalian merasa nyaman berada di antara kami semua, pertemuannya akan dilanjut rabu depan karena hari sudah sore. Terima kasih!"

Haechan membungkuk kecil lalu berjalan turun dari panggung kecil tersebut. Ia tersenyum lebar saat Jaemin bertepuk tangan kecil karena merasa bangga dengan Haechan yang berani berbicara panjang lebar di depan orang baru.

Mereka baru saja mengadakan pertemuan singkat antara anggota pramuka lama dengan anggota pramuka baru untuk sekedar memperkenalkan diri serta memberi sedikit pengetahuan dasar seputar pramuka. Haechan yang merupakan ketua klub pramuka sekolah bertugas untuk berbicara di depan anak-anak kelas 10 dan kelas 11. Ia termasuk ke dalam senior yang murah senyum, baik hati, ramah, dan berisik tentu saja. Tapi untungnya mereka merasa nyaman berada di dekat Haechan.

Akhirnya Haechan dan Jaemin pun berjalan keluar dari ruangan tersebut sambil berbincang kecil. Sesekali mereka akan saling melempar tawa karena lelucon yang Haechan buat. Sepasang kaki mereka pun sampai di halaman depan gedung sekolah. Banyak murid yang juga keluar dari gedung tersebut bersiap untuk pulang ke rumah atau ada pula yang sedang berkumpul di taman sekolah.

"Kau akan pulang sendirian?" Tanya Haechan, sepasang matanya melihat ke arah jam yang tertera di layar ponselnya. Sudah nyaris jam tiga sore.

"Ti-tidak, aku..."

"Ya, aku tahu. Pasti pulang bersama Jeno 'kan?" Haechan menaikkan salah satu alisnya, menggoda Jaemin yang kini menunduk malu sambil mengusap lengannya karena salah tingkah.

"Bagaimana denganmu, Haechan?"

"Seperti biasa, naik bus. Baiklah aku pulang duluan yaa, sampai jumpa besok pagi!"

Haechan menepuk pundak Jaemin sebelum melangkahkan kaki menuju gerbang utama sekolahnya. Jaemin mengangguk kecil, melambaikan tangannya sebelum berjalan menuju halaman parkir dimana kekasihnya berada saat ini.

Pemuda manis bersurai cokelat madu itu masih asyik berjalan sebelum sepasang mata bulatnya melihat seorang pria berambut hitam panjang yang sedang menatapnya dari sisi gerbang sekolah. Haechan menajamkan pandangannya, lantas jantungnya pun berdegup lebih cepat dari biasanya.

Tanpa basa-basi Haechan berjalan cepat menghampiri sosok tersebut. Sepasang matanya membulay begitu mereka berdiri berhadapan. Haechan bisa melihat wajah Ten yang sangat cantik, Haechan juga bisa melihat tatapan Ten yang tampak sendu memandanginya.

"Eomma?" Panggilnya membuyarkan lamunan Ten.

Ten mengerjap sesaat sebelum kembali memandangi anak bungsunya, ia sempat melamun karena wajah Haechan mengingatkannya pada Johnny.

"Eomma menjemputku?"

"Ya... a-aku ingin bertemu denganmu."

"Jinjja!?"

Senyuman Haechan merekah. Pemuda berseragam pramuka itu langsung memeluk tubuh Ten dengan erat sambil terkekeh geli. Ia mengajak Ten untuk melompat-lompat kecil saking senangnya, Ten tampak kebingungan sebelum melingkarkan kedua tangannya di pinggang Haechan. Senyuman kecil terlukis di wajahnya.

Ia sadar. Haechan benar-benar merasa bahagia saat bertemu dengannya. Ten telah memilih keputusan yang tepat, ia merasa sedikit lega saat Haechan tidak marah padanya karena kejadian kemarin.

Syukurlah.
Saatnya menghabiskan waktu bersama anak bungsunya yang menggemaskan ini.








.
.
.
.
.
.

To be continue

.
.
.
.
.
.




- navypearl -

Home | SeoFamily✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang