"kamu baik baik saja?" Jeno bertanya kepada Karina karena ia melihat Karina memijat kakinya sendiri sedikit meringis kesakitan.
"aku tadi keseleo sedikit. Tidak apa apa" ujar Karina tidak berbohong. Ia tadi memang terjatuh begitu menari karena pijakan tubuhnya sedikit oleng. Jeno mengangguk namun tetap memperhatikan Karina.
"Ayo" jeno menyodorkan tangannya membantu Karina menaiki bus. Karina mengerjapkan mata nya sebentar begitu jeno menggandeng tangannya.
"Pelan pelan" lirih Karina. Jeno membantu Karina kemudian memilih tempat duduk berdampingan dengan Karina di samping jendela. Mereka berdua terdiam selama perjalanan dengan pikiran masing masing.
"Jeno menurutmu jika ada orang seperti kesusahan bernapas dengan pembuluh darah di wajah seperti pecah. Itu mengapa?" Tanya Karina. Jeno menoleh. Karina masih memainkan jarinya di kaca bus.
"Kenapa kau tanya itu?" Ujar jeno. Karina menoleh ke arah jeno.
"Aku melihatnya jeno. Kau tidak akan percaya itu. Tapi aku melihatnya" ujar Karina. Jeno menatap mata Karina.
"Tidak usah di bahas. Itu tidak penting" ujar Karina. Jeno terdiam. Yang dimaksud oleh Karina itu gantung? Iya sepertinya. Jeno pernah membaca itu. Ia merinding sendiri jadinya.
"Hati hati" Karina kembali terjatuh begitu turun dari bus. Kakinya sepertinya memar. Jeno melepas almamater miliknya kemudian menutupi rok Karina agar tidak melihat apa yang seharusnya tidak dia lihat.
"Masih sakit" Karina meringis begitu tangan jeno menyentuh kakinya.
"Ayo naik"
"Hah?" Karina terkejut begitu tiba tiba jeno berjongkok di belakang nya.
"Ayo naik" ujar jeno menegaskan. Karina pun perlahan naik ke punggung jeno.
"Sepertinya akan hujan" gumam Karina melihat langit sore yang sudah akan gelap. Jeno mendongk, berjalan dengan Karina berada pada punggungnya.
"Akan hujan deras" ujar nya pelan menyusuri gang gang jalan.
"Karina, dia siapa?" Jeno menunjuk seseorang yang berdiri di bawah pohon besar. Seseorang dengan wajah yang menunduk dengan rambut menutupi seluruh tubuh nya.
"Jeno, tetap berjalan. Dia bukan manusia" bisik Karina. Jeno tertegun. Sempat berhenti sejenak kemudian berjalan sedikit lebih cepat. Tangan Karina pun melingkar di leher jeno begitu erat.
"Hujan" ujar Karina begitu jeno melewati sosok yang tadi mereka lihat. Jeno berlari dengan menggendong Karina. Beruntung dirinya yang senang berolahraga.
"KARINA KENAPA?" begitu mereka berdua masuk di halaman rumah Karina, langsung disambut teriakan adik tiri Karina yang begitu melengking.
"Ningning berisik" ujar Karina. Jeno menurunkan Karina di kursi yang ada di teras. Tubuh Karina ternyata sangat ringan.
"Sebentar aku panggil mama" ningning yang langsung berlari ke dalam mencari sang ibu. Teriakannya masih terdengar sampai teras.
"Maaf ya, ningning memang seperti itu" jeno tersenyum maklum, adiknya juga seperti itu.
"Karina kamu kenapa? Dan ini siapa?" Ujar mama tiri Karina sambil menunjuk jeno. Jeno tersenyum. Mengulurkan tangannya, memperkenalkan dirinya.
"Halo Tante, saya jeno. Saya teman Karin. Tadi kebetulan Karin jatuh, jadi mohon maaf saya harus menggendong dia karena tadi hujan" jelas jeno. Ibu Karina diam diam tersenyum sambil melirik Karina begitupula ningning.
"Ah tidak apa apa nak jeno. Duduk dulu" ujar ibu Karina. Jeno tersenyum, menggeleng sopan.
"Jeno langsung aja Tante, sebelum ikannya deras" benar saja, belum sempat jeno melangkah keluar dari rumah Karina, hujan turun begitu derasnya.
"Masuk dulu nak jeno" ujar ibu Karina sambil tersenyum tipis.
"Tidak usah Tante, jeno menunggu di sini saja" ujar jeno. Ibu Karina hanya tersenyum dan mengangguk.
"Ya sudah duduklah. Biar Tante bikin minum dulu" ujar ibu Karina. Jeno hanya tersenyum kemudian duduk di samping Karina dan ningning.
"Kak jeno, kak jeno sekelas sama Karin?" Karina menyenggol pelan tangan ningning yang bertanya dengan antusias.
"Sst yang sopan" tegur Karina pelan. Jeno hanya tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya.
"Kami beda kelas. Kebetulan rumah nya searah" ujar jeno. Ningning ber-oh ria. Menurut sepenglihatan jeno, Karina dan ningning sangat bertolak belakang. Karina yang tampak lebih pendiam, dan hanya sesekali tersenyum terlihat lebih anggun sedangkan ningning, gadis itu memancarkan aura positif bagi siapapu di sekitarnya.
"Apa kamu yang tinggal di rumah lama itu?" Ibu Karina membawa teh hangat untuk jeno dengan kue di nampan. Jeno hanya tersenyum sambil mengucap terima kasih.
"Iya ma, dia yang tinggal di Deket danau itu" ujar Karin.
"Oh yang kakak nya ganteng itu?" Jeno terdiam. Kakak nya yang mana? Taeyong? Jaehyun? Atau Mark?
"Yang itu loh, yang tinggi" jaehyun berarti. Soalnya taeyong dan Mark memiliki tinggi minimum, sedangkan dua saudara nya yang lain, kelebihan kalsium.
"Iya Tante. Itu kakak kedua saya" ujar jeno. Ia kemudian mengirimkan pesan kepada Mark agar menjemput nya di rumah Karina dengan payung. Tas nya berisi buku buku penting dan jika basah akan sangat malas untuk mengeringkan nya.
"Mau ke dalam dulu nak jeno? Ujan nya makin deras loh ini" ujar ibu Karina dan ningning. Ningning mengangguk angguk kepalanya.
"Masuk dulu Jen?" Begitu Karina berkata,mata ibu nya melirik menggoda si sulung. Anak nya sudah besar ternyata. Ibu Karina pernah muda tentu saja. Ia bisa melihat tatapan sesuatu dari mata pria tegap di hadapannya. Jeno sesekali melirik Karina, begitupun Karina yang sesekali melirik jeno. Namun begitu mereka beradu tatap, hanya tersenyum.
"Tidak usah Tante, Karina. Kakak saya mau menjemput kok" tak lama ada seseorang berdiri di balik pagar. Dari tinggi dan postur tubuhnya saja sudah tau siapa. Sungchan yang menjemput.
"Selamat sore, Tante" sungchan masuk ke teras, menyalami ibu Karin. Jaehyun selalu mengajarkan kesopanan kepada semua adik adik nya, pernah sekali sungchan lupa, tangannya langsung dipukul pelan oleh jaehyun.
"Sore, ini kakaknya jeno?" Sungchan menyengir. Menggelengkan kepalanya.
"Saya adiknya mas jeno,Tante. Kebetulan tadi bang Mark sedang tidur jadi saya yang kesini" ujar sungchan. Jeno hanya tersenyum tipis.
"Ya sudah Tante, jeno sama sungchan pamit. Karina, aku duluan yaa. Lain kali hati hati" tiga orang disana tersenyum gemas melihat interaksi kedua nya.
"Cie sama teh Karin" ledek sungchan di tengah perjalanan. Mereka berjalan kaki dengan payung masing masing. Sesekali sungchan bermain air dengan kakinya. .
"Apasih dek" ujar jeno ketika diledek adik nya itu.
"Lapor bubu ah" ujar nya sambil berlari. Jeno melotot. Mengejar adik nya.
"Adek jangan Cepu"
=====================================
Don't forget to vote and comment thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAMANTE
Fanfiction"bubu sayang kalian semua. Di rumah jangan bandel, nurut sama kakak. Pulangnya nanti bubu bawain makan" -taeyong "Bangun, udah jam 7 atau kakak bawa selang air ke atas?" -jaehyun "Mas sama adek udah jangan ribut terus. Bubu sama kakak belum pulang...