48. Anyer Day One

3.7K 351 187
                                    

H A P P Y R E A D I N G

Iya ini up nih :) Serius nanya, masih pada nungguin cerita ini, kah?

🤸

Suara adzan yang berkumandang, berhasil membangunkan Gusti dari tidur gantengnya pagi ini. Cowok berkulit sawo matang itu mengerjap sambil mengacak rambutnya kasar, salah satu upaya agar kesadarannya bisa kembali setelah tidur nyenyaknya.

Mata Gusti melirik jam di atas dinding berbentuk kayu, pukul empat pagi. Buru-buru Gusti menyibakkan selimutnya, menatap dua teman sekamarnya yang lain. Gibran dan Putra. Sumpah, Gibran tuh kadang suka minta dihujat. Badboy tapi suka susu cokelat, katanya jagoan sekolah tapi takut sama setan.

Kaya sekarang ini, laki-laki itu sedang tertidur pulas sambil memeluk erat boneka yang entah apa bentukannya, katanya sih namanya Raran. Pemuda Aditya itu membawanya dari Jakarta, ia berkata tidak akan bisa tidur jika tidak ada Raran di sampingnya. Lebay. Tapi memang begitu faktanya.

Beda lagi dengan Putra yang mengurung tubuhnya dibalik selimut, layaknya seorang ninja yang tengah bersembunyi. Kadang Gusti aneh kenapa dua orang random kaya Gibran dan Putra bisa bersahabat dekat. Tapi kalau ditinjau lebih jauh dan berkaca, itu tidak aneh sama sekali. Karena Gusti sadar, ia juga punya banyak teman random terlebih Ethan dan Arkan.

Baru saja Gusti turun dari kasurnya, mata laki-laki itu melotot kaget ketika menangkap sekelibat sosok hitam melewat di depannya, terbang menuju pintu untuk keluar kamar. "Astagfirullah!" Gusti melompat kecil saking terkejutnya.

"GIB, GIB, PUTRA, BANGUN!"

"GIBRAN, ANJING!"

"WOI, PUTRA JANGAN NGEBO MULU LO MONYET!"

Jeritan heboh Gusti berhasil membangunkan keduanya. Gibran menyipitkan matanya, masih belum sadar apa yang terjadi. Putra sendiri sudah duduk tegap karena kaget mendengar teriakan membahana Gusti. Anak itu kena mental breakdown.

"Gus, masih pagi itu congor udah full speaker aja," keluh Gibran, mengusap kupingnya pelan lalu mengucek matanya.

Gusti menggelengkan kepala sambil membuang napas berat setelah sedikit tenang. Gusti tidak boleh memberitahukan apa yang ia lihat tadi pada dua bocah ini. Karena Gibran Putra tuh sama-sama penakut, bisa-bisa mereka ngibrit lari keluar dan gak mau masuk ke kamar ini lagi.

"Ayo sholat, udah adzan!"

"Hah? Gue lagi libur," celetuk Putra, ampas banget.

Gusti tak tahan untuk menjitak dahi anak di depannya ini. "Sembarangan lo cowok tulen, Put, udah ayo buru siap-siap. Tidur lagi mah bisa di sambung nanti!"

"Iya, iya, Pak haji!"

Ketiga remaja itu sudah siap dengan pakaian ibadah mereka. Gibran dan Putra juga sudah turun terlebih dahulu menuju lantai dua, ingin membangunkan Rio untuk mengajak laki-laki itu sholat juga. Namun Gusti masih setia di dalam kamar, ingin membayar rasa penasarannya tentang sosok hitam tadi yang sempat menampakkan wujudnya pada Gusti.

Gusti menguatkan hati, membaca beberapa ayat suci yang ia hapal ditambah ayat kursi sebagai bekal utama. Kata Abah Dika, kita harus membaca ayat kursi untuk meminta perlindungan. Kurang lebihnya seperti itu Gusti dididik. Hati yang semula tenang menjadi bergedup kembali kala matanya menangkap sosok hitam besar di ujung kamar. Bulu kuduk Gusti meremang, tanpa kata cowok itu langsung lari menuruni anak tangga. Menyesal karena sudah menunggu sosok itu datang.

ARKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang