42. Pasar Malam

2.3K 301 22
                                    

H A P P Y R E A D I N G

🤸

Salma menatap sosok di depannya ini dengan pandangan tidak percayanya. Salma mengambil tempat duduk di tepi ranjang milik Arkan, meletakkan tangan kanannya di dahi Arkan. Salma mendengus kecil, kemudian meraih sebuah handuk yang tersimpan di atas meja kaca.

"Udah gue bilang gak usah sok jagoan," omel Salma. Mengangkat rambut bagian depan Arkan, lalu mengompres dahi laki-laki tersebut dengan sangat telaten.

Arkan menarik napasnya. "Gue kan cuma mau bantu lo, lo gak boleh telat."

"Ya tapi lo jadi sakit, bodoh!"

Arkan menaikkan sudut bibirnya. "Panas doang, nanti juga sembuh sendiri," elak Arkan.

"Lo sekali aja bisa diem gak sih kalau gue lagi ngomong?" tanya Salma menahan kesal.

Pagi-pagi sekali, Salma mendapat kabar dari Arkan, katanya cowok itu demam. Padahal semalam mereka sudah ada janji untuk menghabiskan waktu libur bersama, Salma juga telah melaksanakan ujiannya dengan sangat baik. Tapi sepertinya rencana itu kini harus tertunda karena Arkan demam, dan Salma tidak mau menambah rasa sakit pemuda Reynand itu.

"Jam berapa sekarang?"

"Jam 9."

Arkan menarik handuk yang ada di keningnya, kemudian meletakkannya secara asal di atas nakas. Arkan membuka selimut tebal yang ia pakai, lalu berniat untuk turun dari kasur. Salma yang tengah asyik menulusuri laman instagramnya jadi melotot ketika melihat pergerakan Arkan yang tiba-tiba.

"Mau ngapain?"

"Mandi," jawab Arkan singkat sambil berjalan menuju kamar mandi pribadinya.

"Lo lagi sakit."

"Tau."

"Terus ngapain?"

"Mandi."

Salma menutup layar ponselnya, berkacak pinggang sambil menatap Arkan kesal. "Lo tuh tau diam gak? Diam di tempat, tidur, dan istirahat?" tanya Salma berusaha sabar dan memaksakan senyumnya untuk Arkan.

"Enggak, gue taunya cara berjuang buat Salma Aurelya."

"Ini susu panas kalau diguyur ke badan lo enak kayanya," Salma meraih segelas susu yang sudah disediakan oleh salah satu pekerja di rumah Arkan. Gadis itu mengacungkan gelasnya tinggi-tinggi dengan raut wajah menantang pada Arkan.

Arkan tertawa geli. Membentuk tanda piece dengan tangannya, lalu masuk begitu saja ke dalam kamar mandi. Salma mendesis melihat sikap menyebalkan Arkan, perempuan yang kini rambutnya tergerai bebas itu jadi menggeleng dan memilih untuk keluar dari kamar Arkan, turun ke lantai bawah dan duduk di sofa utama untuk menunggu laki-laki itu bersiap. Entah apa yang akan Arkan lakukan, lihat saja akan Salma balas nanti.

Salma memeluk lengannya sendiri. Suasana dingin begitu terasa di dalam rumah mewah dan luas ini. Sekarang Salma sangat mengerti mengapa Arkan selalu mengeluh merasa kesepian. Rumahnya memang terlihat nyaman dan megah, tapi suasananya tidak hidup. Bisa Salma bayangkan bagaimana ia menjalani hari-hari seperti Arkan, pasti sepi dan dingin. Sendirian, tertinggal, dan kosong.

ARKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang