41. Prioritas

2.5K 282 38
                                    

H A P P Y R E A D I N G

🤸

Arkan berdecak kesal melihat penampilannya di depan meja kaca pribadinya. Entah sudah berapa kali ia berganti pakaian dengan beragam gaya juga warna, namun Arkan belum menemukan satu baju yang ia anggap cocok untuk dikenakan pagi ini. Pemuda Reynand itu kembali berbalik dan memasuki walk in closet miliknya. Arkan menghela napas sesaat saat melihat kaus hitam polosnya. Selalu kaus hitam.

Sejujurnya, Arkan sangat suka mengenakan baju berwarna hitam, putih, dan abu. Arkan cenderung menyukai warna-warna yang netral dan sangat manly. Tapi untuk hari ini saja, Arkan ingin tampil berbeda di depan Salma. Pakaiannya banyak sekali, namun memang hanya baju yang benar-benar membuat Arkan nyaman lah yang selalu laki-laki itu kenakan untuk gaya sehari-harinya.

Setelah melakukan cukup banyak pertimbangan, Arkan memilih kaus hitam dibalut jaket denim polos sebagai atasan, celana ripped jeans, juga waist bag hitam dari salah satu brand ternama dunia. Arkan sedikit menunduk untuk mengecek kembali penampilannya, cowok itu menyisir rambutnya ke belakang dan terus memutar tubuh proporsionalnya seakan tengah menilai.

Arkan terkejut saat Bunga tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi. Mood Arkan yang semula baik menjadi hancur ketika melihat wajah itu. Merasa ditatap secara intens, Bunga jadi terdiam di ambang pintu dengan pandangan menunduk. Merasa terintimidasi oleh Arkan.

"Lo gak diajarin sopan santun? Gak bisa untuk ngetuk pintu dulu?" tanya Arkan ketus.

Belum sempat Bunga menjawab, Arkan sudah kembali bersuara. "Dan satu lagi, siapa yang ngizinin lo masuk ke kamar gue?"

"Arkan gu-"

"Kalau gak penting, lo bisa pergi." Arkan menyela cepat, arah pandang laki-laki itu masih menatap kaca di depannya, dengan tangan kanan yang sibuk melipat jaket denim kesayangannya. "Gue sibuk hari ini, jadi tolong jangan buang waktu berharga gue."

Bunga menatap Arkan kosong. Hatinya terasa sesak, bagaimanapun bukan ini reaksi yang Bunga harapkan dari Arkan. Bunga datang hanya untuk meminta maaf secara tulus dan ingin menyesali perbuatannya. "Gak bisa lo dengerin gue sekali aja?" pinta Bunga, menatap Arkan penuh harap.

Arkan mendengus kesal. Pemuda Reynand itu meraih kunci motor serta ponselnya, kemudian melangkah keluar kamarnya, melewati Bunga begitu saja. Bunga menarik napas panjang lalu berbalik mengikuti langkah Arkan yang kini tengah menuruni anak tangga satu persatu.

"Maaf!"

"Maaf." Bunga meneguk ludahnya sambil menatap Arkan sendu. "Maaf karena gue udah jadi orang jahat buat lo dan Salma. Cuma itu yang mau gue omongin," ucap Bunga pelan.

Arkan berhenti di posisi tengah tangga, ia berbalik menatap Bunga. Napas Arkan masih memburu, marah dan kecewa. Dua hal kontras yang berhasil menyelimuti dirinya sekarang ini. Terlebih ketika Bunga datang, tidak bisakah Bunga memberi sedikit ruang untuk Arkan dan pergi? Arkan tidak sanggup melihat sahabatnya itu menangis karena sikap kasarnya.

"Lo bisa minta maaf sama Tuhan, gue bukan Tuhan yang pantas nerima kata itu dari mulut lo. Begitu kan, aturannya?"

"Arkan, gue nyesel."

"Sekarang gue tanya, apa lo masih bisa percaya kalau ada orang yang lo sayang ngebohongin lo dan lebih parahnya mau ngelukain orang-orang terdekatnya? Enggak kan?" tandas Arkan pedas.

Air mata Bunga perlahan turun membasahi pipinya. Kedua mata mereka masih bertatapan satu sama lain, Bunga dengan tatapan menyesalnya, juga Arkan dengan pandangan kecewanya. Arkan menghela napas berat. "Kasih gue ruang buat berpikir, kalau semuanya udah tenang. Ayo kita omongin ini baik-baik, gue gak mau sampai buat hubungan kita ini jadi kacau dan makin gak bisa diperbaiki."

ARKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang