5. The Reasons Why

4.9K 469 2
                                    

H A P P Y R E A D I N G

🤸

Salma tidak berhenti mengumpat kasar dan menatap Arkan tajam ketika cowok itu mengendarai mobilnya dengan laju yang tidak stabil. Seperti sekarang ini, Arkan dengan sengaja menginjak rem tanpa aba-aba, membuat Salma yang sedang menunduk untuk memeriksa lukanya jadi menabrak dashboard mobil yang ada di depan gadis itu.

"Lo tuh bisa nyetir dengan benar gak sih?" tanya Salma dengan wajah memberenggut kesal kepada Arkan, "sengaja banget kayanya daritadi main-main sama kecepatan mobilnya!"

Arkan menoleh sekilas, tersenyum bodoh dengan lebar dan kembali menyetir, kali ini dengan kecepatan yang stabil. "Gue kan cuma mau lihat lo teriak-teriak panggil nama gue, dan nyuruh gue berhentiin mobilnya."

Salma melengos di tempatnya. "Idih ngapain, kurang kerjaan banget gue manggil nama lo sambil teriak," katanya berseru dengan malas.

"Lo emang gak ada takut-takutnya ya jadi cewek. Gimana kalau tadi kita tabrakan, dan lo meninggal ditempat?"

"Kok gue yang meninggal?! Kan lo yang nyetir, lo yang ugal-ugalan, kenapa jadi gue yang meninggal?!" tanya Salma sewot.

Arkan berdecak. "Kan misalnya, cuma contoh doang! Lagian kalau gue yang mati, kasian nanti lo nangis tersedu-sedu menyesal karena gak pernah nerima cinta gue. Terus nanti lo orang yang paling stress karena kehilangan gue di sisi lo, dan akhirnya lo memilih untuk nyusul gue ke akhirat dengan bunuh di-AW IYA AMPUN MAAF CANTIK!!" Arkan mengaduh kesakitan ketika Salma menjambak rambutnya dengan kasar.

"Lo tuh emang minta dihujat terus ya, Arkan."

"Gak, aku gak minta dihujat. Aku mintanya disayang sepenuh hati sama kamu-MAMI IYA, AMPUN ATUH BEP!" lagi-lagi Arkan berteriak karena Salma kembali menjambak rambutnya.

Salma membuang nafasnya kasar, menatap Arkan dengan tajam. "Lo kalau mau mati bilang sama gue, tangan gue udah gatal banget pengen nyekik lo." Kata Salma datar.

Bukannya takut akan kalimat sarat akan peringatan itu, Arkan malah terkikik geli. Dengan santai, cowok itu memutar kemudinya untuk berbelok ke kanan ketika menemui pertigaan di jalan besar yang sedang mereka lewati. Salma mengernyit, merasa ini bukan jalan yang tepat untuk menuju rumahnya. Gadis itu terus memperhatikan jalanan yang cukup sepi juga beberapa lampu penerang di sepanjang jalan ini.

"Ini bukan jalan rumah gue," ujar Salma memberitahu.

"Emang."

"Terus?"

"Ini jalan menuju akhirat." Jawab Arkan santai.

Salma memejamkan matanya rapat, menghembuskan napas lelah. Berusaha sabar menghadapi pemuda gila yang ada di sampingnya sekarang ini. "Serius deh, gue cape!"

Arkan menoleh santai, menatap Salma dengan senyum tipisnya, kini cowok itu malah menepuk pundak kirinya beberapa kali. "Sini sandaran sama aa kalau neng cape,"

Salma mendengus kasar. Lalu gadis itu memilih untuk membuang wajahnya ke samping kembali melihat jalanan malam tanpa menghiraukan Arkan yang masih terus mengajaknya berbicara. Salma memilih diam, tidak menanggapi walau beberapa kali gadis itu tersenyum kecil karena lawakan yang Arkan buat. Tanpa Salma sadari, diam-diam Arkan juga ikut tersenyum, bukan senyum yang biasa lelaki itu pasang, namun senyum tulus sambil memandang gadis yang ada di sampingnya ini dengan wajah menyendu.

Kapan Salma akan melihatnya? Sudah hampir dua tahun. Dua tahun Arkan berlari untuk mengejar gadis ini, tapi Salma tidak pernah bisa ia raih dengan mudah. Walau terlihat dekat, Salma sangat sulit untuk Arkan gapai. Gadis ini, selalu punya dinding tinggi nan kokoh untuk hatinya. Tidak ada orang yang bisa merubuhkannnya, bahkan Arkan yang sangat tulus sekalipun.

ARKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang