MULUT MERTUA

762 48 2
                                    


Sekar geram. Tiap bulan tabungannya berkurang untuk biaya kuliah Ajeng yang menginjak semester enam. Uang hasil ngojek dari Hans hanya cukup untuk makan dirinya dan Ajeng karena ia tidak doyan makanan yang dimasak oleh mantunya. Sedang uang pensiunan almarhum suaminya hanya cukup untuk bayar listrik, telepon, sabun dan beli pulsa.

“Sedih banget sih hidupku,” keluhnya sesudah keluar dari mesin ATM. “Tabunganku hampir habis cuma untuk biaya kuliah Ajeng.”

Dengan malas ia berjalan menyusuri jalan yang kebetukan jalan menuju perusahaan yang dulu pernah dimiliki anaknya. Gedung itu tampak ramai orang berlalu lalang dan parkiran penuh oleh mobil dan motor karyawan.

“Lho, katanya kantor Hans disegel bank?” Sekar memicingkan mata. “Kok ini, ada penghuninya?”

Tak lama seorang wanita yang begitu ia kenal keluar kantor dan berbincang dengan seseorang.

“Intan?” pikir Sekar penuh teka-teki. “Kok, dia bisa ada di kantor itu lagi?”

Sekar langsung menghampiri mantan mantunya yang masih berbincang dengan seseorang. Ketika langkahnya tinggal beberapa langkah lagi, orang yang berbicara dengan Intan undur diri.

“Intan!” panggil Sekar saat mantan mantunya itu hendak berbalik badan.

“Ibu?” sapa Intan terkejut, kenapa mantan mertuanya itu bisa di kantornya. “Mau ke mana?”

“Tadi ibu kebetulan lewat, eh lihat kamu,jadi deh mampir,” sahut Sekar kikuk. “Kangen, sudah lama kita ga ketemu.”

Mata Intan menyipit. Tak percaya ucapan itu keluar dari mulut yang dulu selalu mencacinya.

“Bagaimana kabar, Ibu?” tanya Intan mengalihkan pembicaraan.

Tiba-tiba wajah Sekar murung. Tatapan kosong memandang ke depan.

“Hidup kami hancur Intan setelah ga ada kamu,” curhat Sekar.

“Perusahaan Hans bangkrut, rumah Flo disita bank dan sekarang Hans pekerjaannya hanya sebagai tukang ojek.”

“Hasil ngojek Hans diambil semua oleh Flo tanpa menyisakan untuk mertua dan iparnya. Otomatis ibu dan Ajeng harus hidup dari uang pensiunan almarhum bapaknya Hans.”

“Obat darah tinggi ibu saja harus diganti yang generik.”

“Belum lagi biaya kuliah Ajeng yang menggunung, membuat ibu harus hutang kesana kemari untuk menutupinya,” curhat Sekar habis-habisan, berharap mantan mantunya itu simpati pada kehidupan barunya.

“Ya Allah, Bu.” Intan menepuk pundak Sekar sebagai rasa simpati.

Tak lama Intan mengambil sesuatu dari saku celana kerjanya. Sekar melirik tumpukan lembaran merah itu.

“Ini buat Ibu!” Intan mengulurkan beberaoa lembar untuk mantan mertuanya.”Semoga bermanfaat, Bu.”

“Duh Intan, ibu jadi malu,” sahut Sekar tak enak hati. “Kamu itu memang mantu yang baik,” pujinya membuat Intan tersenyum.

“Ibu sebenarnya menyesalkan kenapa Hans dan kamu bercerai,” imbuhnya. “Ga ada anakpun ga masalah, kan bisa adopsi dari panti asuhan.”

“Mungkin sudah takdir, Bu, aku dan Mas Hans berpisah.” Intan menimpali.

“Sebenarnya Hans tersiksa dengan pernikahannya dengan Flo.” Sekar mulai mengarang cerita. “Ia tak bahagia dengan pernikahannya.”

Intan merenungi ucapan sang mantan mertua. Namun, suara Bima membuyarkan lamunannya.

“Intan, sudah ditunggu di ruang meeting,” ucap Bima sembari menatap sekilas mantan mertua bosnya itu.

“Bu, saya tinggal dulu, ya!” pamit Intan.
“Iya, silahkan,” jawabnya membuat Intan berlalu.

Sepeninggalan Intan, Sekar segera menghitung uang yang diberi oleh mantan mantunya yang tajir melintir itu.

“Lumayan satu juta,” ucapnya sambil menciumi tuh duit. “Kita shooping.”

************

Hans, Flo dan Ajeng menatap heran ibunya yang pulang-pulang membawa belanjaan yang lumayan banyak.

“Ibu shooping?” tanya Ajeng setelah membuka-buka paper bag ibunya yang berisi baju-baju baru.

“Iya,” sahut Sekar berbinar.

“Kok, aku ga dibeliin?” sungut Ajeng.

“Kamu itu ya, sudah ngabisin uang tabungan ibu buat kuliah kamu, ini masih minta beli baju,” umpat Sekar pada anak perempuannya.

“Habisnya baju Ajeng udah jelek-jelek semua, Bu.”

“Ibu dapat dapat uang darimana?” selidik Hans.

“Dikasih Intan,” sahut Sekar membuat semua terperanjat.

“Ibu minta ma Intan?” tegas Hans membuat ibunya sewot.

“Engga. Dia sendiri yang ngasih karena kasihan sama ibu.”

“Pasti ibu cerita macam-macam sama Intan?” tuduh Hans.

“Ya, Ibu cerita yang sebenarnya kalau kita lagi kekurangan uang. Kamu kerjaannya cuma jadi tukang ojek.”

“Kok ibu cerita seperti itu ke Intan?” protes Hans. “Aku kan jadi malu.”

“Kenapa malu?” kilah Sekar. “Malah ini bisa membuka jalan untuk kamu rujuk ma Intan.”

Seketika Flo tersendak dengan ucapan mertuanya. Buru-buru ia meneguk air putih hingga habis. Sedang Sekar hanya melirik dengan wajah sewot.

“Mas Hans kan sudah punya aku dan El, Bu,” ujar Flo menyuarakan isi hati.

“Emang kenapa?” tantang Sekar. “Kalau bisa dapatin yang kaya dan bisa menjamin hidup enak, kenapa tidak dikejar?”

“Tapi itu menyakiti aku dan El, Bu?” protes Flo.

“Ibu yang lebih sakit punya mantu kaya kamu!” hardik Sekar kasar. “Sudah kere, masih bantah saja dengan omongan mertua.”

“Kalau nanti Hans bisa dapetin Intan lagi, siap-siap saja kamu jadi janda!” tukas Sekar sadis tanpa menghiraukan hati mantunya yang merintih dalam hati.

“Bener ya Bu, kalau nanti Mas Hans bisa rujuk lagi sama Mbak Intan, mobil, kartu kreditku pasti kembali lagi,” imbuh Ajeng. “Jadi aku bisa shoping tiap hari.”

“Betul kamu,” puji Sekar. “Ga seperti sekarag punya mantu kere dan numpang hidup ma kita.”

“Nyesel jadinya ibu,  Hans, merestui kamu menikahi Flo,” lanjut Sekar tanpa hati nurani.

“Pokoknya kamu Hans, harus pepet Intan terus agar dia mau kembali sama kamu.” Titah Sekar.
“Perusahaanmu dulu kan sudah dibeli Intan dari bank dan sekarang makin berkibar. Intan tambah cantik dan anggun. Wajahnya glowing, kulitmya terawat. Perhiasannya saja yang serba mahal itu. Belum baju dan sepatunya tentu branded semua.”

“Betul itu, Mas,” sambung Ajeng. “Kapan lagi kita bisa hidup enak tanpa pusing mikir kerja.”

Flo meninggalkan meja makan  dengan linangan air mata. Tak tahan rasanya mendengar ucapan ipar dan mertuanya yang menyuruh suaminya untk kembali kepada sang mantan. Bukan maunya jadi miskin. Namun nyatanya, hartanya habis juga karena Hans tak bisa berbisnis. Setelah ia tak punya apa-apa, keluarga suaminya seenaknya saja mau membuangnya.

“Bilangin sama istrimu juga! Jangan terlalu baper!” tukas Sekar kesal dengan tangisan mantunya.

“Iya, Bu,” jawab Hans nurut dengan ucapan ibunya.

Hans mulai memikirkan cara untuk bisa dekat dan mengambil hati mantan istrinya. Ia yakin Intan cinta mati dengannya. Jadi pasti gampang meluluhkan hatinya kembali.

******

Bagaimana kisah pernikahan Flo selanjutnya?

Ikutin terus karma Flo di KBM Aplikasi

UP TIAP HARI

PELAKOR TEKORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang