PANTI JOMPO

1.9K 81 7
                                    


El tumbuh menjadi balita yang aktif dan pintar. Di usianya yang kedua tahun, kelakuannya makin membuat nenek dan ibunya gemas. El adalah alasan Flo untuk semangat menjalani hidup meski sendiri.

“Dek, kita rujuk, ya!” pinta Hans saat mereka sedang menikmati weekend bertiga. “Demi El.”

“Aku sih mau, Mas,” sahut Flo. “Asal kamu meninggalkan ibumu.”

“Tapi kalau ga ada aku, ibu bagaimana?” kilah  Hans yang tak tega meninggalkan Sekar yang tengah stroke. “Ajeng saja sudah ninggalin ibu, masa aku ikutan?”

“Itu terserah kamu, Mas,” sahut Flo. “Aku tak memaksa.”

“Apa kamu ga mau merawat ibuku?” tanya Hans penih selidik, “Bukankah mertua itu juga wajib dirawat?”

“Mertua yang bagaimana dulu?” tepis Flo menohok Hans.

“Tapi Ibu sudah berubah.” Hans menyakinkan.

“Aku hanya menuruti perintah Ibuku saja, Mas.”

“Letak surga istri itu di suaminya bukan lagi di ibunya,” tandas Hans yang tak suka Flo lebih mendengarkan ibunya daripada dirinya.

“Maaf ya, Mas, bagiku ibuku adalah segalanya!” tandas Flo tegas. “Saat aku tak punya apa-apa lalu terusir dari rumahmu, hanya ibu yang menguatkanku.”

“Tapi, Dek…”

“Aku sudah bahagia hidup seperti ini!” tandas Flo memotong kalimat Hans. “Tak mustahil suatu saat aku akan mendapatkan suami yang menyayangiku seutuhya.”

Hans termenung. Kata-kata itu menakutkan untuknya. Bagaimana jika Flo beneran menemukan laki-laki lain. Itu artinya ia tidak bisa leluasa menemui Flo dan anaknya.

Sebenarnya ia juga sudah lelah mengurus sang ibu yang tak kunjung sembuh. Di atas kursi roda saja, ibunya selalu menyalahkan dirinya yang tak becus menyenangkan orang tua.

**************

Tak tahan hidup menduda dan lelah mengurus Sekar yang stroke membuat beban pikiran Hans. Dia adalah laki-laki normal, masih butuh belaian manja dari seorang istri.

“Kenapa loe Hans?” tanya Paijo saat mereka sedang menikmati tratiran nasi padang dari staf kantor di pantry.

“Gue capek hidup gini-gini terus,” keluh Hans. “Sudah capek kerja, di rumah masih ngurusin ibu yang stroke.”

“Ya, kamu cari istri dong!” saran Paijo. “Biar ada yang ngurusin kamu dan ibumu.”

“Mana ada yang mau sama aku yang cuma kerja jadi OB?” Hans putus asa. “Mantan istriku aja ga mau diajak rujuk gara-gara ga mau merawat ibuku.”

“Coba aja dulu.” Paijo masih menyemangati.

“Kalau gagal?”

“Taruh aja ibumu di Panti Jompo, beres,” jawab Paijo santai.

“Panti Jompo?” Hans menyakinkan.

“Iya.” Paijo mengangguk. “Daripada tersiksa mending ditaruh saja di sana.”

Tak tega rasanya meninggalkan sang ibu di panti jompo. Sepedas apapun mulut Sekar, ia tetap ibu yang sudah membesarkan dan merawat dia dari bayi hingga dewasa.

Tapi Hans juga laki-laki normal. Ingin hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Ingin dilayani saat ia berangkat dan pulang kerja. Ternyata hidup menduda itu tak enak.

Ingatannya kembali ke masa-masa keemasannya. Hidup berkecukupan dengan istri yang penurut. Numpang hidup pada istri yang kaya raya karena semua gajinya habis untuk ibu dan kuliah adikmya. Namun, semua itu tinggal kenangan. Pernikahannya dengan Intan hancur karena sang ibu menginginkan cucu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PELAKOR TEKORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang