-29-

154 34 3
                                    

    Wonwoo menopang kepalanya dengan sebelah tangan. Matanya menatap ke depan, tapi sorot matanya kosong. Saat ini, pikiran Wonwoo dipenuhi berbagai macam teori yang bisa diibaratkan bagai kabel ruwet. Serius, sepanjang Wonwoo hidup, ia baru dua kali memikirkan sesuatu sampai sebegitunya. Sampai rasanya Wonwoo mau melepas kepalanya saja.

Pertama, saat ayah Yerim didakwa, sampai pria itu menjalani hukuman mati, serta ibunya yang bunuh diri tanpa mengucap sepatah kata padanya. Yang kedua adalah kasus orang tua Livy yang ternyata berbuntut ke mana-mana. Bahkan mungkin, ini juga ada kaitannya dengan kasus ayah Yerim.

"Hyung, aku sudah memeriksanya." Seokmin mendadak muncul di hadapan Wonwoo, membuyarkan lamunan lelaki itu. "Memang benar kalau Lee Chan, Jung Chan Woo, Park Soo Ah, dan anak pembawa berita Boo itu satu SMA. Hanya saja, Soo Ah berbeda tingkat dari mereka."

Raut muka Wonwoo langsung berubah antusias ketika mendengar hal tersebut. Si Jeon membenarkan posisi duduknya menjadi tegak. "Kau serius?"

Seokmin mengangguk. "Benar, Hyung---" ia menjeda ucapannya sebentar, "tapi yang lebih mengejutkan, mereka semua satu sekolah dengan gadis dari kasus Ayah Yerim. Aku juga sudah menyelidiki kalau Soo Ah dan korban itu cukup dekat dulunya."

Pikiran Wonwoo kembali berkeliaran ke mana-mana. Ternyata benar dugaan mereka kemarin, kasus ini dan kasus ayah Yerim itu saling berkaitan. Tapi kenapa? Padahal, kasus itu sudah lama sekali terjadi.

"Jeon Wonwoo-ssi."

Saat Wonwoo masih sibuk berkutat dengan pemikirannya sendiri. Sebuah suara yang sangat akrab dengan gendang telinga lelaki itu kembali terdengar setelah sekian lama. Refleks, si Jeon buru-buru menoleh hanya untuk dapati presensi seorang gadis di sana.

Seo Livy kini kelihatan berbeda. Penampilannya kembali seperti nona muda keluarga konglomerat yang penuh kuasa. Apa lagi, saat Livy menyebut namanya seperti tadi, Wonwoo kini jadi merasa ada jarak jauh di antara mereka.

"Oh? Nunim!" Beda dengan Wonwoo, Seokmin sepertinya masih merasa Livy adalah orang yang sama. Terbukti dari ia yang memanggil Livy seperti biasanya, serta ekspresi senang di wajah pemuda itu. "Wah, sekarang kau baru terlihat seperti anak orang kaya," gumam lelaki itu.

Livy tersenyum. "Aku ke sini untuk ikut serta dalam penyelidikan, secara resmi, sebagai salah satu saksi dari kejadian itu." Atensinya kemudian beralih pada Wonwoo. "Tapi sebelumnya, bisakah kita bicara berdua, Oppa?"

Wonwoo melirik sekilas ke arah Livy yang kini berada di sampingnya. Mungkin karena Livy sudah kembali ke posisi tingginya, sekarang Wonwoo merasa canggung dengan gadis itu. Atmosfer di antara keduanya sudah terasa beda, bagi Wonwoo.

Si Jeon itu berdehem guna menghilangkan rasa canggung. "Jadi kau mau bicara apa?"

Atensi Livy kini beralih sepenuhnya pada Wonwoo. "Oppa sepertinya tidak nyaman denganku sekarang?"

Tepat sasaran. Wonwoo tertawa canggung sebab perasaannya saat itu langsung bisa diketahui oleh sang adik tiri. Sejujurnya, ia juga takut Livy merasa tidak nyaman kalau tahu Wonwoo canggung dengannya. "Apa yang kau bicarakan? Aku tidak merasa ada yang berbeda dari sebelumnya."

Livy tersenyum tipis. "Baiklah kalau Oppa bilang begitu." ia diam sejenak seolah sedang mempersiapkan kata-kata yang tepat. Sebab, Livy paham betul kalau hal yang akan ia bicarakan pada Wonwoo setelah ini mungkin cukup sensitif bagi lelaki itu. "Aku ... sudah tahu siapa pemilik ruangan terlarang di rumah," katanya ragu-ragu.

Wonwoo mengerutkan dahi, seperti sedang menyalurkan kuriositasnya lewat ekspresi. "Benaran? Siapa?"

Menghela napas sejenak, Livy lantas kembali berkata dengan ragu. "Tapi aku harap, Oppa bisa menerima fakta ini," ujarnya, dijeda sebab ia harus mempersiapkan lebih banyak nyali untuk mengatakannya. "Pemilik ruangan itu adalah Ibu."

Seperti dugaan Livy, saat itu juga air muka kakaknya berubah menjadi kaget bukan main, bercampur rasa tidak percaya. Jujur saja, Livy juga tidak mau percaya. Untuk apa ibunya yang selalu tersenyum dan menjadi panutan bagi Livy itu membuat ruangan seram seperti itu?

"Apa? Apa kau bercanda? Buat apa Ibu melakukan hal seperti itu?" Si Jeon merespons.

Lagi-lagi, Livy dibuat menghela napas. "Aku juga tidak paham, tapi itu kenyataannya." Ia sempat membuang muka selama beberapa saat. "Bibi kepala pelayan di rumahku sudah bekerja lama sekali, bahkan lebih lama daripada umurku sekarang. Jadi, dia tahu seluk beluk rumah itu dan keluargaku. Dia sendiri yang bilang kalau ruangan itu ada setelah Ibu datang ke rumah."

Wonwoo menggelengkan kepalanya seolah sedang menyangkal perkataan Livy. "Tidak, aku kenal Ibu itu orang yang seperti apa. Ia bukan tipe yang akan membuat ruangan seram seperti itu untuk menakut-nakuti anaknya sendiri."

Livy memijat pelipisnya, merasa frustasi dengan bayangan masa lalunya akan sosok nyonya kedua keluarga Seo, serta kenyataan yang kini telah ia hadapi.

Dengan nada dingin, ia kemudian lantingkan tanya pada Wonwoo. " Kalau begitu, apa Oppa tahu alasan hari itu Ibu meninggalkan kita tanpa pamit? Apa Oppa tahu apa yang ia pikirkan hingga membakar dirinya hidup-hidup bersama dengan restoran yang ia bangun susah payah?"

Kali itu, Wonwoo hanya diam tertegun tanpa menjawab pertanyaan Livy, lantas pergi begitu saja dari hadapan si gadis Seo.

"Ibu ..." Wonwoo menatap makam ibunya yang baru saja ia bersihkan setelah sekian lama diabaikan lantaran Wonwoo terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan.

"Sebenarnya apa yang Ibu sembunyikan dariku?" ucapnya dengan nada lirih, lebih mirip seperti putus asa.

"Apa yang Livy katakan itu benar? Apa Ibu sungguh terkait dengan semua kejadian ini?"

Wonwoo menyentuh tanah makam itu, seperti sedang mencoba untuk beri elusan pada sang Ibu, kendati Wonwoo tahu hal tersebut sudah jadi mustahil. Namun, saat tangannya masih terus mengelus tanah, ia justru menemukan sesuatu menonjol dari balik tanah tersebut.

Refleks, Wonwoo memundurkan badannya sebab kaget. Saat ini ia sendirian, dan kejadian yang terjadi beberapa lama ini cukup mengusiknya, menyebabkan Wonwoo lebih sensitif terhadap hal-hal mistis.

Saat merasa tidak ada hal apa pun yang terjadi, ia baru memberanikan diri untuk mengecek hal apa yang tadi menyentuh tangannya. Benda itu sepertinya kecil, juga terbuat dari besi karena tampak berkilau dibawah sinar matahari.

"Ini ... kunci?" Wonwoo mengerutkan keningnya selepas mengambil benda itu dari dalam tanah. Untuk apa ada kunci di makam ibunya? Apa seseorang menjatuhkan benda itu? Tapi kelihatannya, benda itu memang sengaja dikubur di sana.

Samar-samar sebuah memori terlintas begitu saja di benak si Jeon. Wonwoo ingat saat ia kecil, ibunya punya sebuah kotak kayu yang kelihatan tua, Wonwoo tidak pernah tahu apa isinya sebab kotak itu selalu terkunci saat si Jeon mencoba membukanya.

Apa jangan-jangan, itu adalah kunci dari kotak tua yang dulu selalu Wonwoo lihat. Kalau benar, apa di dalam kotak itu ada jawaban yang sedang Wonwoo cari ...?

[]

AKHIRNYA BISA APDET
/*nangis

ayo maen tebak tebakan, ibunya wonwoo kenapa hayooo~

𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang