-33-

339 30 8
                                    

Livy pikir hidupnya cuma bakal dihabiskan dengan monoton, menuruti kata mamanya yang perfeksionis, bekerja dengan label anak presdir yang sudah pasti diistimewakan, hidup mewah dan foya-foya. Benar kalau ada yang bilang takdir suka melucu. Nyatanya Livy bahkan merasa kalau saat ini ia tengah dipermainkan oleh takdir.

Sosok ibu yang selama ini jauh lebih Livy harap-harapkan keberadaannya dari pada mamanya sendiri, justru jadi penyebab kekacauan yang melandanya sekarang.

"Nona." Suara ketukan pintu sudah terdengar sejak beberapa sekon yang lalu. Namun, barangkali Livy memang sefokus itu pada pemikirannya sendiri sampai tidak menyadari kalau saat ini pintu sudah terbuka dan sosok berjas rapi yabg menyandang gelar sebagai sekretaris pribadinya sudah ada di hadapannya.

"Astaga, maafkan aku Paman." Livy menegakkan duduknya, mengalihkan atensi sepenuhnya pada sekretaris Min.

"Saya sudah mencari tahu, dan ternyata memang benar kalau Ibu dari Nyonya Kedua masih tinggal di tempat yang sama." Raut wajah sekretaris Min lantas berubah khawatir usai mengucap kalimat barusan. "Tapi ... apa Nona benar ingin ke tempat itu?"

Selama beberapa saat, tidak ada jawaban dari si gadis Seo. Ia hanya menatap lurus ke depan dengan sorot mata bingung, hingga akhirnya sorot itu terisi oleh sebuah tekad kuat. "Iya. Aku harus ke sana dan menyelesaikan semua ini."

-

"Aku sudah mendapat alamat rumah dukun tempat Nenekku dan Wonwoo Oppa tinggal." Livy menunjukkan aplikasi peta pada ponselnya ke hadapan Wonwoo dan Seokmin.

"Apa? Ini lebih dari 5 jam kalau menggunakan mobil. Jauh sekali, Nunim." Belum apa-apa, Seokmin sudah lebih dulu mengeluh perkara betapa jauhnya perjalanan yang akan mereka tempuh. Wajar saja, sekretaris Min juga sudah bilang kalau wilayahnya terpencil.

"Benar, itu belum apa-apa. Wilayah ini terpencil, dekat hutan dan rutenya agak sulit dilewati mobil, juga tidak ada angkutan umum," kata si gadis Seo, sebabkan Seokmin semakin membelalak tidak percaya.

Helaan napas keluar dari hidung si pemuda Jeon. "Ya sudah, toh kita tidak ada pilihan lain. Aku juga sudah muak menghadapi kasus yang sama."

"Apa? Apa itu artinya begitu kasus ini selesai, Hyung akan pensiun?" Lagi-lagi Seokmin membelalak.

Bukan menjawab dengan kalimat yang dapat memuaskan si Lee itu, Wonwoo malah hanya menaik turunkan alisnya. Beda lagi dengan Seo Livy yang mendadak dilanda rasa bersalah. Memang benar, Wonwoo dan bahkan semua orang di kepolisian yang menangani kasus ini pasti sudah muak, dirinya juga sudah muak. Tapi lagi-lagi, kasus ini ada sangkut pautnya dengan Livy, dan sepertinya memang harus Livy sendiri yang menyelesaikannya.

Ikut menghela napas, Livy lantas keluarkan seutas kalimat. "Kalau begitu, mau kapan kita berangkat ke sana?" katanya. "Ingat, waktu kita tidak banyak."

Atau lebih tepatnya, waktu Livy yang tidak banyak. Jumlah waktu sepuluh hari yang diberikan oleh sosok itu, sudah terlewat dua. Sekarang Livy hanya punya sisa delapan hari untuk menemukan jawabannya. Tapi Livy bahkan tidak yakin kalau ia bisa menemukan jawabannya semudah itu.

"Lebih cepat akan lebih baik. Bagaimana kalau besok?" Wonwoo bersuara. Lelaki itu bukannya tidak sadar perihal air muka sang adik yang berubah gelisah usai ucapkan kalimat tadi. Wonwoo jelas tahu ada yang belum Livy ceritakan padanya menyoal kejadian di ruangan ibunya waktu itu. Kendati begitu, dari pada menambah beban si gadis Seo dengan memaksa ia bercerita, Wonwoo rasa hal terbaik yang bisa ia lakukan untuk saat ini adalah mendukung apa kata Livy dan secepatnya mencari penyelesaian atas masalah ini.

"Oke. Kalau Nunim dan Hyungnim sudah memutuskan begitu." Seokmin tiba-tiba mengangkat tangan kanannya ke atas. "Mari kita berangkat besok!" serunya penuh semangat seolah hendak berperang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang